WARNING!
CERITA INI MENGADUNG UNSUR KEKERASAN, PELECEHAN, KATA-KATA KASAR, DAN BEBERAPA HAL BURUK YANG TIDAK PANTAS UNTUK DITIRU.
SEMUA TOKOH, RAS, AGAMA, DAN LATAR HANYA FIKTIF BELAKA.
SELAMAT MEMBACA
Bantu koreksi typonya yaaa.
●●●●
"Perkenalkan nama saya Muhammad Zul Fahmi."
Ruhi meremas seragamnya, matanya tidak luput memperhatikan murid baru pindahan dari Jakarta. Ruhi tidak salah mendengar nama yang memberikan trauma yang hingga saat ini tidak bisa Ruhi lupakan.
Ruhi memalingkan wajahnya saat Fahmi melewatinya. Alin melirik Ruhi, keningnya berkerut dalam melihat raut wajah pucat pasi Ruhi.
Alin menggigit bibirnya, ia meluruskan pandangannya ke depan, lalu kembali melirik Ruhi yang sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.
Ruhi menulis catatan dengan tangannya yang bergetar, traumanya kembali mengeluap ke permukaan. Ruhi menahan dirinya, ia menggeleng setiap kali bayang-bayang trauma memenuhi kepalanya membuat Ruhi tidak bisa fokus mengikuti mata pelajaran.
"Jangan Ruhi, kamu harus menahannya." bisik Ruhi kepada dirinya sendiri. Ruhi memejamkan matanya saat dering bel jam istirahat pertama terdengar. Ruhi mengembuskan napas beratnya, lalu ia menoleh saat seseorang meraih tangannya.
"Alin." sebut Ruhi pelan melihat kembarannya.
Alin mengenggam tangannya. "Kamu nggak apa-apa?" Alin bertanya dengan nada suara khawatir.
Ruhi mengangguk pelan, "Aku ... aku baik-baik aja." balas Ruhi, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Ruhi mengambil Mp3 player dan wired earphones lalu ia keluar dari mejanya. Alin menoleh pada Lina lalu ia mengikuti Ruhi.
Ruhi memasang wired earphones ke telinganya agar suara-suara yang terdengar ditelinga menghilang. Di tengah langkahnya Ruhi berhenti, Ruhi menaikkan pandangannya, menatap Manggala yang menghalangi jalannya.
"Kamu kenapa?" Manggala bertanya, ia menipiskan bibir saat Ruhi menggeleng. Kemudian Manggala mengambil gelang dari saku celananya, ia meraih tangan kiri Ruhi.
Ruhi hanya diam mematung saat Manggala memasangkan gelang baru, lalu menepuk kepalanya.
"Ruhi, mau aku belikan apa?"
Ruhi menoleh melihat Alin bersama Lina, lalu tatapnya tertuju pada Alambana yang berdiri tepat dibelakang Alin. "Apa aja, aku mau ke taman." jawab Ruhi. Alin mengangguk lalu merangkul Lina.
"Aku boleh ikut ke taman?" Manggala bertanya, Ruhi menatap Manggala dengan raut wajah datar.
"Kalo aku larang kamu akan tetap mengikuti 'kan?"
Manggala tertawa, lalu melangkah di sisi Ruhi menunju taman sekolah. Ruhi berbalok ke koridor kanan, ia memejamkan matanya.
"Ruhi, hari ini bagaimana perasaanmu?"
Ruhi duduk di kursi besi, ia menoleh pada Manggala. "Buruk." Ruhi memberikan jawaban uang jujur, harinya memang buruk saat sosok Fahmi pindah ke sekolahnya dan masuk ke kelasnya sebagai murid baru.
"Coba liat aku." Manggala meletakkan kedua tangannya ke pundak Ruhi, lalu memutar bahu Ruhi agar menghadap Manggala sepenuhnya.
"Apa yang membuat harimu buruk? Kalo kamu nggak keberatan kamu bisa menceritakannya sama aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
RUHI: Luka dan Trauma
Teen FictionTetap hidup atau mati. Keduanya bukan pilihan yang sulit, Ruhi hanya perlu memilih salah satunya. Memilih hidup artinya Ruhi akan menepati janjinya. Sementara jika memilih mati, maka Ruhi akan mengingkar janjinya dan mengaku kalah dari luka dan trau...