"hmm, I'll be there asap."Klik.
Lelaki yang kini hanya mengenakan celana selutut dengan bertelanjang dada itu meremas benda persegi berwarna hitam yang berada dalam genggamannya, tatapannya tajam menghunus keluar jendela dengan netra hijau kebiruannya yang membias cahaya matahari, rahang tegas nan kokoh nya mengetat, cukup menunjukkan jika kini lelaki berdarah thailand--eropa itu tengah menahan emosi.
Bibir tegasnya perlahan menunjukkan seringai tipis, namun tidak dengan netranya yang masih menunjukkan hal yang sama, tanda bahaya yang mungkin bisa membuat beberapa nyawa melayang entah dalam waktu berapa jam kedepan.
"Cukup bermain main Zachary, klan mu memang sudah seharusnya membusuk di neraka."
Gumaman darinya terdengar bersama dengan tangannya yang terkepal, tunggu sebentar lagi, pertumpahan darah itu akan benar benar terjadi.
"Welcome to the hell, rebel."
○○○○
"Ayolah Ci, selama ini kita gak pernah pergi bareng 'kan? Bentar doang, gak sampe malem kok, gue lagi bosen banget di rumah."
Cia memejamkan mata mendengar rengekan gadis di sampingnya, dari awal ia sampai di sekolah, hingga mereka istirahat sampai sekarang bel pulang baru sedetik berlalu, gadis yang kini menggerai rambutnya dengan bando putih yang menghias kepalanya itu memintanya--bukan lebih terkesan memaksanya untuk menemani jalan jalan, dengan alasan bosan di rumah dan ingin sekali kali hang out dengannya, padahal jelas jelas Cia sudah menjelaskan jika akan sulit baginya mendapat izin dari ayah dan para kakaknya, setelah menghilangnya ia beberapa minggu lalu ke empat bujang itu memang lebih protectiv padanya kecuali saat ia pergi bersama Gala, itupun Cia tau jika mereka lebih terkesan terpaksa mengizinkan, namun seakan tak mau tau, Milea--gadis hyper aktif itu seakan tak peduli dan tetap memaksanya.
"Lo bisa pergi bareng temen yang lain Mil," terang Cia dengan wajah di buat sebiasa mungkin, padahal ia sedikit dongkol dalam hati, bukan tak suka sebenarnya, Cia tau wajar saja bagi Milea untuk mengajaknya pergi seperti remaja pada umumnya, namun harusnya Milea sadar jika keluarganya berbeda, toh Cia juga tak terlalu suka belanja, seperti yang Milea katakan tadi, rencananya gadis itu akan mengajaknya hunting baju dan segela tetek bengeknya.
"Siapa? Setelah kejadian kemarin mereka juga banyak yang jauhin gue."
Cia melirik ke arah Milea, kejadian kemarin yang Milea maksud sudah di pastikan saat keluarganya memeberkan siapa ia sebenarnya, lalu mengapa Cia merasa jika Milea kini tengah menyindir dan menyalahkannya?
"Gak segampang itu buat gue dapet izin Milea--" Cia berkata jengah, ia mulai terganggu sekarang.
"Masa cuman--"
Drrttt.
Suara dering dari ponsel di atas meja membuat keduanya sama sama menengok, tentu dengan Milea yang kini kembali mengatupkan bibir bersama matanya yang dengan lancang melihat siapa yang kini menghubungi Milea.
Galaska.
Gadis itu menghela nafas, pasrah dengan Cia yang rasanya sulit sekali untuk ia ajak bersenang senang.
"Yaudahlah, lo kayaknya emang gak minat juga, gue harap lain kali lo bisa pertimbangin Ci, gue balik dulu."
Cia menatap Milea yang mulai meninggalkan kelas, ia berdehum singkat, bukan mengiyakan apa kata Milea, hanya merespon saat gadis itu mengatakan akan pulang, setelah kemarin Milea mengatakan hal yang mengganggunya, Cia merasa ia tak bisa menatap Milea kembali dari sudut pandang yang sama, entahlah Cia merasa ada yang berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You CIA! End✔️
Teen Fiction○ DISARANKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA ○ Sederhananya, ini kisah tentang Elicia dan kehidupan keduanya. Bersama dengan empat orang lelaki gila berdarah dingin yang hobi menyiksa. Mereka, keluarga terkuat dan pemilik perdagangan senjata terbesar di...