Hai haaaaiii!!
Sebelum baca isi ceritanya, kalian pasti baca deskripsinya dulu, iya 'kaaaannn?
Oke.
Fyi, ini cuma cerita suka-suka, hasil dari haluanku yang tiba-tiba lewat waktu lagi sendirian di rumah.
But, calm! Aku update setiap hari, kalo ada k...
Di bandara Internasional Indonesia, Danuar disambut beberapa bodyguard di sekelilingnya. Wajahnya yang terpahat hampir sempurna, membuat para wanita ingin menyentuhnya.
Memasuki mobil, ia membuka kacamata hitamnya, menyilangkan kaki dan memainkan ponselnya.
Menggulir beranda Instagram, ia teringat sesuatu. Mengetikkan sebuah username di pencarian Instagram dengan senyum yang mengembang. Setelah ketemu, matanya semakin berbinar.
“Berhentin di depan, aku harus memeriksa sesuatu.” ucapnya.
“Baik. Kami harus menunggu Tuan atau bagaimana?”
“Kalian pergi duluan saja, bereskan apartemen yang akan aku tinggali. Aku bisa pulang sendiri.”
Dua bodyguard di depan mengangguk. “Baik Tuan.”
Tepat di depan sana, mobil berhenti, diikuti dua mobil di belakangnya untuk berhenti. Danuar turun, memakai topi hitam dan mantelnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Setelah mobil mereka berlalu, Danuar berjalan ke depan. Di depan sana, terlihat anak-anak SMA Galaxy Bima sudah berkerumun untuk pulang.
Ia tak mendekati gerbang, hanya memperhatikan dari jarak jauh. Mata dan telinganya tajam.
“Alesya, Guntur pulang duluan ya? Kamu teh jangan bengong aja, hati-hati di jalan ya!”
Alesya mengangguk dengan senyuman. “Iya Guntur, makasih. Kamu juga hati-hati.”
“Oh ya, kamu pulang sama siapa? Nggak sama pak Dewa?” tanya Guntur.
Alesya menggeleng. “Enggak, pak Dewa lagi ada urusan. Aku dijemput sama Ayah.”
“Oh, yaudah deh, Guntur duluan ya, Ibu udah nelepon soalnya.”
Danuar tersenyum tipis. “Aku lelah setelah perjalan dari Turki, tapi saat melihatmu, lelahku hilang. Tunggulah, beberapa hari lagi kita pasti akan bersama. Karena tujuanku kemari adalah menjemputmu, Manis.”
🕸️🕸️🕸️🕸️🕸️
Di kafe, Dewangga dan beberapa temannya sedang berkumpul.
“Wih, guru fisika tumben ikut gabung? Biasanya overprotektif banget lo sama si Alesya, tumbenan nggak nganter pulang dulu?” Jeno bertanya.
“Cita-cita jadi ilmuwan, tapi malah jadi guru fisika di SMA Galaxy Bima. Karena apa coba? Karena pengin ngelindungin Alesya. Posesif banget lo.” itu cibiran dari Chakra.
“Posesifnya si Dewa emang bisa ngalahin semuanya.”
“Suka-suka gue, ngurusin hidup gue mulu lo pada.” balas Dewangga.
“Eh, udah lama tau kita nggak ke kampus. Mau main ke sana nggak?” tanya Jeno.
“Nggak usah ngajak si Dewa, Jen. Lo sendiri tau, Dewa nggak bakalan mau kecuali si Alesya ikut sama kita.”
“Dan gue nggak akan ngebiarin Alesya ikut, apalagi ada kalian!” Dewangga bahkan langsung menolak.
“Liat? Gitu tuh si Dewa, udah kaya lakinya aja.”
“Iya. Kayanya si Dewa nggak bakal ngebiarin si Alesya nikah deh, iya nggak sih Chak?” Jeno berniat menggodanya.
Chakra mengangguk. “Hooh. Dia juga nggak bakalan nikah kayanya.”
“Sekali lagi lo ngomong macem-macem, gue tusuk tenggorokan kalian!” ia menodongkan garpu yang sedang ia genggam.
🕸️🕸️🕸️🕸️🕸️
Malam hari di kamar Alesya, ia sedang mengerjakan tugas yang Dewangga berikan. Pintu kamar terketuk, menampilkan sosok ibu yang sangat lembut.
Nanda menaruh beberapa makanan dan susu di nakas. “Udah dulu belajarnya, udah malem.” ia duduk di samping putrinya.
“Belum bisa tidur Bun,”
“Itu udah bunda bawain susu, diminum gih, biar cepet ngantuk.”
“Bentar Bun, Lea lagi ngerjain fisika. Susah tau Bun, gurunya nggak nanggung kalo ngasih tugas, nyebelin.”
Nanda terkekeh melihat tingkah putrinya, Alesya sudah memanyunkan bibirnya. “Udah jangan gitu, nanti bunda panggilin kakak buat bantu kamu.”
“Tapi Lea lagi males ketemu kakak ...”
“Males kenapa?” pria dengan setelan baju tidur berdiri di ambang pintu. Alesya dan Nanda menoleh.
“Ya kakak ngasih pr nya susah banget! Lea nggak ngerti Kak!” Alesya duduk, menatap kesal pada Dewangga.
Dewangga malah terkekeh. “Susah di mananya sih? Itu ‘kan pelajaran kelas 11, harusnya nggak begitu sulit buat dikerjakan.” ia menghampiri Alesya.
“Ya ‘kan Kakak juga tau, kalo Lea nggak pinter fisika! Mana ngerti,”
Dewangga duduk di sampingnya, mengusap pucuk kepala Alesya. “Mana yang susah, hem? Sini, kakak ajarin,”
Nanda mengusap pundak kedua anaknya. “Yaudah, kalian belajar aja. Tapi Dewa, jangan malem-malem ya? Adek kamu harus tidur jam 10.”
“Iya Bunda.”
“Mana yang susah?”
“Semuanya!”
Terdapat gambar gelombang di buku, siswa harus menentukan frekuensi gelombang.
“Di sini ‘kan soalnya, 'gelombang transversal merambat dengan kecepatan 60m/s.' nah, kamu lihat gambarnya ya, 'jika AG=45 m, tentukan frekuensi gelombangnya!'”
“Iya terus gimana?” tanya Alesya mulai fokus.
“Berarti, kamu tulis diketahuinya; kecepatannya=60m/s. AG=3 panjang gelombang= 45m. Jadi, panjang gelombangnya=15 m. Lanjut, yang ditanyakan adalah frekuensinya. Tulis jawab; kecepatan rambat gelombang=frekuensi di kali panjang gelombang. Berarti frekuensi= cepat rambat gelombang dibagi panjang gelombang= 60 m/s dibagi 15m = 4 Hz. Jadi Alesya cantik, jawabannya itu 4 Hz. Paham?” Dewangga menjelaskannya begitu panjang lebar.
Jangan tanya aku 3 itu dapet dari mana karena aku juga ngga tau. Aku cuma ngikutin yg di buku, karena aku juga kaya Alesya, nggak paham fisika. Babaaayyyy