04. Hadiah Dari Manggala

72 7 0
                                    

WARNING!

CERITA INI MENGADUNG UNSUR KEKERASAN, PELECEHAN, KATA-KATA KASAR, DAN BEBERAPA HAL BURUK YANG TIDAK PANTAS UNTUK DITIRU.

SEMUA TOKOH, RAS, AGAMA, DAN LATAR HANYA FIKTIF BELAKA.

SELAMAT MEMBACA.

Bantu koreksi typonya yaa.

⊙⊙⊙⊙

Ruhi keluar dari bilik toilet, mengayun langkah kaki ke wastafel. Ruhi menatap dirinya dipantulan cermin-wajah kusamnya terlihat lelah, ada memar yang mengintip dibalik hijabnya. Kepala Ruhi tertunduk, napasnya berembus berat saat Ruhi menutup aliran air lalu menekan keran air. Telunjuk Ruhi mengusap pelan pergelangan tangan-menatap datar garis-garis luka, ada bekas darah yang mengering.

Mata Ruhi terpejam, "Ishh," bibirnya mendesis pelan kala menekan lukanya hingga mengelaurkan cairan kental berwarna merah yang langsung jatuh dan bercampur ke tampungan air wastafel.

Tidak berselang lama, kepala Ruhi menoleh cepat ketika mendengar pintu toilet terbuka kasar. Gerak tangan Ruhi menggantung saat mendapati ada orang lain yang masuk. Ah, Ruhi lupa mengunci pintu.

"Aku cari-cari kamu, terus Kevin bilang kamu izin ke toilet." Cendana melangkah ke tempat Ruhi setelah mengunci pintu, menjaga-jaga supaya tidak ada orang lain yang masuk.

Tangan Ruhi saling menjauh, "Kenapa kamu ke sini?" tanya Ruhi, tidak berusaha menyembunyi apa pun dari Cendana.

Cendana menyorot tajam Ruhi, meletakan kotak P3K yang diam-diam diambilnya dari ruang UKS. "Kapan kamu berhenti menyakiti diri sendiri, Ruhi? Apa kamu enggak bosan?" Cendana balas bertanya, jelas sekali bahwa dia sedang mengabaikannya. Cendana meraih tangan Ruhi, menyusut handsock hingga menumpuk ke siku.

Cendana menatap nanar darah di pergelengan Ruhi, lalu menggeleng-geleng. "Kapan sembuhnya kalo kamu gini?"

Ruhi menarik kembali tangannya, menghalau saat Cendana berusaha meraih tangannya. "Kenapa kamu peduli?" Ruhi meneleng, lalu mengangkat tangan.

Cendana menarik napas dalam-dalam, kemudian melangkah maju satu langkah dan melompat kecil-menarik kencang tangan Ruhi sampai sang empunya meringis kesakitan. "Karena aku peduli. Aku cukup menahan diri untuk nggak bertanya ini-itu ke kamu, tapi saat aku melihat jelas lengan seragam kamu berdarah aku enggak bisa menahan diri." Cendana menuangkan antiseptik dalam jumlah banyak ke lengan Ruhi.

"Kalo mau nangis, ya nangis aja nggak usah ditahan. Aku tau ini sakit, kan?"

Ruhi membuang wajah, tidak menjawab. Memang sakit, tetapi Ruhi memilih abai pada apa yang membuatnya terluka. Ruhi menatap gel bening dioleskan Cendana lalu membalut lengannya dengan kain kasa.

"Selesai."

Cendana tersenyum menatap lengan Ruhi, menutup kotak P3K. "Ayo kembali ke kelas." Ruhi mengangguk, mengikuti Cendana keluar dari toilet. Ada senyum tipis membingkai wajah Ruhi saat menatap lengannya, lalu bergumam pelan, " Terima kasih."

⊙⊙⊙⊙

Manggala menjuahkan tangan kiri yang menopang dagu, ada gerak pada alis kirinya lalu menyipitkan mata pada arah pandang yang tertuju ke sosok Ruhi. kemudian kepala Manggala berputar ke kanan dan kiri-memperhatikan kondisi kelas. Hanya ada dua orang yang menghuni kelas dia dan Ruhi. Setelahnya tubuh Manggala bergerak ke belakang, membawa tangan kiri menjaungkau tas sekolah di gantungan meja. Mencari-cari sesuatu yang sudah disimpan sejak semalam.

RUHI: Luka dan TraumaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang