Kepalanya tertunduk merasakan rasa sakit yang kian bertambah. Wajahnya sedikit lebam, pun darah kering di dagunya yang tampaknya mengalir dari ujung bibir. Tubuhnya terasa lemah hanya untuk mencoba memberontak dari untaian tali yang mengikatnya. Semakin terasa pening ketika mengingat kejadian malam tadi. Ketika dirinya ditarik secara paksa ke dalam sebuah mobil sebelum benar-benar tak sadarkan diri. Keita hanya terkekeh melihat dirinya sendiri yang seperti ini. Oh ayolah, dia bahkan tak pernah berpikir memiliki musuh besar karena kelakuannya di luar sana.
Saat ini pun dia tak tahu sedang berada di mana. Ketika dia membuka mata, dia mencari keberadaan sahabatnya itu. Dia mengira jika sahabatnya ikut serta dibawa bersamanya. Namun, yang dia dapat hanyalah ruangan kosong dengan beberapa kursi yang tersusun acak di sudutnya.
"Udah bangun?" Seseorang tiba-tiba masuk dengan mengenggam sebuah cutter di tangan kirinya.
Orang itu menutup pintu dan melangkah pelan. Menarik salah satu kursi dari sudut ke arah Keita. Senyum simpul terukir manis di bibirnya, melihat orang yang diajaknya berbicara sibuk dengan keterkagetannya. Dia berhenti dan mendudukkan dirinya tepat di hadapan Keita yang tengah menatapnya bingung.
"Kenapa? Kaget lihat gue?" ucapnya sembari terkekeh.
Keita hanya mampu terdiam di posisinya saat ini. Mulutnya tertutup oleh kain yang melingkar ke belakang kepalanya. Membuat napasnya kian terasa sesak jika terlalu banyak pergerakan. Dia hanya memandang orang itu masih dengan tatapan tak percaya. Tak pernah sedikitpun terlintas di kepalanya jika orang di depannya itu akan melakukan hal semacam ini.
Tatapannya beralih ke tangan orang itu. Di mana jemarinya bermain-main dengan benda yang sedari awal berada di genggamannya. Ibu jarinya mendorong penggunci ke atas membuat benda pipih tajam perlahan tampak keluar. Ujungnya yang runcing dan tipis mengilat memantulkan sinar lampu. Tak sampai semua bagiannya terlihat ia kembali menariknya. Jemarinya terus bergerak, memutar-mutar benda itu. Mengamati setiap incinya, layaknya mainan yang sangat menarik.
Didorongnya kembali pengunci itu hingga benda pipih itu terlihat. Tangan kirinya menyentuh bagian ujung tajamnya dan sedikit mengusapnya. Sesuai yang dia kira, jika benda itu mengenai kulit mungkin tak akan terasa. Namun, darah akan tetap keluar dengan sendirinya. Sudut bibirnya terangkat, tatapannya beralih ke Keita.
"Mau cepet main?" tanyanya dengan tubuh condong ke arah Keita.
Senyumnya semakin lebar setelah melihat reaksi Keita. Ditariknya kembali posisi tubuhnya seperti semula. Menyimpan benda tajam sebelumnya dan menggantinya dengan sebungkus benda bernikotin. Satu batang dia tarik sebelum membakar ujungnya. Perlahan menyesap menikmati manis di sela-sela rasa pahit yang dominan. Tangannya terulur menyodornya benda itu ke arah Keita layaknya seorang teman yang menawari.
Bukankah dia masih baik dengan mencoba berbagi barang miliknya. Tentu, sebelum dia mengarahkan benda itu ke paha Keita. Menekannya sedikit hingga meninggalkan bekas bakar di celananya. Membuat si pemilik sedikit terkesiap dengan apa yang baru saja terjadi. Lagi-lagi dia hanya tersenyum dengan kepulan asap yang keluar dari mulutnya untuk kesekian kali.
"Kenapa sih lo tiba dateng di hidupnya?" lirihnya.
"Lo tau gak sih gimana sakitnya ketika orang yang lo sayang gak pernah noleh ke arah lo dengan maksud khusus, padahal lo selalu ada di samping dia." Matanya menatap dalam mata Keita.
"Lo gak akan tau," lanjutnya.
"Lo cuma orang yang memaksa masuk ke dalam hidupnya tanpa izin dan tiba-tiba." Tangannya terangkat menempelkan rokoknya ke pipi Keita.
"Kenapa nangis? Sakit? Ini gak seberapa dibanding rasa sakit yang gue alami," ucapnya dengan terus menekan rokoknya disaat Keita mencoba memberontak.
"Masih mending lo ngerasain sakit di tubuh lo dari orang lain dari pada karena diri lo sendiri!" bentaknya.
Tangannya dia tarik kembali setelah melihat cairan bening keluar dari mata Keita. Seringaian puas tampak pada wajahnya. Dia lempar putung rokok itu ke sembarang arah. Bergerak menarik mainan sebelumnya dari balik jaketnya.
"Semua orang pasti tau gue anak baik. Maka dari itu gue pengen berbagi, berbagi rasa sakit ini ke lo," ujarnya pelan sembari menyodorkan benda tajam itu ke arah Keita.
Pergerakannya terhenti, ketika pintu dibanting dengan keras dari arah luar. Kepalanya memutar, menatap ke arah sumber suara. Berbalut kain serba hitam, si pelaku masuk dengan sepiring makanan dan minuman di kedua tangannya setelah membuat dinding di balik pintu retak.
"Ngapain lo? Turunin!" titahnya.
"Gue cuma minta lo buat jagain dia." Dia bergerak melepaskan kain yang terikat menutup mulut Keita setelah sebelumnya meletakkan gelas di lantai.
"Kasih makan dia!" perintahnya yang hanya mendapat lirikan tajam.
Mulutnya bercedak kesal melihat respon yang dia dapatkan. Bergerak menarik kursi dan memposisikannya di dekat kedua orang lainnya. Tangannya mendorong sendok dengan makanan di atasnya ke arah Keita.
"Cepetan makan! Ini aman, gue gak pengen bunuh lo," ujarnya.
Di lain sisi, Keita masih enggan untuk membuka mulutnya. Rahangnya mengeras melihat dua pelaku yang kini berada di depannya.
"Kei, makan!"
Suara itu, Keita masih ingat dirinya sering mendengarnya akhir-akhir ini. Dadanya sesak mengingat kejadian-kejadian beberapa hari ini. Sungguh, dia masih tak mengerti. Helaan napas terdengar dari orang itu.
"Sorry gue libatin lo, gue kira perlakuan baik gue impas untuk ini. Gue harap lo bisa kerjasama," ujarnya menarik perhatian Keita sekaligus satu orang lainnya.
"Gue cuma pengen lihat dia ngerasain sakit kaya apa yang gue rasain," imbuhnya.
"Kris!"
"Lo harus berterima kasih ke gue. Rasa sakit lo cukup sampai di sini dan relain dia."
"Maksd lo apa anjing! Lo janji gak akan apa-apain dia," sahut orang di sampingnya.
Kini orang itu berdiri dan menarik bajunya. Mendapat perlakuan itu, Krystian hanya tersenyum remeh kepadanya. Dilemparnya piring makanan yang masih utuh itu. Dia berdiri menatap orang itu.
"Kapan gue janji ke lo?" tanyanya dengan nada sinis. "Setelah tau hubungan gue sama dia, lo masih berharap kebaikan itu terjadi?"
"Hanbin, Hanbin. Ternyata prestasi lo itu gak menjamin cara berpikir lo ya," ucapnya kembali sembari mengusak kepala si lawan bicara.
"Asal lo tau, gue gak akan ngebiarin orang yang udah merenggut kebahagiaan gue bisa hidup dengan tenang!" sambungnya.
"Apa maksud lo?" Celetuk Keita.
Krystian mengalihkan perhatiannya ke Keita. Sedikit mendorong Hanbin yang menghalangi pandangannya. Berjongkok di depan Keita dengan bibir yang masih setia tersenyum.
"Gue udah pernah bilang ke lo, dia gak seperti yang lo kenal. Levi itu gak sebaik yang lo kira!" ucap Krystian dengan penuh penekanan.
Halo semua, apa kabar? Makasih ya buat yang masih baca dan nunggu cerita ini.
Jujur sebenarnya aku udah gak mau lanjutin cerita ini karena udah hilang alurnya. Cuma chapter ini dari tahun lalu sebenarnya udah aku tulis, dan jujur aja aku suka banget penggambaran situasi semacam ini. Bahkan seharusnya aku excited karena memasuki part yang mana udah aku tunggu-tunggu. Maaf kalau aku bakal bilang, ini genreku. Maka dari itu, aku pengen orang lain bisa menikmatinya.
Sebenarnya aku bakal publish kalau chapter selanjutnya udah selesai, dan jujur aja dari tahun lalu cuma ada kerangka aja. Jadi, aku minta maaf banget ya. Dan aku harap kalian suka dan menikmati chapter ini. Makasih!!
4 August 2024

KAMU SEDANG MEMBACA
Look at Me, please!
Novela Juvenil"Lo kenapa mau sama gue?" "Karena kita sama" "Maksud lo?" "Sama-sama brengsek." For Zikei