Sudah menjadi keseharian Chaeyoung dan Lisa ketika di sekolah, mereka berdua selalu menjadi pusat perhatian ketika tidak ada guru di kelas mereka. Sayang sekali bukan pusat perhatian dalam artian positif.
Teman-teman Chaeyoung dan Lisa di kelas 3-B itu akan mengerubungi mereka, bahkan meski mereka hanya diam di tempat duduknya.
Chaeyoung dan Lisa sudah dua kali pindah sekolah. Ini adalah sekolah terbaru mereka sejak dua minggu yang lalu. Di mana pun sekolahnya, tetap tidak ada bedanya. Mereka masih sering diganggu. Bukan karena miskin atau punya kelainan fisik dan mental, tapi karena mereka tidak punya ayah.
Bagaimana mungkin anak kecil seperti teman-teman Chaeyoung dan Lisa bisa mengerti persoalan orang dewasa seperti itu? Orang tua mereka memang tidak menyuruh mereka untuk mengganggu Chaeyoung dan Lisa, tapi menyuruh mereka menjauhinya. Begitulah cara anak-anak itu tahu kalau anak-anak seperti Chaeyoung dan Lisa memang pantas dijauhi dan dihina.
Lisa begitu terkejut ketika seseorang menuang tinta spidol ke seragamnya. Kini jas kuningnya telah ternoda tinta berwarna hitam.
Chaeyoung berdiri mendorong meja di depannya sekuat tenaga sehingga bocah yang berdiri di depan meja itu terjatuh dengan meja menimpanya.
"Kenapa kalian selalu mengganggu kami? Apa salahku dan adikku pada kalian? Kami tidak pernah mengganggu kalian!" Suara Chaeyoung mungkin terdengar marah dan berani, tapi rasanya dia sudah ingin menangis.
Bukan hanya hari ini Chaeyoung dan Lisa diperlakukan seperti ini. Mereka hanya anak-anak biasa yang ingin bisa sekolah dan mendapat teman yang baik. Anak-anak di sana memperlakukan mereka seolah mereka adalah anak jahat yang pantas dihukum.
Anak laki-laki yang Chaeyoung jatuhkan tadi sekarang sedang menangis. Itu tidak menghentikan anak-anak lain untuk mengganggu Chaeyoung dan Lisa, justru adalah pemicu yang akan semakin membakar keadaan.
"Yaa! Berani sekali kau membuat dia menangis. Apa kau tidak tau siapa ayahnya? Ayahnya Yeonji itu seorang pengacara yang terkenal. Kalau Yeonji sampai mengadu pada ayahnya, kalian berdua dan ibu murahan kalian itu akan masuk penjara."
"Tidak seperti kalian yang tidak punya ayah! Tidak ada yang bisa melindungi kalian, Anak Haram!"
Sorakan, teriakan, dan ejekan lainnya. Banyak hal itu memenuhi telinga Chaeyoung dan Lisa. Chaeyoung berusaha melindungi Lisa dengan memeluknya ketika anak-anak lain mulai mendorongi mereka berdua.
Dua orang siswi yang duduk di bangku agak belakang memandang itu dari tempat duduk mereka. Jisoo dan Jennie tidak begitu peduli pada Chaeyoung dan Lisa atau masalah mereka, namun lama-lama mereka juga merasa terganggu oleh peristiwa yang terjadi secara berulang itu.
"Jendeukie, kalau kau tidak mau ikut, aku saja yang akan memanggil guru."
Jennie yang bertubuh mungil melipat tangannya di depan dada. "Itu akan butuh waktu yang lama. Saat kau kembali ke sini, mereka bisa saja sudah mati."
"Apa kau sedang serius?"
"Kita hajar saja mereka. Eomma bilang, mengganggu orang lain itu tidak baik, kan? Aku akan memberi pelajaran pada mereka."
"Dengan tubuh kecil kita ini? Kita juga bisa ikut mati, apalagi kalau Appa sampai tau."
"Unnie, ingat sebuah ungkapan, kecil-kecil cabe rawit. Kita pasti bisa. Soal Appa itu nanti saja. Ikuti rencanaku, kita serang saja secara sembarangan. Pokoknya dorong-dorong saja mereka sampai jatuh."
"Kedengarannya tidak seperti rencana yang bagus."
"Satu, dua, tiga!"
Jisoo berlari mengikuti Jennie. Jennie begitu lancar mendorong mereka. Jisoo yang ragu-ragu banyak kehilangan korban karena direbut Jennie.

KAMU SEDANG MEMBACA
Twins
Fanfiction[REMAKE VERSION] Pasti akan ada satu titik di mana kita semua dipaksa bersatu, benar-benar bersatu.