WARNING!CERITA INI MENGADUNG UNSUR KEKERASAN, PELECEHAN, KATA-KATA KASAR, DAN BEBERAPA HAL BURUK YANG TIDAK PANTAS UNTUK DITIRU.
SEMUA TOKOH, RAS, AGAMA, DAN LATAR HANYA FIKTIF BELAKA.
SELAMAT MEMBACA.
●●●●
09 Oktober 2014
Alin keluar dari bilik toilet, lalu mendekati wastafel—mencuci tangannya. Kepala Alin menoleh saat pintu toilet membuka, ada tiga orang teman sekelasnya yang masuk.
Alin menunduk, ia menutup kran lalu melangkahkan kaki keluar toilet. Namun, kaki Alin tersandung membuat Alin terjatuh.
"Ups, maaf nggak sengaja."
Alin memejamkan matanya, tangannya terkepal kuat. Alin sangat tahu ini bukanlah ketidaksegajaan. Alin bergerak bangun, akan tetapi rambutnya tertarik ke belakang.
"Aagrhh." Alin meringis kesakitan, ia memegang tangan yang menariknya. "Lepas!" sebut Alin, menatap Dharma Maulini yang tersenyum miring.
Dharma Maulini melepaskan tangannya dari rambut Alin, "Ugh, takut sekali." ucap Dharma Maulini lalu bergerak mundur. Satu temannya mendekat, tertawa kecil dan raut wajahnya memperlihatkan ekspresi meremehkan Alin.
"Kembaranmu kok nggak ikut?" Reni Nirabela bertanya, mulutnya sibuk mengunyah permen karet.
Alin berdiri, lalu menepuk roknya. "Kalian enggak pernah bosan membuli aku dan Ruhi?" Alin bertanya, ia sudah muak melihat Dharma Maulini yang tidak berhenti mengganggunya sejak mereka berada di kelas yang sama.
Dharma Maulini menggeleng, lalu mendekati Alin, kepalanya memiring dan tersenyum melihat ke belakang Alin. Yolanda Monika menunjukkan gayung yang diambilnya di dalam bilik toilet.
"Aku nggak akan pernah bosan, lagipula guru-guru enggak akan ada yang berani sama aku karena aku anak pemilik sekolah ini."
Alin menggeleng, kakinya melangkah mundur saat Dharma Maulini dan Reni Nirabela bergerak menyudutkannya. "Ya, siapa suruh kalian jadi anak pintar." seru Reni Nirabela, lalu meraih bahu Alin—memaksa Alin tersungkur ke lantai.
"Ah!" sebut Alin, matanya memejam saat lututnya menyentuh kembali lantai dingin toilet. Selama tujuh detik Alin terdiam sejenak, lalu Alin meraih tangan Reni Nirabela di bahunya, lalu memutarnya.
Alin mencoba melawan.
"Sakit gila!"
Reni Nirabela menarik rambut Alin dengan tangan kirinya. Alin memekik kencang. Namun, siapa yang peduli padanya?
Tidak ada yang berani melawan Dharma Maulini dan teman-temannya. Kemudian tidak lama Alin merasakan hawa dingin di lehernya, lalu disertai dengan bau amis yang mengguap memenuhi udara.
Yolanda Monika menutup mulutnya dengan tangan kiri. "Hahahaa... nggak sengaja." ucapnya pelan, campuran tepung, air dan tiga telur yang dibuatnya dalam gayung dan menyiramnya ke kepala dan leher Alin. Setelah Yolanda Monika menutup depan bibirnya dengan tangan kiri dan mengibas-ngibas pelan tangannya.
Dharma Maulini, Reni Nirabela dan Yolanda Monika tertawa melihat keadaan Alin yang kotor.
"Uuhh, baunya."
Alin mengepalkan tangan, matanya memanas. Alin tidak akan bisa kembali ke kelas jika dirinya berantakan seperti ini. Alin mengerjapkan mata, membiarkan lelehan air matanya menerobos tanggul yang tidak kuat lagi menahan airnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUHI: Luka dan Trauma
Teen FictionTetap hidup atau mati. Keduanya bukan pilihan yang sulit, Ruhi hanya perlu memilih salah satunya. Memilih hidup artinya Ruhi akan menepati janjinya. Sementara jika memilih mati, maka Ruhi akan mengingkar janjinya dan mengaku kalah dari luka dan trau...