12. Cinta Yang Telah Memudar

21 1 0
                                    


WARNING!

CERITA INI MENGADUNG UNSUR KEKERASAN, PELECEHAN, KATA-KATA KASAR, DAN BEBERAPA HAL BURUK YANG TIDAK PANTAS UNTUK DITIRU.

SEMUA TOKOH, RAS, AGAMA, DAN LATAR HANYA FIKTIF BELAKA.

SELAMAT MEMBACA.





●●●●


Sasmita menggeratkan tangannya pada baki yang dibawanya ke meja nomor tiga—dekat dengan panggung yang dipenuhi manusia-manusia yang kehausan akan gemerlapnya dunia malam—saling meliuk-liukkan tubuh mereka, menari tanpa henti dan tidak mempedulikan sentuhan-sentuhan sensual yang diterimanya.

Sasmita menaikkan tatapan seraya meletakkan pesanan minuman penuh akan kepahitan hidup dan membakar jiwa. "Silakan menikmati waktu kalian." ucap Sasmita, lalu senyuman terkembang diwajahnya. Tidak, bukan senyuman profesional melainkan senyuman penuh dengan permusuhan yang ditunjukkan kepada sang suami bersama selingkuhannya.

Sasmita menegakkan tubuh, lalu memutar setengah tubuhnya. Sasmita kembali menunjukkan senyuman palsu kepada Kania Ekanta—selingkuhan sang suami. Kania memiliki arti kecantikan dan Ekanta—gadis yang tekun. Sasmita akui Kania Ekanta memang wanita yang sangat tekun dalam menggoda suaminya menggunakan keahlian yang telah lama ditekuni sebagai ayam kampus.

"Ah, Kania kamu memang cantik seperti namamu, tapi jangan lupakan bahwa ketika kamu mengambil suami orang lain. Maka, kamu harus siap ketika milikmu juga berpaling darimu." Sepanjang kehidupan Sasmita, dirinya tidak pernah memberikan sindiran secara halus karena Sasmita adalah wanita yang keras.

Kania hendak berdiri dari duduknya—ingin membalas perkataan istri dari kekasihnya. Namun, Budi menahan lengannya. "Jangan terpancing emosi, biarkan saja dia." ujar Budi.

Kania menoleh dengan raut wajah penuh amarah. "Istri kamu yang memulai, aku harus membalasnya." Kania ingin sekali menjambak rambut Sasmita.

"Kamu memang bisa membalasnya, tapi kamu harus ingat kamu sedang hamil muda."

Bibir Kania manyun, lalu menganggukkan kepalanya. Kemudian Kania menjatuhkan kepalanya ke dada Budi dan tersenyum miring saat Sasmita menatapnya.

Sasmita memperhatikan suaminya berselingkuh terang-terangan, tidak ada yang menyakitkan baginya karena Sasmita tahu sejak lama cinta Budi terhadap perlahan memudar. Budi tenggelam bersama kenikmatannya dan melupakan ada istri dan anak-anak yang selalu menantikan Budi naik ke permukaan lautan.

Sasmita tersenyum samar, sekarang bukan waktunya meratapi nasib malang yang menimpanya karena Sasmita harus bekerja lebih keras agar bisa mengobati putri-putrinya.

Dadanya tidak lagi terasa sesak setiap kali Budi bersikap kasar padanya, hanya ada kekosongan yang merayap memenuhi ruang terdalam di hatinya.

Sasmita mengerti makna yang dirasakannya. Tidak hanya cinta sang suami ditarik oleh wanita lain. Namun Sasmita juga merasakan bahwa cintanya kepada Budi perlahan memudar dan ... lenyap—menghilang bersama air yang terus mengalir dari matanya.

"Aku tidak peduli lagi pada cintanya, sekarang yang harus aku prioritaskan adalah anak-anak." Sasmita melangkahkan kakinya, membawa minuman ke meja-meja yang tidak berhenti meneguk cairan yang membawa mereka ke khayalan.

Sementara itu, Budi sesekali mencuri pandangan pada sang istri. Seharusnya Budi menerima teriakan, makian dan pukulan seperti yang selalu terjadi di dalam rumah.

Namun, yang Budi temukan berbanding jauh—istrinya tidak menunjukkan kemarahan maupun raut wajah kebencian yang selama beberapa tahun dilihatnya. Sasmita terlihat memiliki kekuatan penuh saat mengantarkan pesanan ke mejanya.

RUHI: Luka dan TraumaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang