Jennie geleng-geleng kepala menemukan Jisoo membungkus diri berselimut tebal. Itulah akibatnya kalau cari penyakit. Penyakitnya jadi benar-benar datang.
"Mau kubawakan makanan?"
"Terserah." Jisoo memejamkan mata, merapatkan selimut. Dia merasa begitu dingin, pening, dan hembusan nafasnya terasa lebih panas dari biasanya.
Jisoo membuka mata ketika merasakan Jennie duduk di depan tubuh Jisoo yang miring.
"Jangan ceramah sekarang," keluh Jisoo lemah.
"Aku hanya ingin memeriksa suhu badanmu." Jennie menempelkan telapak tangannya ke dahi Jisoo. "Kau demam. Mau makan apa?"
"Apa saja, pergi sana. Aku pusing, tidak mau berpikir."
"Dasar, saat sakit kau jadi menyebalkan."
Jennie mau pergi mengambilkan Jisoo makan, namun Jisoo segera menghentikan. "Jendeukie, bagaimana berita itu?"
"Katanya tidak mau berpikir. Kenapa kau sangat khawatir soal itu? Pikirkan keadaanmu dulu. Aku akan mengambil makanan lalu kau akan minum obat."
Jisoo kembali memejamkan mata, namun kini pikirannya jadi bercabang. Jisoo begitu takut Jennie mengetahui bahwa Chaeyoung dan Lisa adalah saudari se-ayah mereka. Jisoo seolah begitu yakin Jennie akan langsung kembali membenci Dara, Chaeyoung, serta Lisa. Namun, kini ketakutannya bertambah. Jisoo juga sangat takut mereka semua tahu bahwa dirinyalah yang meminta Jeewon agar tak mengungkap fakta itu.
Beberapa saat berlalu hingga Jennie kembali dengan membawa makanan. Jisoo kadang bisa membuat heran, dan kini membuat Jennie kian berprasangka tidak-tidak. Bukan hal besar ketika Jennie melihat Jisoo berpaku mata pada ponsel. Namun, itu berlawanan dengan kalimat dan ekspresi Jisoo beberapa saat lalu yang bahkan tidak mau berpikir tentang menu makanan yang diinginkan.
"Ada apa di ponselku sehingga Unnie mengesampingkan rasa pusing?"
Jisoo menaruh asal ponsel Jennie ke sampingnya. "Bobby. Dia menunggu di depan," ujar Jisoo bernada lesu.
Jennie kira Jisoo sedang memantau berita terkait artikel itu, ternyata hanya Bobby.
"Kupikir aku harus menemuinya agar cepat selesai. Aku akan menemuinya setelah menyuapimu." Jennie menaruh segelas air di nakas, lalu duduk di tepi ranjang.
Jisoo ikut duduk, mengerti Jennie di sana datang untuk menyuapi.
Jisoo mengambil sepiring makanan itu dari tangan Jennie. "Aku masih bisa makan sendiri. Kau bisa menemuinya sekarang. Minta antar Kriss oppa, Chaeyoung, atau Lisa. Kalau sampai di macam-macam, teriak--"
"Iya, Eomma." Jennie mencium pipi Jisoo supaya berhenti mengomel. "Aku tidak akan lama. Janji."
Begitu pintu tertutup menandakan Jennie benar telah pergi, Jisoo menaruh piringnya ke nakas. Jisoo harus mengurus berita itu, meski bukan benar-benar dia yang akan melakukan, tapi ayahnya. Mengapa Jeewon membuang banyak waktu hanya untuk menutup berita itu? Dia dan ayahnya sudah melakukan kesepakatan. Jisoo sudah selalu menurut, tapi begitu lama Jeewon mengatasi masalah ini.
Jisoo menuju ruang kerja ayahnya. Rasa kedinginan dan pening yang dia rasakan tak sebesar rasa takutnya kehilangan ketenangan dan kemajuan hubungan persaudaraannya bersama ketiga adiknya. Mereka hampir sampai pada titik tidak akan pernah saling meninggalkan lagi. Bukanlah hal mudah dan lancar untuk bisa sampai di titik ini.
Selalu ada keraguan dan gentar di hati saat Jisoo melangkah masuk dari pintu ruang kerja Jeewon. Tak lupa menutup pintu, Jisoo semakin dekat pada meja ayahnya.
"Appa, tentang artikel itu ...."
"Tidak akan terjadi apa-apa. Kita hanya perlu diam. Seperti kebanyakan berita panas yang menjadi basi, artikel itu pun akan begitu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Twins
Fanfiction[REMAKE VERSION] Pasti akan ada satu titik di mana kita semua dipaksa bersatu, benar-benar bersatu.