A - Kedelapan

61 12 23
                                    

Hallo, apa kabar?
aku abis mewek, tebak karena apa?

Sebelum baca jangan lupa pencet dulu 🌟
dan berikan beberapa komen untuk dukungan!

Aku udah kasih beberapa clue di chap sebelum sebelumnya
kalau kalian teliti dan cermat pasti menemukan sesuatu.

Sejauh ini menurut kalian siapa yang jahat atau muka dua?

Enjoy with story
and
Happy reading!

28 / 07 / 2023

▪▪▪

Jeremy berjalan cepat menuju kelas dengan kemarahan yang tertahan di tubuhnya, di belakangnya Ben dan Hero terus mengikutinya.

BRAK!

Pintu di kelas di buka dengan kasar, orang orang yang berada di dalam tentu kaget dan spontan berdiri. Jeremy berjalan mendekat pada Haidar dengan tatapan mengintimasi membuat temannya tersebut melangkahnya mundur.

BUGH!

Tanpa permisi Jeremy langsung meninju wajah mulus Haidar hingga terjatuh dan anak anak cewek berteriak kaget dan ketakutan.

Haidar berusaha berdiri sambil menyentuh rahangnya yang terkena tinjuan Jeremy, di bantu oleh dua teman yang lainnya, Juno dan Yoshua, benar benar ya temannya ini menggunakan segala tenaganya, terbukti dengan rahangnya yang nyeri saat digerakkan.

"Maksud lo apa mukul gue?!" tanya Haidar sambil menahan nyeri.

"Lo! Lo yang udah dorong cewek gue pas di kolam renang!" itu jelas sebuah pernyataan, Jeremy ketara sekali emosinya dari matanya. "Ada yang bilang sama gue, lo sengaja ngelakuin itu! Ada dendam apa lo sama cewek gue!"

Haidar kebingungan, apa yang di maksud Jeremy? Sengaja mendorong bahkan saat kejadian dia berada cukup jauh dari cewek itu.

"Tunggu, tunggu, tunggu— lo dapet informasi begitu dari siapa? Gue bahkan jauh dari Rana posisinya waktu itu, dan lo nggak ngeliat sendiri," Haidar menjelaskan posisinya saat kejadian.

"Haidar bener, waktu kejadian gue bahkan ada sama dia jauh dari kolam, mungkin aja orang yang bilang sama lo yang ngedorong Rana," Yoshua ikut bersuara membela Haidar.

Jeremy pusing memikirkannya, jadi siapa yang sebenarnya melakukan semua ini, siapa yang harus dia pukul sekarang?


"Lo yang dorong Rana kan?" gertak Sean pada seseorang yang berada satu ruangan dengannya, "Lo bener bener nggak ada kapoknya!"

Orang tersebut hanya tersenyum mendengarnya, "Iya, gue yang ngelakuin semuanya, ah— lo kenapa sadar sih? Padahal gue udah hati hati dan gue udah lemparin tuduhan itu sama orang lain," balasnya tanpa rasa bersalah sama sekali.

"Brengsek!"

"Kenapa semua orang peduli sama Rana sih? Gue benci itu! Semua hal yang harusnya jadi milik gue dia rebut semua sama cewek jalang itu!"

PLAK!

"Jangan karena lo cewek gue nggak berani ngelakuin lebih ke lo! Denger, siapa yang lo sebut jalang? Nggak kebalik? Siapa yang suka rela ngangkang depan kepala sekolah cuma buat masuk kelas unggulan? Lo Jalang!"

Rakana, cowok itu yang menampar dan berbicara sefrontal itu, bukan hanya ada Sean disana tapi ada Rakana yang sejak tadi diam sampai sampai perempuan itu berbicara kasar tentang Rana.

Cewek itu memegang pipinya yang terasa panas, tamparan Rakana tidak main main apalagi dengan tenaga cowok, "Perlu kaca, Rakana Pradipta? Kalau gue jalang lo apa dong? Perebut pacar orang? Apa sebutannya pebinor?"

"Kalau lo lupa gue juga punya bukti keterlibatan lo atas kejadian tangga rooftop! Kalau gue ketangkap, otomatif kalian semua juga ikutan, karena gue nggak mau salah sendirian!"

cewek itu berdiri dan berniat meninggalkan ruangan itu, "Dan satu lagi, kenapa kita nggak singkirin bareng bareng aja sumber masalahnya? Raka, bukannya dulu lo juga nggak suka sama cewek itu kenapa sekarang berubah?"

"fuck!" 

"Raka, kita nggak bisa ancem dia kayak biasanya, dia udah mulai berani, entah siapa backingannya sekarang?"

"Kepala sekolah," balas Rakana menoleh pada Sean, "Kepala sekolah yang ada di belakang dia, itu sebabnya kasus itu di tutup begitu aja waktu itu,"

"Sekarang gimana? Kalau kasus itu mencuat lagi bukan cuma dia yang kena tapi kita semua,"

"Gue nggak peduli itu, yang jelas Rana harus selamat untuk sekarang, nggak peduli kalaupun gue ikut kena imbasnya!"


"Lo udah baikan?" tanya Diko pada yang melihat Rana sudah berkeliaran padahak saat di kolam tadi dia susah berjalan.

"Udah!"

"Ko, Tolong..." suara itu membuat keduanya menoleh.

Rana merasa dejavu saat mendengar kalimat tersebut, menatap lamat kearah Diko yang menunggu kedatangan orang yang memanggilnya.

"Tolong gue, Bu Nurul ngejar karena  gue ketahuan malak anak kelas 10," jelas Shasha yang sudah berada di hadapan Diko.

"Lo pantes dapetin itu!" 

Rana semakin dibuat dejavu dengan ucapan Diko, pikirannya berkecambuh, apa cowok ini yang ada pada kejadian itu, rasanya pusing jika mengingatnya.

"Lo juga ngapain malakin anak kelas 10, kayak orang miskin aja!" omel Diko sambil menjitak kening Shasha. "Kalau butuh uang tinggal— Rana lo kenapa?" kaget Diko saat Rana hampir saja terjatuh namun, dengan segera di tangkap oleh cowok itu.

"Rana, lo okey?" pertanyaan bodoh terlontar dari Shasha yang membuat Diko ingin menjitak Shasha lagi tapi di sadar tangannya sedang digunakan untuk memegangi Rana.

Karena sudah banyak pasang mata yang melihat ketiganya, Diko dengan segera mengendong Rana, membawanya kembali ke uks dan diekori Shasha dari belakang sambil mengirim pesan ke grup memberitahu Rana pingsan.

"Lo apain cewek gue!" hardik Jeremy yang baru masuk uks dan menunjuk Diko.

"Dia pingsan sendiri," balas Diko biasa saja.

"Jere, nggak usah mulai!" peringat Juno 

"Rana tidak papa, mungkin dia kelelahan saja dan sepertinya belum ada makanan yang masuk hingga dia merasa pusing dan pingsan," jelas dokter yang menjaga uks.

"Banyak drama banget, kenapa nggak sekalian mati aja?"

Rakana dan Sean yang mendengar ucapan dari cewek yang berdiri di sebelahnya langsung menoleh, "Apa perlu gue bantu buat mati?" tambahnya sambil melihat dua cowok itu.

A - ZER0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang