WARNING!CERITA INI MENGADUNG UNSUR KEKERASAN, PELECEHAN, KATA-KATA KASAR, DAN BEBERAPA HAL BURUK YANG TIDAK PANTAS UNTUK DITIRU.
SEMUA TOKOH, RAS, AGAMA, DAN LATAR HANYA FIKTIF BELAKA.
SELAMAT MEMBACA
Bantu koreksi typonya yaaa.
Kasih aku vote dan komennya doong❤️
●●●●
Ruhi menekuk kakinya, wajahnya pucat dan jemarinya mendingin. Sudah dua hari Ruhi terkurung di dalam kamar tanpa makanan. Ruhi hanya meminum air di teko atas meja belajar.
Tubuh Ruhi benar-benar tidak sanggup bergerak, Ruhi berdoa dalam hatinya agar sang ayah segera membuka pintu kamarnya. Ruhi ingin makan.
Suara kunci membuka membuat Ruhi menoleh, lalu cahaya lampu yang dinyalakan membuat Ruhi memejamkan matanya. Ruhi mengerjap tiga kali untuk menyusuai indera penglihatannya.
"Bangun!"
Ruhi terdiam, bibirnya terasa kering. Kemudian ia melihat Kania Ekanta melangkah cepat lalu menarik kasar lengan Ruhi.
"Ah ...." Ruhi mendesah kesakitan saat tubuhnya terseret keluar dari kamarnya.
Kania menghempaskan tangan Ruhi, ia membungkuk lalu mecengkram wajah Ruhi. Kania tersenyum miring melihat raut wajah kesakitan Ruhi. "Aku akan berbaik hati," ucap Kania, kuku panjangnya menekan kulit wajah Ruhi membuat Ruhi meringis kesakitan. "Selama kamu tinggal di sini kamu harus mengerjakan pekerjaan rumah, membersihkan rumah, memasak lalu mencuci pakaian. Apa kamu mengerti?" sambung Kania, ia memberikan tekanan kuat dalam cengkramannya hingga kulit wajah Ruhi mengeluarkan darah.
"Mengerti tidak?! Kalau di tanya jawab! Jangan diam!" Kania melepaskan tangannya dari wajah Ruhi lalu beralih menjambak rambut Ruhi.
Ruhi meringis kesakitan, air mata mengalir tanpa bisa ia kendalikan. "Me ... menger-ti." jawab Ruhi merintih. Kemudian kepala Ruhi di benturkan ke dinding.
"Bagus."
Ruhi memejamkan matanya, kepalanya terasa sakit lalu matanya menggelap selama sepuluh detik. Kemudian tangan Ruhi tertarik kasar. Tubuhnya kembali terseret turun dari tangga.
Kania Ekanta menarik kuat tangan putri dari suaminya, kemudian saat berada di tengah tangga ia mendorong punggung Ruhi hingga tersungkur jatuh berguling di tangga.
"Sa-sakit!"
Ruhi mengepalkan tangannya, tubuhnya benar-benar kesakitan kemudian Ruhi menjerit. "ARGHH ...." Ruhi membuka mata melihat tangannya yang di injak dengan sepatu heels tinggi Kania.
Kania tersenyum puas, ia melipat tangannya dengan kakinya terus menekan jemari Ruhi.
Ruhi menangis, ia juga menjerit setiap kali tangannya di injak kuat kemudian tangannya kembali tertarik—memaksanya berdiri.
Ruhi bersusah payah berdiri, ia menatap lemah Kania dalam hitungan dua detik pipi Ruhi tertoleh ke kanan, menerima tamparan keras hingga telinga mendegung.
"Aku lapar, kamu harus memasak makanan yang enak." ujar Kania setelah menampar Ruhi, Kania kembali meraih lengan Ruhi. Memaksa Ruhi berjalan dengan tertatih-tatih masuk ke dapur.
"Masak yang benar!"
Kania mendorong bahu Ruhi, "Awas saja kalau sampai tidak enak!" ujar Kania sambil mengelus perutnya, lalu ia berbalik keluar meninggalkan Ruhi.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUHI: Luka dan Trauma
Teen FictionTetap hidup atau mati. Keduanya bukan pilihan yang sulit, Ruhi hanya perlu memilih salah satunya. Memilih hidup artinya Ruhi akan menepati janjinya. Sementara jika memilih mati, maka Ruhi akan mengingkar janjinya dan mengaku kalah dari luka dan trau...