Suara deruman motor sport milik Marvin memasuki kawasan komplek orang-orang kaya dan berhenti tepat di depan sebuah rumah megah 4 lantai dengan cat berwarna coklat muda dan emas yang mendominasi tembok luarnya. Daripada disebut rumah, kediaman Millano lebih cocok disebut dengan istana saking megahnya.
Sandra segera turun dari atas motor Marvin, sementara sang pemiliknya masih tetap duduk di atas jok motornya.
"Makasih," ucap Sandra sembari menyerahkan helm berwarna hitam pada Marvin yang langsung diterima oleh laki-laki itu.
"Ya," balas Marvin sembari menatap wajah Sandra dengan begitu lekat hingga membuat gadis itu menjadi risih.
"Ngapain lihatin gue?
"...."
Hening.
Tidak ada jawaban dari Marvin.
Laki-laki itu hanya terdiam, Sandra yang melihatnya pun ikut terdiam tapi tidak dengan netra mereka yang saling beradu tatapan. Untuk sesaat, waktu terasa berhenti berputar.
Mata mereka berdua saling terpaku dengan tatapan sayu masing-masing. Cukup lama keduanya saling beradu tatapan, hingga akhirnya Sandra memutuskan tatapan matanya lebih dulu dengan memalingkan wajah ke arah lain diikuti Marvin setelahnya.
Suasana berubah menjadi canggung.
Sandra berdehem pelan beberapa kali guna memecah kecanggungan yang ada sebelum kembali bicara. "Ngapain masih disini? Sana balik ke habitat lo!"
"Tanpa lo suruh pun gue bakal pergi."
"Yaudah, sana pergi!"
Dengan perasaan kesal, Marvin segera menyalakan mesin motornya kembali dan tanpa pamit sepatah katapun pada Sandra, laki-laki itu langsung melajukan motornya dengan kencang menimbulkan tanda tanya di otak Sandra.
"Kenapa dia? Ngambek kah?"
Sandra menatap motor Marvin yang perlahan mulai menghilang dari pandangan matanya dengan kening mengernyit bingung. Tak lama kemudian, ia mengedikan bahunya ke atas dengan memasang raut wajah acuh tak acuh.
"Ah, bodoamat mau ngambek juga gue gak peduli."
Sandra lantas berbalik badan ke belakang, menghadap pagar rumahnya yang menjulang tinggi. Sebelum membukanya, ia terlebih dahulu menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan. Menyiapkan mental dan telinganya untuk menghadapi omelan kedua orangnya tuanya sebentar lagi.
"Semoga kuping gue baik-baik aja."
Sandra membuang nafasnya kasar sekali lagi sebelum akhirnya ia membuka pagar rumahnya perlahan dan langsung melangkahkan kakinya memasuki halaman rumahnya dengan mata terpejam.
Satu detik, dua detik, hingga satu menit berlalu masih tidak terdengar suara teriakan dari orang-orang yang terkejut ketika melihatnya. Padahal dibayangannya, setidaknya ada satu atau dua orang yang akan berteriak melihat kemunculannya yang tiba-tiba.
Ini boro-boro terdengar suara teriakan, saat membuka matanya kembali Sandra tidak melihat satu orang pun di halaman rumahnya bahkan para bodyguard yang biasanya berjaga di setiap sudut rumahnya pun tidak berada di tempatnya.
Sepi, kata inilah yang menggambarkan keadaan rumahnya saat ini.
"Ini bodyguard pada kemana?"
Sandra mengamati sekeliling rumahnya dengan kening mengerut bingung. Ia mulai menggerakan kakinya menuju ke arah pintu utama rumahnya yang jaraknya cukup jauh dari tempatnya berdiri tadi.
Dengan kaki yang terus berjalan maju, sesekali Sandra menolehkan ke kiri kanan, berusaha mencari keberadaan bodyguard yang mungkin sedang tertidur. Namun, nyatanya tetap nihil. Sejauh matanya memandang, ia masih tidak melihat keberadaan bodyguard barang satu orang pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain Girl
Dla nastolatków"Hidup gue gak jauh-jauh dari peran antagonis." Arlene Vanessa Xientania ---- Jiwa antagonis masuk ke raga antagonis juga? Itulah yang dialami Nessa setelah terbangun dari kematian. Nessa, gadis yang ditakdirkan sebagai seorang penjahat, pembunuh, d...