Malam ini tak seperti biasanya. Taman komplek yang selalu ramai anak-anak muda dan penjual makanan meski di hari biasa, kini terlihat sepi. Hanya satu atau dua orang yang duduk di sana dan tak lama kemudian pergi dari sana.
Memang sejak siang hari awan tampak mendung. Angin juga berhembus cukup kencang sejak sore tadi. Mungkin itu alasan mengapa orang-orang tampaknya enggan untuk ke luar rumah. Apalagi hanya untuk bercengkrama di taman.
Namun, sepertinya lain dengan seseorang yang tengah bergelut dengan udara dingin malam ini. Dia duduk di salah satu bangku. Hanya dengan mengenakan kaos lengan panjang dan celana pendek, dia berusaha menahan hawa dingin itu. Sepertinya dia salah mengenakan pakaian.
Sudah hampir 30 menit dia di sana. Namun, tidak ada tanda-tanda dia akan pergi dari sana. Sesekali tangannya meraih ponsel dari saku dan memeriksanya. Kepalanya menoleh kesana kemari.
Deru motor yang kian mendekat terdengar dari pendengarannya. Suaranya semakin lemah hingga tiga buah motor berhenti di depannya. Ketiga pemiliknya tinggi dengan pakaian serba hitam. Mungkin agak menakutkan kalau mereka bertiga sedang berada di tempat sepi.
Dia mengenal salah satu dari mereka, yang kini sedang berjalan mendekat ke arahnya. Rupanya itu orang yang dia tunggu sejak tadi.
"Lu lama banget sih datengnya," omelnya sebelum orang itu sempat menyapa. "Mana udah mau hujan lagi."
"Ya, sorry."
"Gue udah 30 menit di sini nahan dingin, gara-gara lo mendadak ubah tempat ketemuan asal lo tau!"
"Iya, iya. Park Hanbin gue minta maaf. Bawel juga lo ternyata, pantes jadi ketos!" ucapnya seraya memelankan suara di akhir kalimatnya.
Hanbin, orang yang sejak tadi berada di taman itu, menahan rasa kesalnya dan tidak merespon balasan orang itu. Dia lebih memilih melihat orang yang kini sedang berdiri di belakang si lawan bicara. Merasa dirinya ditatap, dia segera mendekat dan mengulurkan tangannya.
"Gyuvin, kak. Temennya Bang Kamden," ucapnya ramah.
"Gue kayanya pernah lihat lo deh," celetuk Hanbin.
"Hehe, dua hari lalu kan gue ketemu lo kak, di depan sekolah buat jemput Yujin," balasnya dengan cengiran.
Hanbin membulatkan bibirnya sembari menganggukkan kepalanya setelah mendengar pernyataan Gyuvin, yang kini sedang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu. Kamden, orang yang di tunggu Hanbin tadi, berdehem setelah menyimak interaksi dua orang lainnya.
Hanbin yang menyadarinya, segera mengalihkan perhatiannya. Kembali ke tujuan awal yang membawanya berada di sana. Sedangkan Gyuvin tampak memundurkan posisinya.
"Oh, ya. Jadi gimana?" tanya Hanbin dengan ringan.
"Sebelumya gue mau yakinin, lo beneran setuju?" tanya Kamden dengan hati-hati.
"Kenapa, kok lo jadi ragu gitu?" tanya Hanbin heran.
"Bukan gitu,"
"Ya terus kenapa? Udah buruan jelasin!"
"Lo serius?" tanya Kamden lagi. "Maksud gue, bukan gue yang punya rencana, tapi temen gue."
"Siapa, Gyuvin?"
"Bukan, tapi Krystian." jawab Kamden dengan melirikkan matanya ke arah samping.
Hanbin mengernyitkan dahinya, matanya mengikuti arah mata Kamden yang menunjuk seorang lainnya. Seseorang yang sejak awal tetap berada di atas motornya hingga kini.
Orang itu, Krystian, tampaknya tidak tertarik untuk ikut serta dalam percakapan mereka saat ini. Dirinya terlihat sibuk berkutat dengan ponselnya.
"Maka dari itu gue tanya lo beneran mau? Tapi lo jangan nyesel setelahnya kalau ada apa-apa," ujar Kamden lirih.
"Maksudnya gimana? Kalau lo sekarang aja ragu, kenapa kemarin pake nawarin gue?" kesal Hanbin.
"Kalau gak yakin yaudah, gak usah dipaksa," celetuk Krystian.
Dia sudah memasukkan ponsel ke dalam kantongnya. Mengambil helm bersiap ingin pergi dari sana. Sebelum Hanbin yang akhirnya bersuara.
"Eh, gue mau!"
Krystian akhirnya menolehkan kepala. Alisnya terangkat menatap Hanbin, sekaligus Kamden yang justru tampak khawatir. Dia turun dari motornya dan berjalan ke arah mereka.
"Tenang, bro. Gue gak lagi mau bunuh orang kok," ucapnya dengan menepuk pundak Kamden. "Tapi gak tau kalau nanti."
Dia berdiri tepat di hadapan Hanbin setelah Kamden sedikit menggeser tubuhnya. Sedikit membungkuknya badannya agar sejajar dengan Hanbin yang masih duduk. Senyum tipis selalu menghiasi wajah Krystian, hal yang mampu menarik kepercayaan lawan bicaranya.
"Gak usah khawatir, lo gak perlu ribet mikir kok. Karena lo cukup ikuti aja semua rencana gue," ucap Krystian meyakinkan.
Hanbin menatapnya dalam diam. Berusaha mempertimbangkan tawaran itu. Dilihatnya wajah Krystian, tampaknya dia orang mudah dipercaya, atau mungkin sebaliknya? Mengingat kembali perkataannya yang sebelumnya.
"Niat lo apa? Lo gak bakal nyelakain Zihao kan?" tanyanya lirih.
Yang ditanya hanya menyunggingkan senyumnya dengan ekspresi yang masih sama sejak awal tadi. Siapapun yang melihatnya pasti tidak akan mengira sosok seperti apa yang sebenarnya ada padanya.
"Udah mau hujan, buruan balik!" ujar Krystian seraya menegakkan badannya. "Sampai ketemu di malam-malam berikutnya."
Sedikit mengusak rambut orang di depannya, kemudian dia melangkah mendekati motornya. Motor itu segera melaju menjauhi taman itu diikuti satu motor lainnya.
"Kalau gitu gue-"
"Dia bukan orang yang licik kan?" potong Hanbin dengan menahan tangannya.
Dia terdiam, tidak bisa melanjutkan ucapannya. Napasnya tertahan, ketika merasakan genggaman tangan itu. Berusaha tenang, melespaskannya dengan pelan.
"Bener kata Krystian, mending lo buruan balik. Gue tau rumah lo lumayan jauh dari sini," ujarnya lalu pergi meninggalkan Hanbin.
Hanbin hanya memandang jalanan dengan gusar. Apakah ia sudah benar dengan menerima tawaran ini?
Ketika pundaknya mulai terasa basah, dia masih setia duduk di sana. Padahal angin sudah berhembus lebih kencang dari sebelumnya. Bahkan pengendara yang lewat melaju dengan cepat untuk menghindari hujan.
Tak ada niat untuk segera pergi dari sana. Meski air mulai menetes dari rambutnya, dan kaos yang sudah menempel dengan badannya, hingga kulitnya tampak pucat menahan dingin.
"Lo bego ya?" sebuah suara menginterupsinya.
Dia merasakan hujan sudah reda, sampai mendongakkan kepalanya. Oh, ternyata salah. Rupanya hujan terhalangi payung milik orang yang berada di depannya saat ini.
"Jeong," gumamnya. "Ngapain lo di sini?"
"Gue yang seharusnya nanya, bego, ngapain lo di sini hujan-hujannya begini?"
"Gue, cuma main," jawabnya.
"Lo kesini sendiri?" tanya orang itu yang dibalas anggukan.
"Jalan kaki?" tanyanya lagi dan kembali mendapat anggukan.
Helaan napas keluar dari bibirnya pelan. Tangannya masih memegang payung yang melindungi mereka berdua.
"Ayo, gue anterin. Gue bawa jas hujan lebih, seenggaknya lo gak perlu kehujanan kaya gini," ucapnya kemudian menarik Hanbin tanpa persetujuan.
I'm back! And i hope you guys enjoy this story, thank you!
25 June 2023

KAMU SEDANG MEMBACA
Look at Me, please!
Teen Fiction"Lo kenapa mau sama gue?" "Karena kita sama" "Maksud lo?" "Sama-sama brengsek." For Zikei