11. Alin Namira

29 2 0
                                    

WARNING!

CERITA INI MENGADUNG UNSUR KEKERASAN, PELECEHAN, KATA-KATA KASAR, DAN BEBERAPA HAL BURUK YANG TIDAK PANTAS UNTUK DITIRU.

SEMUA TOKOH, RAS, AGAMA, DAN LATAR HANYA FIKTIF BELAKA.

SELAMAT MEMBACA.

Bantu aku koreksi typonya yaaa.


●●●●

"Alin Namira."

Alin berbalik ke belakang, wajahnya menunjukkan raut datar pada sosok anak pindahan dari Jawa Tengah yang sejak kedatangannya selalu menganggu Alin di setiap kesempatan.

Alin menatap Alambana Cakrabirawa Himawan, "Mau menganggu aku lagi?" Alin memiringkan kepala, lalu sebelah sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman miring.

Alambana memberikan gelengan, "Aku hanya mau dekat dengan kamu." kata Alambana, mengedipkan sebelah matanya.

Alin menarik napas panjang, lalu mengembuskannya dengan berat. "Dekat? Ini kamu juga ada di dekat aku." ujar Alin, menunjuk dirinya lalu menunjukkan jarak antara dirinya dengan Alambana.

Alambana tertawa, kepalanya menggeleng-geleng. "Kamu termasuk siswi pintar di kelas ini, tapi kenapa bodoh sekali memaknakan setiap maksudku mau dekat denganmu." kata Alambana, ia tidak percaya Alin tidak mengerti maksudnya.

Telunjuk Alin menekan-nekan keningnya, Alin menunduk lalu lima detik kemudian kembali menatap Alambana lurus. "Aku nggak bodoh. Aku mengerti arah pembicaraan kamu, tapi aku enggak berminat sama sekali." ungkap Alin, kemudian berbalik—melangkah ke mejanya. Namun, di sela langkahnya lengan Alin tertahan.

Alin melihat tangan Alambana yang menahan lengannya. "Lepas!" seru Alin, mencoba menggentakkan lengannya agar tangan Alambana terlepas. "Kamu itu anak baru, tapi enggak bisa menjaga sikap. Apa karena ini kamu pindah ke sini?" Alin memejamkan matanya, emosinya sudah terkumpul hingga ubun-ubun kepalanya.

"Kalo kamu menjawab iya akan aku lepaskan." Alambana mencoba menegosiasi Alin, tentunya ini akan sangat menguntungkan Alambana bila Alin menjawab 'iya' tanpa berpikir.

"Aaaaaa ... RAHAYU, LINA!"

Alambana terkejut mendengar suara teriakan Alin yang melengking nyaring. Lantas Alambana segera melepaskan tangannya dari lengan Alin sebelum teman-teman Alin datang.

"Alin kenapa?"

"Kenapa?'

Rahayu dan Lina masuk ke dalam kelas dengan tergesa-gesa saat mendengar suara teriakan Alin, sejak tadi kedua berdiam diri di depan kelas. Rahayu dan Lina bertanya dengan kompak lalu melihat Alambana yang berada dekat dengan Alin.

Rahayu melangkah mendekati Alambana, "Kamu menganggu Alin lagi?" Rahayu menarik kerah seragam Alambana, "Berani kamu menganggu temanku?" Rahayu menodong Alambana, lalu menarik kerahnya.

Lina bergerak ke belakang pintu—mengambil sapu dan menjadikan senjata, Lina menodongkan sapu itu ke depan wajah Alambana.

"Aku tidak menganggu."

"Enggak menganggu apanya, jelas kamu maksa aku!" Alin berseru lantang.

Alambana memejamkan mata, ia tidak memiliki pilihan lain selain menyerah. Rahayu dan Lina memang menjadi pelindung yang kuat bagi Alin. Rahayu—si pemegang sabuk hitam Taekwondo dan Lina selalu bisa menjadikan benda apa pun sebagai senjata.

RUHI: Luka dan TraumaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang