14

229 43 4
                                    

Jam pembelajaran udah selesai. Hari itu Keita dan Haruto sama-sama gak bawa motor, sekaligus gak dapat tumpangan. Jadi mereka memilih untuk pulang bareng naik bus.

Halte bus gak terlalu jauh dari sekolah. Jalan sekitar 100 meter juga sampai. Selama perjalanan itu mereka berdua saling diam. Lebih tepatnya Keita, dia beberapa hari ini gak kaya biasanya bahkan sedikit menghindar dari temannya.

"Kei, lo kenapa sih? Lagi ada masalah ya?" celetuk Haruto.

"Kenapa apanya? Enggak ada tuh" sangkal Keita.

"Elo akhir-akhir ini sering diem, kaya banyak pikiran. Terus sering milih pulang duluan daripada nongkrong dulu ama kita."

"Gue juga jarang lihat lo ngomongin Zihao, lo lagi ada masalah sama dia?"

Keita menggeleng. Mendudukkan dirinya di bangku setelah sampai di halte.

"Gue gak papa, gue pulang duluan juga nih itung-itung tobat bentar lagi mau uas."

"Kita temenan udah lama, gue kenal lo udah dari kecil Kei. Gue tau kalau lo bener baik-baik aja atau gak," ucap Haruto.

Saat itu juga bus datang. Tanpa ada niat menjawab, Keita buru-buru masuk ke dalam bus yang disusul Haruto. Mereka duduk di bangku lumayan belakang. Di belakang mereka juga banyak anak-anak dari sekolahnya.

"Menurut lo Zihao orangnya gimana To?" tanya Keita tiba-tiba setelah Haruto duduk.

"Maksud lo?" tanya Haruto bingung. Tapi tidak ada respon dari Keita.

"Ya kaya yang kita tau, waketos yang tegas kepercayaan guru. Emang kenapa sih Kei?"

"Lo percaya gak kalau Zihao aslinya gak kaya yang kita kenal?"

"Maksud lo gimana sih Kei?"

Haruto tambah bingung. Apalagi dengan posisi Keita yang lebih tertarik melihat luar jendela dari pada dirinya yang padahal lawan bicaranya.

"Lo inget gak malam dimana gue dikeroyok tiga orang gak dikenal?"

Haruto mengangguk.

"Lo juga inget gak pas gue cedera karena dilanggar kapten tim lawan?" tanya Keita yang diangguki Haruto.

"Mereka orang yang sama To."

"Kenapa lo gak kasih tau kita Kei?" Haruto kaget. Kenapa sahabatnya gak cerita hal ini pada waktu itu? Sedangkan Keita hanya menggeleng.

"Terus apa hubungannya sama Zihao?"

Hening. Keita ragu untuk melanjutkan perkataannya. Apa menceritakan ini ke sahabatnya akan lebih baik akhirnya?

"Levi," ucap Keita lirih membuat Haruto sedikit mencondongkan badannya.

"Mereka ngincer gue karena Levi, orang yang kayanya musuh mereka. Dan Levi itu Zihao."

Haruto hanya mengerutkan dahinya. Dia tidak paham. Otaknya masih mencoba untuk mencerna perkataan Keita.

"Maksud lo Zihao jadi orang yang berbeda pas gak di depan kita?"

Keita mengangguk.

"Lo percaya Kei? Lo udah buktiin sendiri hal ini?"

"Gue bahkan udah ngelihat sendiri dan nemuin Levi."

Haruto menganga. Lagi-lagi otaknya sulit memproses kalimat itu.

Keita menceritakan kejadian dimana dia yang tak sengaja memergoki Zihao yang bertemu dengan Krystian. Dan dia yang mencoba terlihat baik-baik saja memberanikan diri menemui Zihao saat itu.

Keita bercerita dengan penuh emosi sampai air matanya luruh mengingat kejadian itu. Melihat hal itu Haruto memeluknya. Sedikit kaget melihat sahabatnya menangis karena hal seperti ini.

"Kei, gue tau lo bukan orang yang bakal ngelakuin itu. Tapi lo ngelakuin itu ke Zihao, lo gila Kei!" ucap Haruto lirih tapi penuh tekanan.

"To, ini pertama kalinya gue ngerasa jatuh hati ke seseorang" balas Keita dengan sedikit terisak.

"Dan untuk pertama kalinya juga lo langsung dapet rasa sakit ini, lo terima?"

Gak ada jawaban dari Keita, Haruto pun tak melanjutkan ucapannya. Sedikit bingung dengan situasi ini. Dia lebih memilih untuk menenangkan Keita.

"Gue bingung To," Keita akhirnya bersuara. "Gue gak mau peduli juga sama hal ini. Gue cuma tau Zihao yang gue kenal, gue gak peduli siapa dia di luar sana. Tapi kenapa sakit ya?"

"Zihao gak salah To, dia gak nyakitin gue sama sekali. Tapi orang lain yang bikin gue ngerasa sakit."

"Tapi itu karena dia kan Kei?" sahut Haruto.

"Kei, gue emang gak tau perasaan lo sebenernya. Gue juga gak tau masalah kalian sebenernya. Tapi gue gak bisa lihat sahabat gue kaya gini sekarang."

"Gue gak mau ikut campur, tapi gue gak bakal diem aja. Kalau lo butuh apa-apa, bilang! Semua keputusan dan pilihan ada di lo, jadi sekarang tenangin diri lo dulu" lanjutnya.

Keita hanya menganggukkan kepalanya. Sebenarnya dia juga gak tahu dengan perasaannya. Kenapa dia harus repot-repot memikirkan hal itu.

Setelah pembicaraan yang penuh emosi tadi, mereka hanya saling diam. Haruto yang mencoba berpikir terbuka, dan Keita yang memilih menenangkan pikiran dan emosinya.

Gak lama bus berhenti yang kebetulan sampai di tempat tujuan Keita dan Haruto. Mereka berdua turun dari bus menembus kerumunan, entah hari itu rasanya banyak sekali penumpangnya.

Namun hal itu ternyata tak lepas dari perhatian seseorang yang berada di bangku belakang. Orang itu sedikit meremas celananya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Sorry"






















Emosi bukan serta merta suatu kemarahan, karena emosi sendiri bisa berupa kesedihan, ketakutan, bahkan kesenangan. Jadi cuma mau ngegambarin kalau emosi yang dirasain si karakter disini dalam arti luas aja, bukan hanya respon kemarahan akan karakter lain.

Yah, penting gak penting sih sebenernya. Dari pada overthinking ke cerita, mending overthinking ke hidup masing-masing. Gak, bercanda.

Dah, hope you guys enjoy this story and sorry for any mistakes. Bye!



24 May 2023

Look at Me, please!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang