Pintu ruang kerja Jeewon terbuka, dengan Jisoo yang pertama terlihat. Jennie sudah yakin, begitu keluar dari sana Jisoo pasti akan langsung memeluknya, atau setidaknya menghampirinya. Jennie hampir berlari sekaligus merentangkan tangan, namun Jisoo melewatinya begitu saja, bahkan tidak memandangnya.
Jisoo berhenti ketika Dara menghadang. Hati Jisoo menghangat saat Dara mengusap lembut ujung bibirnya yang berbekas tamparan Jeewon. Namun, sama sekali tidak ada kehangatan di wajah Jisoo. Tekadnya masih bulat.
Jisoo mungkin saja bisa menyesali keputusannya ini, tapi dia sadar, setiap pilihan yang ada di depannya memiliki titik penyesalannya masing-masing. Keputusannya untuk pergi atau tidak, pasti ada saat-saat di mana dia akan menyesal. Jisoo sedang memilih yang diyakini dan diinginkan hatinya.
Jisoo melerai tangan Dara dari menyentuh wajahnya penuh sayang.
"Unnie ...."
Sekarang rasanya bahkan sulit untuk menengok menuruti panggilan Jennie. Jisoo juga takut keyakinannya bisa dibimbangkan tatapan Jennie, maka Jisoo begitu saja pergi menuju kamarnya.
Kepergian Jisoo diikuti Jennie. Chaeyoung dan Lisa terdiam di tempat mereka, tidak mengikuti Jisoo dan Jennie, atau ibu mereka yang masuk ke ruangan Jeewon.
Rasa bersalah menuntun kaki Chaeyoung hendak mengikuti Jennie, namun Lisa memegang lengannya.
"Kalau Jennie unnie tidak bisa, kita juga tidak. Kita harus memberi waktu mereka bicara berdua. Itu yang paling penting saat ini."
Jennie melihat jelas melalui matanya, tindakan apa yang sedang dan akan Jisoo pilih. Jisoo mengambil koper dari lemari. Mengisinya dengan banyak pakaian. Selanjutnya dia akan pergi.
"Unnie akan meninggalkanku? Sendirian di sini?"
"Seperti yang kau bilang, katamu kita sudah terlalu melekat, itu membuat kita menyakiti satu sama lain atau diri sendiri." Jisoo memasukkan semakin banyak pakaian. Dia tidak tahu tujuannya ke mana, tetapi inilah kesempatannya untuk mencicipi kebebasan.
Dengan menghapus air mata, Jennie menyentak sakit hati yang dia rasakan atas penolakan Jisoo untuk memikirkannya.
"Aku akan ikut denganmu!"
"Kau masih sangat kekanak-kanakan. Itu merepotkan. Aku akan sibuk dan tidak akan punya cukup kesabaran untuk selalu mengalah dan membujukmu yang mudah kesal. Bahkan mungkin aku tidak mau berbagi makanan denganmu." Jisoo memandangnya dengan meremehkan, seakan memang sudah lelah dengan semua tingkah Jennie. Itu harus dilakukan. Jennie harus sakit hati atas perilaku Jisoo sehingga Jisoo bisa pergi dengan tenang, karena tahu Jennie tidak akan terus memikirkannya.
Jennie memegang bahu Jisoo, mendorongnya menjauh dari lemari pakaian, berharap dengan itu bisa menyadarkan Jisoo dan mengembalikan Jisoo yang biasanya.
"Ada apa denganmu? Kau mau bilang apa sebenarnya? Aku selalu membuat Unnie kerepotan? Aku akan memperbaikinya. Aku tidak akan egois." Mata Jennie berharap penuh pada Jisoo.
"Tidak, kau harus hidup dengan egois. Teruslah bersikap egois, pikirkan hidupmu sendiri. Kita butuh sikap seperti itu."
Jennie menarik Jisoo agar tetap menatapnya. "Maka sekarang giliranku. Aku akan menerima dan memaklumi keegoisanmu."
"Maka kukatakan, jangan membuat kesalahan sama seperti yang telah kulakukan. Hiduplah untuk hidupmu dan terus buka matamu, sehingga ketika keinginanmu sudah di depan mata, kau yang pertama kali menyadarinya. Perlu kuingatkan? Bukan aku yang pertama memutuskan pergi, tapi kau." Jisoo menyingkirkan tangan Jennie darinya. Mengambil tas selempangnya, menutup resleting koper, lantas membawa koper itu meninggalkan ruang ganti dan Jennie.

KAMU SEDANG MEMBACA
Twins
Fanfiction[REMAKE VERSION] Pasti akan ada satu titik di mana kita semua dipaksa bersatu, benar-benar bersatu.