8. Freedom

492 66 11
                                    

Jisoo menaruh ponselnya di nakas. Dia segera bangkit. Ini sudah cukup malam sehingga Jisoo bisa menemukan ayahnya di ruang kerja.

Jennie yang terbaring di samping Jisoo sangat paham apa yang ada dalam pikiran Jisoo saat ini. "Aku ingin menemanimu bertemu Appa."

Tatapan Jisoo cukup menjelaskan pada Jennie bahwa Jisoo agak keberatan dengan permintaan itu.

"Aku tidak akan bilang apa-apa. Aku hanya ingin menemanimu." Jennie akhirnya mendapatkan senyum yang tak akan pernah bosan dia pandang.

Seolah dalam senyum Jisoo terpancar ketulusan dan rasa syukur karena Jennie selalu ada untuknya. Jennie ingin bisa terus melihat senyum itu.

Mereka masuk ke ruangan Jeewon. Jisoo berdiri di depan meja kerja Jeewon, lain halnya dengan Jennie yang seenaknya berbaring di sofa sengaja menunjukkan ketidaksopanan.

"Jennie, apa kau tidak punya sopan santun?" Teguran Jeewon hanya angin lalu di telinga Jennie.

Sama seperti Jeewon yang jarang sekali mendengarkan pendapat orang lain, seperti itulah Jennie saat ini dan mungkin selamanya, apalagi kalau berhadapan dengan Jeewon itu sendiri.

"Ada apa, Jisoo-ya? Apa yang kau inginkan?"

Jisoo tidak salah dengar. Bahkan Jennie sampai menoleh saking tak percaya ayah mereka bicara lembut seperti itu bahkan bertanya apa yang Jisoo inginkan.

"Aku ingin minta maaf soal tadi pagi, Appa. Aku bersikap berlebihan dan tidak sopan. Maafkan aku, Appa." Jisoo menundukkan kepalanya tulus meminta maaf.

Jeewon memandang Jisoo yang masih menunduk. Jeewon melihat banyak hal yang menggambarkan Seo young dalam diri Jisoo.

Kau begitu baik seperti ibumu. Itu membuat perasaan Appa tidak beraturan.

Jennie tidak percaya melihat tatapan seperti itu dari Jeewon untuk Jisoo. Biasanya Jeewon selalu menatap dengan kaku dan tegas, sangat berbeda dengan tatapan yang terlihat sekarang. Itu seperti tatapan seorang ayah yang benar menyayangi putrinya. Entah apa yang terjadi. Jennie rasa ayah mereka mungkin sedang mengalami gangguan mental sehingga salah memasang ekspresi.

"Jangan ulangi lagi kesalahanmu. Kau boleh pergi dari sini."

Jennie mendekat berdiri di samping Jisoo, merasa memiliki kesempatan untuk mengeluarkan suara. "Tadi Appa bertanya apa yang Jisoo unnie inginkan. Dia ingin bisa bebas pergi ke mana pun dan juga menulis buku. Sekarang bagaimana? Apa bisa?"

Jisoo menarik tangan Jennie diam-diam untuk menghentikannya. Padahal Jennie sudah berjanji tidak akan mengatakan apa-apa.

"Tidak, Appa. Jennie hanya asal bicara--"

"Aku tidak asal bicara. Bagaimana, Appa? Tadi Appa sendiri yang bertanya."

"Baiklah. Jisoo bisa pergi ke mana pun yang dia inginkan, tapi tidak untuk menulis."

Jennie tetap ingin bicara meski Jisoo semakin meremas tangannya.

"Kenapa? Kenapa tidak boleh menulis? Apa menulis itu perbuatan yang hina? Bahkan Eomma saja seorang penulis. Kalau Appa tidak ingin memiliki anak yang suka menulis ya seharusnya jangan menikah dengan seorang penulis."

Jeewon sampai kehabisan suara untuk menghadapi putrinya yang satu ini. Jennie tidak segan mengatakan segala yang ada di pikirannya dan kadang bisa mematikan lawan bicaranya.

"Aku tidak ingin menulis, Appa. Appa mengizinkanku bebas keluar saja aku sudah senang. Tolong jangan dengarkan apa yang baru saja Jennie katakan." Tak berlama-lama Jisoo menarik Jennie meski harus dengan paksaan.

TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang