42. Hujan dan basket

3.4K 165 1
                                    


~Jangan sia-siakan kesempatan. Mereka menunggu kabar kesuksesan kita.~

🍂

Tenggara men-dribble bola basketnya dengan santai. Terkekeh kecil melihat wajah cemberut Seana yang kesal karena Tenggara berhasil merebut bolanya.

Saat ini, mereka berdua bermain basket di lapangan basket komplek yang tidak jauh dari rumah.

"Ck, curang!" Pekik Seana kesal.

"Dih curang gimana?"

Seana mengerucutkan bibirnya. "Nggak mau ngalah."

Tenggara mengeraskan tawanya. "Mana ada ngalah."

Seana menghentakkan kakinya kesal. Tenggara terkekeh melihat wajah menggemaskan istrinya.

Mereka bermain basket dengan cuaca gerimis.

"Huh. Ternyata enak juga main basket pas hujan gini." Ujar Seana, gadis itu duduk selonjoran.

"Hm. Apalagi sama kamu. Kayak sesuatu yang bakal membekas di ingatan." Tenggara ikutan duduk di samping Seana.

Seana tertawa. "Dih gembel. Pantesan aja tiap hujan kamu main basket."

"Lega aja. Seolah beban di pikiran langsung ilang."

Seana tertawa ringan. "Iya, aku juga ngerasa gitu."

"Eh, Se. Kalo misalkan aku pergi, kamu bakal ikhlas nggak?" Tanya Tenggara tiba-tiba.

Seana dengan cepat menoleh. "Pergi kemana?"

"Ke tempat yang orang-orang sering bilang, keabadian."

Seana menatap Tenggara dengan tatapan tidak suka. "Kak! Kamu kok ngomongnya ngelantur sih, aku nggak suka!"

"Misalkan, Se."

"Tetep aja aku nggak suka. Itu sama aja kamu mau ninggalin aku." Kedua mata Seana berkaca-kaca. Entah kenapa setelah mendengar ucapan Tenggara, ketakutan menyergap hatinya.

Tenggara meluruskan kedua kakinya, kedua tangannya bertumpu di belakang menopang tubuhnya.

"Hidup itu berjalan, Se. Ada kalanya waktu seseorang di dunia habis dan harus pergi."

"Bukannya Tuhan menciptakan manusia di dunia hanya untuk sekedar mampir bukan menetap."

Tangis Seana pecah saat itu juga. Tenggara dengan sigap merengkuh tubuh itu.

"Aku tau, Kak. People come and go itu nyata. Tapi aku nggak mau kamu pergi."

"Hey kok nangis. Kan misalnya."

"Aku takut, Kak. Tolong jangan kemana-mana." Entah kenapa hati Seana sakit hanya karena membayangkan Tenggara pergi dari hidupnya.

"Aku nggak akan kemana-mana, Sayang. Makin deras hujannya, ayo balik." Tenggara berdiri dari duduknya.

Seana mengangguk. Akhirnya mereka meninggalkan lapangan basket.

🍂

Seana membuka matanya mendengar Tenggara yang terus bergumam tidak jelas.

Dia melirik jam dinding yang menunjukkan angka 03.05.

"Kak?" Seana menggoyangkan lengan Tenggara mencoba membangunkan lelaki itu.

"Astagfirullah." Seana terkejut merasakan panas saat kulitnya bersentuhan dengan kulit Tenggara.

Dia langsung menyingkap selimut yang membungkus tubuhnya.

TENGGARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang