Suara tangisan itu menguasai sunyi, memecah hening dari kamar bernuansa putih yang kini terlihat remang, hanya ada lampu tidur di pojok ruangan yang menyala, selain itu tampak gelap yang tersisa.
Seseorang duduk meringkuk dengan selimut yang membungkus tubuh di samping lampu tidur, sesenggukan menyayat keluar dari mulut yang tak berhenti terisak dari beberapa menit lalu, jika bukan karna kamar itu yang kedap suara, maka bisa di pastikan jika seluruh penghuni mansion akan di buat kelimpungan dengan keadaannya sekarang.
"Jahat, hiks."
Tangannya sibuk memukul pada lantai dingin yang menjadi pelampias kekesalannya sedari tadi, benda persegi sejuta umat di sampingnya tak menunjukkan tanda tanda panggilan atau pesan masuk dari seseorang yang ia harapkan, padahal terhitung hampir 24 jam ia menunggu, namun sialnya pemilik nama lengkap Galaska Calix Chrysander itu seakan tak peduli dengan rindu yang ia rasakan seharian ini.
Mungkin Cia bisa menahannya saat Milea mengajaknya keluar tadi, bahkan hingga petang gadis itu baru mengantarnya Cia hanya memikirkan Gala beberapa kali, namun tidak untuk sekarang saat ia sedang sendiri, apa Gala tak merindukannya? Atau Gala tak peduli lagi padanya? Semua pikiran itu menyatu semakin membuat rasa sakit itu bertambah.
Cia tak tau mengapa kini ia menjadi begitu sensitif, padahal bisa saja Gala sibuk di rumah sakit, namun hatinya sulit menerima dan berpikir jika Gala mengabaikannya, ternyata ia memang sudah benar benar jatuh pada pesona Gala.
Suara dering pada ponselnya untuk ke sekian kali membuat Cia bergerak cepat, namun harapannya pupus saat terdapat sederet nomor asing disana, bibirnya semakin meraung keras, bahkan dengan spontan tangannya membanting ponsel bercassing putih itu dengan keras, ia tak peduli dengan nasib ponsel itu selanjutnya, yang ia inginkan sekarang hanya menangis sepuas puasnya entah sampai kapan.
"Gala sialan! Gala anjing! Gala bajingan! Benci Gala! Hiks gak mau ketemu lagi pokoknya--"
"Tapi gue kangen huaaaaa--"
Cia tak pernah merasa serindu ini pada seseorang sebelumnya, benar benar menyiksa rasanya, Cia kesal dengan Gala, ingin marah namun juga ingin melihat wajah tampan itu tanpa mau tau, apa Cia mulai gila sekarang?
Dering ponsel yang kembali terdengar membuat Cia menghentikan tangisnya sejenak, tanpa berdiri dan memilih bergerak mendorong badan dengan kaki, Cia mendekat ke arah ponselnya yang masih menunjukkan panggilan dari nomor yang sama.
Mencengkeram kuat ponselnya, Cia mengumpat saat benda itu tak menunjukkan tanda tanda akan retak atau rusak sedikitpun, Cia menggeram frustasi, ia menggeser tombol hijau dan berujung mengumpat tanpa menahan diri.
"Sialan! Anjing! Babi! Asu! Bangsat! Jangan ganggu gue brengsek! Lo tau gue lagi nangis enggak sih hah?!" Cia menjawab dengan menggebu, terlihat dada gadis itu bahkan naik turun, tak luput dengan mata berairnya yang melotot menandakan betapa emosinya gadis itu saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You CIA! End✔️
Jugendliteratur○ DISARANKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA ○ Sederhananya, ini kisah tentang Elicia dan kehidupan keduanya. Bersama dengan empat orang lelaki gila berdarah dingin yang hobi menyiksa. Mereka, keluarga terkuat dan pemilik perdagangan senjata terbesar di...