18. Two Sides

468 50 19
                                    

Hati dan tekad Chaeyoung sudah bulat. Hari ini akan semakin lancar karena dia tidak ada kelas, dan Lisa sudah berangkat kuliah.

Chaeyoung hampir mengetuk pintu saat Jisoo lebih dulu membukanya dari dalam. Chaeyoung menemukan senyum Jisoo. Jisoo berpakaian rapi dan hidup normal seperti biasanya. Tidak ada secercah rasa bersalah terlihat di wajah cantik itu. Chaeyoung tidak heran. Selama ini wajah Jisoo kan selalu begitu, seperti tidak punya dosa dan murni.

"Chaeyoung-ah?" Jisoo memanggil sebab Chaeyoung dari tadi diam seakan pikirannya melayang ke lain tempat.

"Ah, maaf, Unnie. Ada hal yang menggangguku belakangan. Aku ingin meminjam apa itu namanya ... ck, aku ingin meminjam charger. Punyaku rusak, jadi--"

"Cari saja di dalam, ya. Aku sudah terlambat." Jisoo hendak pergi, tapi Chaeyoung segera bergeser menghalangi.

"Apa Jennie unnie tidak berangkat?"

"Dia sudah ke bawah duluan. Maaf, aku benar-benar harus pergi sekarang." Jisoo memegang sebentar sebelah pipi Chaeyoung, lalu pergi.

Raut Chaeyoung yang semula menghadirkan senyum kini hanya rata, namun hatinya jadi ragu harus benar masuk ke dalam atau kembali ke kamar dan menelan rasa terkhianati yang dia rasakan.

Chaeyoung memilih masuk, tak tanggung menutup pintu. Menurut informasi hasil menguping semalam, Jisoo pernah diam-diam menerbitkan buku, berarti Jeewon tidak pernah setuju Jisoo menulis. Itu dia satu-satunya senjata.

Semoga Jisoo masih belum berhenti menulis bahkan menerbitkan buku. Chaeyoung harus terus mencari. Entah apa saja, dia harus menemukan sesuatu.

Dalam sudut pandang Chaeyoung yang hanya tahu sebagian fakta, Jeewon tidak pernah mengungkapkan fakta itu karena terikat kesepakatan dengan Jisoo. Sehingga dengan mengungkap kalau Jisoo masih menulis, Chaeyoung pikir itu akan membebaskan Jeewon dari keterikatan pada kesepakatannya dengan Jisoo.

Chaeyoung membuka setiap laci atau barang apa pun yang memiliki potensi digunakan sebagai tempat menyembunyikan rahasia. Itu dia. Chaeyoung menemukan charger-nya. Namun, bukan itu yang sesungguhnya dia cari.

Chaeyoung hampir menyerah mencari. Dia mengambil charger itu agar Jisoo tidak curiga. Chaeyoung mau pergi dari sana, namun lensanya menemukan sebuah laptop tergeletak di atas meja depan sofa.

Jisoo pernah menerbitkan buku, artinya Jisoo bukan penulis baru. Andai kata Jisoo belum berhenti menulis, pasti di laptopnya akan tersimpan sesuatu yang mendukung kegiatan terlarang bagi Jisoo itu. Setidaknya pasti ada jejak berupa draft cerita terdahulu atau yang sedang Jisoo tulis.

Memandang laptop itu dari jauh, Chaeyoung menggenggam makin erat charger dengan kedua tangan. "Ayo, Chaeyoung. Dia yang lebih dulu mengkhianatimu. Ingat apa yang selama ini kau dan Lisa alami." Chaeyoung menghembuskan nafas, melangkah ke arah laptop itu.

Chaeyoung meletakkan charger di meja. Membawa laptop ke pangkuan berharap menemukan kenyamanan dalam duduknya.

Chaeyoung sudah menduga kalau laptop itu terkunci. Dia butuh kata sandi. Chaeyoung menggigit bibirnya. Memejamkan mata, mencoba mengingat atau menemukan sesuatu yang mungkin dijadikan kata sandi laptop oleh Jisoo.

Kelopak mata Chaeyoung terbuka merasa tersesat. "Ini sulit. Kalau sampai menggunakan tanggal lahir, ada banyak kemungkinan. Jisoo unnie bisa saja menggunakan hanya huruf atau hanya angka, atau mungkin dua-duanya. Yang paling sederhana dulu, Chaeyoung." Matanya kembali terpejam.

"Kalau kau Jisoo unnie, apa kata sandi yang paling mungkin kau gunakan?" Chaeyoung melihat dua hal, lebih tepat dua orang. Di mana ada Jisoo, juga ada Jennie di sana. "Jisoo unnie, Jennie unnie."

TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang