WARNING!CERITA INI MENGADUNG UNSUR KEKERASAN, PELECEHAN, KATA-KATA KASAR, DAN BEBERAPA HAL BURUK YANG TIDAK PANTAS UNTUK DITIRU.
SEMUA TOKOH, RAS, AGAMA, DAN LATAR HANYA FIKTIF BELAKA.
SELAMA MEMBACA
Bantu koreksi typonya yaaa
●●●●Ruhi tidak tahu apa yang terjadi dengan Kevin, tangan kanannya terbalut kain kasa sama seperti di lengannya. Ruhi juga menemukan celah kecil di pelipis Kevin yang tertutup dengan plester.
Namun, meskipun Ruhi melihatnya. Ruhi memilih menenggelamkan wajahnya dilengan. Sudah seminggu ini guru-guru sibuk mempersiapkan ujian kenaikan kelas—membagikan kisi-kisi ujian maupun catatan penting yang harus di baca dan di ingat oleh muridnya.
"Kevin ...."
Ruhi mendengar suara Cendana, lalu langkah di susul dengan langkah kaki yang mendekat.
"Semalam aku khawatir saat mendengar teriakan—"
"Enggak ada teriakan apapun yang kamu dengar."
Ruhi menipiskan bibirnya, nada suara Kevin terdengar tegas dan penuh tekanan.
"Aku dengar dengan jelas! Dan sekarang, liat tangan dan pelipis kamu terluka. Bagaimana bisa aku enggak khawatir!"
Ruhi bergerak bangun, menegakkan punggungnya lalu melihat Kevin dan Cendana. Ruhi menarik napas dalam saat Cendana menunjukkan raut wajah menahan amarah.
"Ini cuma luka kecil, Cendana. Sebaiknya kamu kembali ke mejamu. Belajar, nilai ujian penting agar kamu—"
"Nilai, nilai, nilai! Aku bosan dengar itu! Kenapa kamu selalu memikirkan nilai saat kamu sedang terluka."
Ruhi menoleh ke kanan dan kiri, ada banyak pasang mata yang kini berminat dengan berdebatan Ketua Kelas dengan kekasihnya.
"Nilai penting bagiku!"
"Iya, aku tahu! Tapi kamu enggak bisa menggunakan tangan itu untuk sekarang! Kamu udah pintar, kenapa harus belajar lagi?!"
Ruhi menumpukan tangan di atas meja, kaki kanannya keluar dari bawah meja lalu di ikuti gerak kakinya Ruhi berdiri.
"Itu penting!"
Ruhi mengambil dua langkah, lalu berdiri di dekat Kevin dan Cendana.
"Udah?" Ruhi bertanya singkat saat Cendana memalingkan wajahnya, tangannya mengusap sisi wajahnya.
Kevin melihat Ruhi, lalu kembali duduk dan membuka buku. Meskipun di jam ketiga ini guru Bahasa Inggris—ibu Inggrit memberikan kebebasan kepada kelas IPA-2. Akan tetapi bagi Kevin tidak ada kebebasan, ia harus giat belajar, belajar dan belajar serta mengalihkan beban kepala yang berat atas apa yang terjadi semalam.
"Ikut aku." Ruhi meraih tangan Cendana, menariknya keluar kelas. Ruhi diam di sela langkahnya. Namun, saat melewati lapangan Voli Ruhi melirik dengan ekor matanya—melihat Manggala sedang berlatih bersama tim Voli.
Cendana mengusap air yang membasahinya pipinya, kakinya berhenti melangkah saat Ruhi berhenti.
"Aku nggak tau permasalahan kamu dengan Kevin. Tapi, kamu harus bisa menghargai apa yang diinginkan oleh Kevin." Ruhi mendorong bahu Cendana untuk duduk di kursi taman. "Kamu khawatir itu benar, tapi meminta Kevin agar nggak belajar itu salah." Ruhi menyusul duduk di sisi kiri Cendana.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUHI: Luka dan Trauma
Teen FictionTetap hidup atau mati. Keduanya bukan pilihan yang sulit, Ruhi hanya perlu memilih salah satunya. Memilih hidup artinya Ruhi akan menepati janjinya. Sementara jika memilih mati, maka Ruhi akan mengingkar janjinya dan mengaku kalah dari luka dan trau...