Guys yuk vote, jangan cuma jadi silent reader ya!
Happy reading!✨
Terdengar suara nyaring yang cukup keras di dalam ruangan bernuansa monochrome dengan tumpukan berbagai buku yang tertata rapi di dalam rak. Benar, kini Adhyaksa sedang menampar pipi kanan anak sulungnya di ruang kerja kediamannya.
"Apa yang kamu lakukan, Seokjin? Menghamili anak orang sebelum menikah?" ucapnya geram dengan tangannya yang masih terkepal dan tatapan nyalang seakan ingin menerkam mangsanya.
"Apa karena ini kamu mau menikahi Jisoo?" tanyanya dengan nada tinggi. "Papa tidak pernah mengajarimu untuk menjadi laki-laki brengsek seperti itu kepadamu, bukan?" sembari jari telunjuknya menekan dada putranya.
Adhyaksa menjeda perkataannya untuk mengatur nafasnya. "Katakan sekarang, sejak kapan kamu melakukannya dengan Jisoo?"
Seokjin hanya tersenyum sinis. "Seokjin bahkan lupa apa aja yang udah Papa ajarin ke aku karena aku tumbuh dengan kasih sayang seorang baby sitter."
"Papa ga perlu tau sejak kapan aku ngelakuin itu sama Jisoo," ucapnya. "Aku bukan anak kecil yang gak tau caranya bertanggung jawab atas perbuatanku sendiri. Tentunya baik Jisoo hamil atau tidak, aku akan tetap menikahinya," lanjut Seokjin lagi dengan balik menatap Adhyaksa dengan tatapan yang tak kalah tajam.
Adhyaksa menghembuskan nafasnya panjang, ia mendudukan dirinya di kursi single sofa untuk menenangkan dirinya sebentar. Takut apabila dirinya menjadi kelepasan dan malah akan menyakiti putra sulungnya.
"Duduklah," titah Adhyaksa kepada Seokjin menyuruh putranya untuk duduk di kursi yang berada diseberang dan Seokjin pun menurut.
"Kamu tau apa yang paling Papa sesali dalam hidup?" tanya Adhyaksa ke arah Seokjin dengan menautkan jari-jarinya dalam genggaman. "Mencintai orang yang salah dan dibutakan oleh cinta."
Seokjin masih terdiam di posisinya, menatap lekat wajah laki-laki paruh baya dihadapannya. Dirinya masih setia untuk mendengarkan penuturan sang Papa lebih lanjut.
"Andaikan Papa bisa memutar waktu, Papa rasanya ingin sekali kembali ke masa lalu dan memperbaiki setiap detik kesalahan yang pernah Papa perbuat," ucapnya dengan menghembuskan nafas dan nada menyesal.
"Papa menyesal karena tidak memiliki kendali atas apa yang sudah Papa putuskan untuk diri sendiri." Adhyaksa menatap manik mata putranya. "Memilih pasangan seumur hidup adalah salah satunya."
"Papa hanya tidak ingin kamu gegabah, Seokjin. Menikah karena rasa tanggung jawab tanpa ada dasar cinta itu akan berat untuk dijalani. Papa hanya tidak mau kamu terjebak seperti papa dimasa lalu," ucapnya lagi.
Seokjin hanya tersenyum simpul. "Aku mengerti. Tapi tenang saja, Pa, aku tidak seperti itu," katanya dengan yakin.
"Aku tidak menikahi Jisoo karena dia kini sedang mengandung. Aku menikahinya karena itu Jisoo, wanita yang aku cintai." Seokjin menjawab dengan menautkan kedua tangannya di atas pahanya yang menyilang.
Adhyaksa tersenyum. "Belajar lah Seokjin, agar kelak kamu bisa menjadi orangtua sekaligus suami yang baik untuk istri dan juga anakmu."
Seokjin menganggukan kepalanya. "Tentu. Papa tidak perlu khawatirkan itu," balasnya lagi untuk meyakinkan.
"Hah, Papa tidak menyangka anak Papa sudah besar sekarang," ucap Adhyaksa dengan menghela nafasnya panjang. "Maaf Seokjin karena Papa belum bisa memberikan kebahagiaan kepadamu layaknya teman-temanmu lainnya."
"Terima kasih, Pa, karena sudah menjadi Papa yang baik untukku dan juga Jungkook. Mulai sekarang, mari kita hidup bahagia dan saling memaafkan."
Adhyaksa tersenyum simpul mendengarkan penuturan Seokjin. Sungguh, anaknya itu kini sudah tumbuh dewasa. Setidaknya, Adhyaksa bangga karena Seokjin tumbuh menjadi seorang laki-laki yang bertanggung jawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dear Friend | Jinsoo
RomanceOrang bilang tidak ada persahabatan murni antara laki-laki dan perempuan, tapi hal itu berbeda dengan kisah Seokjin dan Jisoo yang sudah menjalin hubungan persahabatan selama 15 tahun dari umur mereka 13 tahun hingga kini usia mereka menginjak 28 ta...