Seketika sampai di kamar, Jennie menarik laci nakas tempat dia biasa menaruh charger. Ponselnya tengah sekarat dan pengisi daya itu tidak ada dalam keadaan genting begini.
Jisoo menghentikan diri dari menuju ke ruang ganti. "Sedang mencari apa?" tanya Jisoo melihat Jennie kebingungan ke sana kemari.
"Kau melihat charger-ku?"
"Pasti ada di tempatnya. Aku yang terakhir kali memakai, kutaruh di tempat biasanya." Jisoo tidak bisa bilang pakai saja milikku, karena miliknya sudah rusak. Jisoo saja juga selalu meminjam punya Jennie.
"Kalau ada di tempat biasa, aku pasti tidak bingung mencarinya."
Jisoo turut mencari. Awas saja kalau sampai ketemu di laci biasanya. Membuka laci yang sudah dibuka Jennie tadi, Jisoo memang tidak menemukannya. Dia terdiam sejenak.
"Ah ... aku baru ingat. Tadi sebelum aku turun, Chaeyoung bilang ingin pinjam charger. Pasti ada padanya."
Jennie memandang Jisoo tak percaya. Sepuluh menit waktu Jennie terbuang untuk menemukan barang yang memang tidak ada di kamar ini. Padahal ponselnya sedang berada di saat-saat terakhir.
"Jangan melihatku begitu. Aku kan manusia yang juga bisa lupa. Biar kuambilkan."
"Tidak perlu. Aku saja. Unnie fokus saja memperbaiki otak yang kelihatannya semakin rusak." Jennie melangkah cepat menghindari Jisoo.
"Yak, kurang ajar!"
Jennie mengetuk secara beruntun pintu kamar Chaeyoung. Tak kunjung dibuka, Jennie beranggapan Chaeyoung tidak ada di kamarnya. Terpaksa Jennie masuk sendiri ke dalam demi menyelamatkan hidup ponselnya.
Mata Jennie berkelana menyusuri kamar itu. Dia melihat charger di meja rias, samping laptop Chaeyoung yang masih menyala, artinya Chaeyoung masih belum lama keluar dari kamar.
Jennie mengambil charger dan hampir pergi begitu saja, namun urung ketika dia membaca sekilas judul artikel di layar laptop Chaeyoung.
Jennie menaruh charger beserta ponselnya, seakan menyelamatkan ponsel itu kini tidak lagi menjadi prioritas utama.
Beberapa kali membaca dan memastikan, Jennie tidak percaya dia mendapati ini di laptop Chaeyoung. Artikel itu baru dipublikasikan satu jam yang lalu. Meski sudah tersebar, tidak terlalu terlambat untuk menghapusnya. Tidak ada kata terlambat dalam menyelamatkan Jisoo dari amukan Jeewon.
Tercipta kerutan di dahi Jennie saat laptop itu diambil dari hadapannya. Alis Jennie hampir menyatu melihat Chaeyoung yang melakukan itu.
"Apa Unnie tidak tau yang dinamakan privasi?"
Jennie berdiri masih berusaha menahan tindakan yang berlandaskan emosi. "Jangan bicara privasi di depanku, saat kau sendiri tidak menghargai privasi orang! Apa yang kau lakukan ha? Kenapa?" Suara Jennie melemah. Terdengar begitu terluka.
Jennie mendorong bahu Chaeyoung karena Chaeyoung diam saja dan justru menampakkan wajah tidak serius, menganggap enteng masalah yang telah dia perbuat.
Chaeyoung menutup dan menaruh laptopnya di meja rias dekatnya. Meski agak ragu, Chaeyoung maju lebih dekat dengan Jennie.
"Beraninya kau--"
"Kenapa aku harus takut?! Aku seharusnya merasa bersalah?! Kenapa aku harus?!"
"Karena kelakuanmu ini akan menyakiti Jisoo unnie! Kau masuk ke kamar kami dan memanfaatkan kepercayaan Jisoo unnie padamu untuk mengambil informasi itu. Menurutmu itu tidak pantas membuatmu merasa bersalah?" Kemarahan dan sakit hati menyebabkan mata Jennie berkilat air mata.

KAMU SEDANG MEMBACA
Twins
Fanfiction[REMAKE VERSION] Pasti akan ada satu titik di mana kita semua dipaksa bersatu, benar-benar bersatu.