A - Kedua puluh lima

30 3 0
                                    

Kangen Rakana Renata

***

Rakana datang ke rumah Renata karena tunangannya itu yang memintanya, baru membuka pintu sudah di sambut oleh kucing oren.

"Meow~"

"Hallo Nana," sapa Rakana berjongkok mengendong kucing itu, membawanya menuju kamar Rena. Nana terlihat sangat menyukai Rakana, karena sejak digendong kucing itu terus mendusel, mencari posisi yang nyaman.

Bagaimana tidak, Nana adalah kucing jalanan yang Rakana dan Renata temukan saat mereka kencan mereka dulu dalam keadaan kelaparan, Renata yang tidak tega berakhir mengadopsi kucing tersebut.

Bukan hanya Renata yang merawatnya tapi juga Rakana, keduanya menjadi parents untuk kucing tersebut, sampai akhirnya Renata pindah, Nana ikut bersama Renata.

"Babe..." panggil Rakana saat sudah berada di depan pintu kamar Renata.

Ceklek!

Renata membuka pintu kamarnya, menampilkan dirinya yang mengunakan baju rumahan, raut wajahnya juga seperti tidak bersahabat.

Rakana mengikuti langkah Renata yang berjalan menuju ruang tamu, meletakkan ponsel di atas meja membuat cowok itu jelas kebingungan. "Kamu tau itu handphone siapa?" tanya Renata menunjuk pada ponsel tersebut.

Rakana melihat kearah ponsel tersebut dengan seksama, cowok itu tau ponsel siapa itu, "Kenapa handphone ini ada di loker kamu?" tanya kembali Renata.

"Kamu beneran terlibat?"

"Iya, aku yang ambil handphone dia saat kejadian," jujur Rakana, karena kalau berbohong Rena sudah tau dan nantinya jelas akan semakin marah.

"Kenapa kamu nggak bantu Rana dan malah ninggalin dia sampai sekarat?" tanya Rena setenang mungkin walau rasanya sesak dan ingin menangis mrmgetahui orang yang dia cintai terlibat juga dalam rencana pembunuhan itu.

"Semua alasan ada di dalam handphone itu, kamu udah lihat kan?" Rakana yakin Rena sudah melihat isi handphone itu, Rakana sengaja tidak menghapus semua jejak yang ada disana.

"Berarti kamu udah tau siapa aja yang terlibat sejak awal? Tapi kenapa kamu pura pura bodoh, hah?!" Rakana sudah memprediksi kemarahan ini, "Aku kayak orang bodoh, tau nggak?! Apa alasan kalian ngelakuin itu sama Rana?!"

"Jadi ini alasan kamu marah sama aku, pas aku minta Baba buat ngebuka kasus Rana lagi? Karena kamu juga terlibat, bahkan kalian satu kelas juga?! Temen macem apa yang berencana bunuh temannya?!"

"By..."

"Aku harus percaya siapa sekarang? Kamu aja ngecewain aku..." Rena sudah tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya lagi langsung jatuh terduduk sambil menangis.

Renata sudah tidak tau harus mempercayai siapa lagi sekarang, bahkan orang yang selalu mendukungnya ternyata terlibat sejauh ini.

"Kamu harus tau alasan mereka ngelakuin semua itu, Rana nggak sebaik itu, sayang..." ucap Rakana yang berjongkok memghadap Renata yang masih menangis, "Setelah kamu tau alasan mereka, kamu bisa mutusin buat ngelakuin apa aja, tapi aku nggak bakal biarin mereka terlibat sama hukum!" 

Renata mendongak mendengarnya, "Kalau sampai kita terlibat sama hukum, Rana dan keluarga kamu juga bakal aku seret, sayang." tambahnya ketika kedua manik mata mereka bertemu.

Setelah mengatakan itu Rakana beranjak pergi dari sana, membiarkan Renata untuk memikirkan kembali apa yang akan dilakukan.


Atas perintah Rakana semua anak kelas unggulan diminta berkumpul di rumah Sean yang kebetulan orangtuanya tidak ada.

"Tumben ngajak kumpul jam segini? Biasanya juga pas pulang sekolah langsung," komentar Haidar, sambil memakan cemilan yang Sean hidangkan.

"Ini yang nyuruh kumpul mana? Malah belum dateng!" protes Hero Gladys yang harus meluangkan waktu sibuknya karena kumpulan ini.

"Sorry, gue telat," suara itu mengintruksi mereka, menoleh dan mendapati Rakana yang baru datang, "Gue habis ke rumah cewek gue," tambahnya sebelum mereka bertanya lagi.

"Sombong bener yang udah punya cewek!" sahut Hero merespon ucapan Rakana. "Cewek mana sih yang bikin lo gini? Sekelas Rana aja lo jual mahal,"

"Yang jelas cewek nggak bisa di labelin harga," jawaban sarkas Rakana.

"Malah kepo! Kita kumpul nih buat apa?" lerai Hanni dan mengalihkan topik pembicaraan.

"Mungkin kalian bakal bingung setelah gue cerita ini, tapi gue mau kalian jujur nantinya, gue yang jamin kalian nggak bakal kenapa kenapa, walau harus berhubungan sama hukum,"

Mereka kecuali Sean dan Jeremy tentu kebingungan dengan maksud Rakana, apa ada sesuatu yang mereka lewatkan?

"Rana punya kembaran namanya Renata, mereka nggak tinggal bareng sejak masuk SMA, Renata tinggal diluar negeri bareng Abangnya, Ghamaniel." Rakana mulai menjelaskan dari yang paling mendasar.

"Yang beberapa bulan sama kita semua adalah Renata, kembaran Rana sekaligus tunangan gue, Rana sendiri masih belum sadar sampai sekarang , dia koma. Renata nggak tau kelakuan Rana gimana, jadi dia nganggap kita jahat dan mau balas untuk adiknya. Gue cuma mau kalian jujur alasan kalian nggak suka sama Rana, yang bikin kalian ngelakuin semua itu terutama lo Gladys!" terang Rakana dan melihat Gladys di akhir kalimatnya.

"Maksud lo apa Rakana?" otak lemot Shasha tidak bisa mencerna begitu mudah ternyata padahal sudah di jelaskan sesederhana mungkin.

"Rana masih koma, dan yang lagi sama kita itu Renata!" Sean membantu menjelaskan lebih singkat dan padat.

Rakana tidak mau menjelaskan lebih panjang lagi langsung menunjukkan foto Rana yang masih terbaring dengan alat alat medis ditubuhnya, mengeser ponselnya hingga menunjukkan foto Rana dan Renata yang diambil saat hari kelulusan SMP dan pertunangannya.

Okay, mereka mengangguk paham setelah diberikan foto, padahal Rakana tadi sudah menjelaskan panjang lebar malah tidak paham :(

"Lo bisa jamin gue bakal aman kalau jujur?" tanya Gladys.

"Iya, gue kenal Renata gimana, dia nggak bakal bela yang salah walau itu saudaranya,"

A - ZER0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang