"Ingat untuk kabari aku setidaknya setiap tiga jam sekali."
"Iya--astaga! Kamu udah bilang itu lima kali keitung dari satu jam yang lalu."
Gala tersenyum tipis, ia menghela nafas menyembunyikan gelisah yang dari awal sengaja ia tutupi, entah kenapa ada rasa tak nyaman untuk kepergiannya kali ini.
"Aku pergi."
"Dan kamu udah pamit mau pergi dari dua puluh menit yang lalu tapi sampai sekarang kamu masih disini, niat apa enggak sih sebenernya Ga?" Tanya Cia jengkel, setelah mereka pulang dari tebing itu hingga sekarang, Gala memang tak sedikitpun mau ia tinggalkan, Cia tak tau mengapa sikap Gala yang dulunya cuek bebek itu kini beralih seperti seekor anak kucing yang tak mau di tinggal induknya.
Gala tergelak kecil, ia melirik ke arah seorang lelaki sedikit lebih dewasa darinya yang tak jauh dari tempatnya berada, lelaki itu mengangguk dua kali membuat Gala menghela nafas sembari memutuskan lirikan.
Tangannya merangkum wajah Cia, membawanya mendekat dan melabuhkan bibirnya pada kening Cia, beralih pada kedua mata, hidung, pipi dan terakhir pada sudut bibir Cia, hampir saja terlepas mengecup bibir Cia, namun ia sadar jika melakukannya sekarang, Gala yakin akan benar benar membatalkan penerbangannya.
Sedang Cia hanya bisa mengedipkan mata lambat, ia tak siap dengan apa yang Gala lakukan, apalagi dengan posisi mereka yang berada di tengah keramaian, beruntung semua orang sibuk dengan kegiatannya masing masing, Cia berdehum mengusir gugup karna gerakan Gala tadi.
"Udah, aku mau pulang, ngantuk."
Gala tau itu hanya alasan Cia, namun selain itu ia sendiri memang harus benar benar pergi sekarang.
"Aku pergi sekarang, sampai aku balik, jangan sampai kenapa napa, ingat permintaan aku Love, jangan sampai terluka seujung kukupun."
Cia mengangguk cepat, ia menggerakkan kedua ibu jarinya meyakinkan, di detik yang sama Gala benar benar melangkahkan kaki, menuju ke arah lelaki yang sedari tadi menunggunya--tidak, lelaki itu--Damian--tak akan pergi bersamanya, ia punya tugas penting yang pastinya jauh lebih penting dari pada mengurus para pemberontak di negara yang akan menjadi tujuannya.
"Pastikan kepalamu tetap di tempat sampai aku kembali nanti."
"Siap Sir!" Meski dengan kaki yang gemetar tiba tiba, Damian tetap menjawab tegas, akan lebih baik rasanya jika ia di suruh bertempur seperti biasanya dari pada harus menjaga Cia yang resikonya bisa menghilangkan nyawa.
○○○○
Cia menumpukan dagu pada meja, kedua tangannya sibuk menahan kelopak dari netra hazelnya agar tetap terbuka, rasa kantuk itu baru terasa sekarang, semalam Cia tak bisa tidur entah kenapa, pikirannya selalu tertuju pada Gala yang mungkin sekarang masih berada di dalam pesawat.
Hoamm.
"Sehat Bu?"
Cia melirik pada kedatangan seseorang di sampingnya bersama deritan bangku yang terdengar, ia berdehum sekilas, selain malas menjawab, netranya yang sulit terbuka menjadi alasan yang utama, selama ada dalam raga Cia ia memang selalu mencukupi waktu tidurnya, hanya kali ini ia benar benar di buat begadang dengan arti tak tidur sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You CIA! End✔️
Teen Fiction○ DISARANKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA ○ Sederhananya, ini kisah tentang Elicia dan kehidupan keduanya. Bersama dengan empat orang lelaki gila berdarah dingin yang hobi menyiksa. Mereka, keluarga terkuat dan pemilik perdagangan senjata terbesar di...