tiga puluh enam

6.8K 351 10
                                    

Happyreading 🕊️










Minggu pagi, Rio sudah siap dengan kaos Ralph Lauren hitam yang dipadukan dengan celana abu-abu. Lelaki itu merunduk menuruni tangga dengan jam tangan yang sedang Ia kaitkan.

Railey duduk di meja makan cemberut melihat ayahnya yang—untuk kesekian kalinya— harus keluar di hari libur seperti ini.

"Papa mau kemana?"

Rio mengecup kening gadis itu dan duduk di depannya, "mau keluar sebentar," nggak mungkin Rio bilang dia mau ke Dufan sama Sila.

"Pagi banget," Railey masih protes.

Rio mengangguk, mulutnya sibuk mengunyah sandwich.

Gadis itu berdecak, menautkan kedua tangan di dada.

"Kenapa sayang?" Ucap Rio setelah menelan Sandwich, tangannya terulur mengusap rambut lembut Railey, "marah sama papa?"

"Kenapa sih papa selalu ingkar janji?" Mata Railey berkaca-kaca, "kan papa udah sibuk di kantor setiap hari, apa nggak ada satu hari aja buat Railey?"

Rio kehabisan kata-kata, "Railey, papa—"

"Papa nggak mau ngajak Railey? Papa malu sama temen-temen papa kalau Railey ikut? Iya kan?" Gadis itu mulai tersedu.

Kedua alis Rio terangkat, selama ini Railey tidak pernah mengucapkan hal seperti tadi, "siapa yang ajarin Railey ngomong kayak gitu?"

Railey menyeka kasar air matanya, "nggak ada yang ajarin Railey ngomong kayak gitu. Tapi temen-temen Railey selalu bilang kalau papa malu punya Railey. Buktinya semua temen Railey punya mama, Railey doang yang nggak punya..

...Railey anak nakal, nggak ada orang tua yang mau sama anak nakal," Railey sesenggukan, "kenapa papa sama mama malu punya anak nakal kayak Railey? Railey bangga punya kalian walaupun kalian nggak pernah ada waktu buat Railey."

Ah, Rio melupakan satu hal.

Sejak dulu, yang Railey tau adalah mamanya pergi keluar negri untuk bekerja. Rio tidak menyampaikan alasan sebenarnya karena Ia rasa usia Railey belum cukup untuk mendengar kenyataan pahit itu.

"Nggak ada yang sayang sama Railey!" Gadis itu berlari ke atas menuju kamarnya.

Bi Asih yang menyaksikan itu juga ikut panik dan bergegas mengikuti langkah Railey.

Rio meremas rambutnya frustasi.

Ia tidak bisa membatalkan janjinya dengan Sila.

Namun, Ia juga tidak mungkin meninggalkan Railey sendiri dirumah di hari liburnya.

Lelaki itu meraih gawai lalu menelpon Sila.







* * *





"Ajak aja sekalian."

"Nggak papa?"

"Emang anak kecil dilarang ke Dufan? Enggak kan?"

"Aku takut nanti kamu keganggu kalau ada Railey."

Disebrang sana, Sila berdecak, "gue nggak akan terganggu kalau lo ngajak Railey. Justru gue bakal nggak nyaman kalau lo ngebiarin dia sendirian di rumah."

"Asal lo tau, Yo. Keputusan untuk jadi orang tua itu tanggung jawab yang besar banget. Lo nggak bisa cuma ngasih nafkah doang, tapi lo perlu ngasih anak lo kasih sayang."

"Gue tau Railey bukan anak sah lo, tapi lo sendiri kan yang mutusin buat angkat dia jadi anak. So, jangan hancurin mentalnya dong."

Rio tersenyum penuh, sangat bahagia mendengar penuturan Sila. Baru kali ini ada orang yang mau menerima Railey selain Keynan, "makasih ya, Sil." Ucapnya tulus.

You Are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang