tiga puluh empat

7.3K 347 27
                                    

Happyreading 🕊️








"aku nggak pacaran sama Queena."

Keduanya duduk di sofa, menatap sinar bulan dari kaca yang terbentang.

Rio telah berhasil menenangkan Sila, membiarkan gadis itu meluapkan semua emosinya selama ini, memberi kesempatan pada Sila untuk menyalurkan segala sakitnya selama empat tahun terkahir.

"Dan kalau kamu ngira Queena suka sama aku, kamu salah besar."

Sila diam. Menyimak dengan baik.

"Aku yakin kamu pasti kenal Queena. Kakak Queena—Abraham, dia kolega bisnisku," terang Rio, "kamu nggak ngerasa aneh, kenapa Queena gadis konglomerat ngekos di kosan kamu? Padahal anak kayak Queena bisa beli apartemen kalau dia mau."

Spontan Sila menoleh, dari awal memang Ia sudah menaruh curiga, namun Sila rasa itu bukan ranahnya untuk kepo,  jadi Sila anggap biasa saja.

"Dia suka sama Brandon."

Kali ini Sila kaget. Terperangah. Hampir tidak percaya dengan apa yang Rio katakan.

"Aku nggak tau gimana mereka ketemu, dan saling kenal. Tapi menurut cerita Queena dia udah dari lama kontakin Brandon tapi nggak pernah di gubris sama cowok itu," Rio menoleh, "kamu tau sendiri Brandon nggak pernah pacaran. Suka sama cewek aja enggak...

...sebelum ketemu kamu."

Kalau fakta ini Sila sudah tahu. Brandon sendiri yang menceritakan padanya.

"Beberapa tahun terakhir, Queena suka liat Brandon deket sama kamu. Jadilah dia milih se kosan sama kamu supaya lebih sering ketemu Brandon, walaupun akhirnya sama aja. Brandon nggak pernah ngenotice dia."

Pantes Queena suka sliweran di ruang tamu kalau Brandon lagi dateng ke kosan.

"Queena juga berusaha deket sama anak libro cuma biar sering ketemu Brandon yang suka anter jemput kamu. Effort dia sampai segitunya, sebenernya Queena cuma pengen Brandon lihat kalau dia ada. Tapi, dilirik aja enggak."

Sumpah. Sila nggak nyangka Queena se berjuang ini.

"Sampai waktu di rumah Mia kemarin. Queena Sebenarnya mau ngedeketin Brandon, tapi Brandon sama kamu terus. Udah gitu dia pulang awal," Rio menarik sudut bibirnya melihat Sila yang serius mendengarkan, "terus, aku lihat, kamu cemburu kalau aku deket sama Queena, jadi aku manfaatin keadaan."

Ekspresi Sila berubah kesal.

"Aku sama Queena bikin sesuatu yang menguntungkan. Aku pura-pura deket sama Queena biar kamu cemburu, dan kalau kamu cemburu terus balik ke aku, otomatis banyak peluang buat Queena bisa deketin Brandon."

Sila memukul lengan Rio, "licik lo!"

Rio terkekeh, "kan udah aku bilang, segala cara aku lakuin buat kamu, Sil. Susah banget ngedapetin kamu."

"Udah tau susah, kenapa dilepasin."

"Iya, maaf, "lirih Rio.

Netra Sila memicing, "Lo bisa tau kalau Queena suka Brandon darimana?" Curiganya.

"Abraham," jawab Rio. "dia kewalahan ngatasin adeknya yang galau terus. Karena Abra tau kalau aku sahabat Brandon, dia minta bantuan."

"Kenapa harus Brandon? Kayak nggak ada cowok lain aja," cibir Sila, "lo juga! Kenapa harus gue, emang nggak ada cewek lagi di dunia ini."

"Kamu pernah denger nggak kalau cinta itu kayak kamera. Sekali dia fokus ke satu titik, yang lain nge blur," Rio mencoba merayu Sila.

Sila berusaha se cuek mungkin padahal pipinya merona, "gue udah bilang kan tadi? Bahkan sampah lebih baik dari lo."

You Are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang