3. Regular Night

514 63 13
                                    

Perlahan menjadi tenang. Jennie mengembalikan salep itu ke tempatnya. Jisoo meniup pelan-pelan beberapa bagian yang masih terasa perih. Lalu, yang tidak terlihat, mereka berusaha menata hati masing-masing.

Jennie menuntun Jisoo supaya duduk di ranjang, kemudian mengambil sekotak donat dalam paper bag yang tadi sempat dia jatuhkan.

Jennie menaruh kotak itu di depan Jisoo, lalu membukanya. "Makan saja di sini. Oh iya, tanganmu pasti masih sakit. Aku akan menyuapimu." Jennie mengulurkan sebuah donat ke mulut Jisoo.

Jisoo memakannya meski agak tak berselera. Namun, ketika donat itu benar menyentuh lidah, rasanya Jisoo sanggup menghabiskan satu kotak itu.

"Lenganku hanya sakit, bukan tidak bisa digerakkan, aku masih bisa makan sendiri. Kau juga harus mencoba, rasanya sangat enak."

"Rasanya pasti sama saja, aku tidak suka." Jennie mengarahkan lagi donat yang dipegangnya pada Jisoo.

"Kau belum mencobanya, bagaimana bisa menilai begitu. Coba dulu." Jisoo mengambil sebuah donat berbalut gula halus. "Coba yang ini."

Jennie menggigit sedikit donat yang dipegang Jisoo.

"Hei, kalau menggigit seperti itu mana bisa terasa. Gigit yang banyak."

Jennie menyerah dan menggigitnya lebih banyak. Manik Jennie sedikit melebar begitu krim custard menyapa lidahnya.

"Enak, kan?"

"Yeah ... isiannya saja yang enak, donatnya biasa saja."

"Kau hanya malu mengakuinya, kalau sekarang kau suka donat."

"Tidak." Jennie memberikan tatapan datar pada Jisoo yang memberikan lirikan menggoda. "Katanya tanganmu masih bisa digerakkan, kan? Ya sudah, ini, makan sendiri." Jennie menuju kulkas mini yang berada di samping pintu menuju ruang ganti.

Jisoo sudah tidak memperhatikan. Dia sibuk memakan donat. Jisoo memakannya begitu lahap, seolah dia tidak pernah menangis tersedu-sedu beberapa menit lalu.

"Unnie, lihat."

Jisoo terkejut tak main-main, meski tidak sampai membuat dia tersedak donat dalam mulutnya.

"Kau dapat dari mana? Punya siapa itu?"

Jennie membawa sebotol tequila itu lebih dekat pada Jisoo. Tidak ada keraguan atau ketakutan, setiap langkah Jennie itu dipenuhi perasaan bangga.

"Bagaimana kau bisa mendapatkannya?"

"Aku mencurinya, dari bar mini Appa."

"Yak! Kau sudah gila?!" Jisoo segera menutup mulutnya karena reflek berteriak. "Bagaimana kalau Appa sampai tau? Kau mau mati? Kembalikan itu sekarang."

Jennie cuma menggeleng sebagai jawaban. Jisoo juga menggeleng menirukan Jennie dengan raut wajah tak percaya.

"Hwang Jennie, taruh ke tempat itu berasal."

"Sudahlah, Unnie, ini bukan pertama kali aku mengambilnya. Malam ini, akan kuajari bagaimana orang dewasa minum."

"Bukan pertama kali? Jennie-ya, apa yang terjadi padamu? Sudah berapa kali kau minum benda seperti ini? Aku sungguh ... kenapa kau melakukannya? Bagaimana kalau kau sampai sakit? Minuman ini ... minuman ini belum boleh diminum orang-orang seperti kita. Kalau Appa dan Eomma sampai tau, matilah kau, matilah aku."

Jennie mengecup pipi Jisoo dengan maksud menenangkannya. Tentu itu tidak bekerja. Jisoo sungguh kehilangan kata dan tak habis pikir Jennie bisa seliar itu.

"Tunggu di sini, aku akan mengambil gelas. Jaga minumannya selama aku pergi, jangan sampai ada yang tau." Jennie pergi begitu saja.

"Yak! Jennie-ya, Hwang Jennie."

TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang