WARNING!
CERITA INI MENGADUNG UNSUR KEKERASAN, PELECEHAN, KATA-KATA KASAR, DAN BEBERAPA HAL BURUK YANG TIDAK PANTAS UNTUK DITIRU.
SEMUA TOKOH, RAS, AGAMA, DAN LATAR HANYA FIKTIF BELAKA.
SELAMAT MEMBACA.
Bantu koreksi typonya yaa.
⊙⊙⊙⊙
Pukul lima sore jalanan masih disesaki oleh pendaraan sepeda motor maupun mobil. Ada yang terburu-buru pulang agar bisa lebih cepat bertemu keluarga, ada yang bersantai sambil memperhatikan padatnya lalu lintas kawasan Menteng, Bogor Barat. Sore ini langit tampak gelap—memperlihatkan gumpalan awan hitam bergerak cepat. Kayuhan sepedanya semakin dipercepat, tidak ingin berakhir kehujanan.
“Ruhi, jangan cepat-cepat dong. Aku mau menikmati sejuknya angin tau.”
“Kalau menikmati polusi itu baru benar, Alin.” Ruhi menyahut, mulai lelah ketika jalan menanjak. “Hujannya pasti deras, lihat awan udah sangat hitam. Aku nggak mau kehujanan, nanti sakit.” Ruhi turun dari sepeda, lalu menatap kembarannya. Bibir manyun Alin membuat Ruhi tersenyum dan geleng-geleng kepala. Alin mengeratkan tasnya dipunggung sebelum membantu Ruhi mendorong sepeda melalui jalan menanjak.
“Aku malas pulang ke rumah. Aku capek kalo harus berantem lagi sama Ayah.” Alin berlari kecil sambil manahan laju sepeda ketika jalan menurun. “Pinggang aku masih sakit tau. Enggak sanggup kalo kena pukul lagi.” Alin mendengkus kesal mengingat lagi ketikas harus merelakan pinggangnya terkena gagang sapu oleh sang ayah ketika hendak melindungi ibunya.
“Mau main ke taman dulu? Kita pulang kalau udah mau maghrib aja” ajak Ruhi, berubah pikiran. Sebenarnya Ruhi juga enggan pulang ke rumah. Ruhi ingin lari sejuah mungkin, tidak ingin berada di rumah menyeramkan itu.
Alin mengangguk-angguk, wayahnya terlihat sangat senang. “Mauu!” ujar Alin semangat. Kedua kembali naik ke atas sepeda, berganti dengan Alin mengayuh sepeda dan Ruhi duduk diboncengan.
Ruhi memeluk tas sekolah, meletakkan pipi ke punggung Alin. Dedaunan bertebangan terbawa angin. Ruhi menyeka sudut mata, lalu menarik napas dalam-dalam ketika sesak menguasai dadanya. Sesekali Ruhi akan menyahuti Alin yang bercerita dikelasnya kedatangan murid pindahan dari Jawa Tengah.
⊙⊙
Ketika sampai di taman yang letaknya tidak juah dari rumah, tidak terbilang dekat juga. Taman yang menjadi tempat untuk mereka bersembunyi saat melarikan diri dari rumah.
Ruhi melompat turun dari sepeda, berlari lebih dulu ke arah prosotan kuning, sedangkan Alin memarkirkan sepeda lebih dulu, lalu mengambil tas dari keranjang sepeda. Kemudian menyusul Ruhi setelah menyimpan tas di sebuah rumah-rumah kecil.
“Ruhi, apa kehidupan kita akan selamanya begini?” tanya Alin setelah merosot dari atas, Alin menatap gamang ke atas langit. “Kamu bilang semua akan berlalu.”
Ruhi mengangkat bahu, “Aku nggak tau, tapi aku selalu menyakini bahwa Allah sudah mempersiapkan sesuatu yang menyenangkan untuk kita berdua, setelah apa yang kita lalui.”
Sebuah keyakinan yang membuat terus bertahan sampai saat ini. Dan Ruhi berharap keyakinan itu akan terus bersamanya.Kening Ruhi berkerut dalam ketika tiba-tiba pusing melanda. Hanya sebentar, setelahnya Ruhi terus meluncur dari dalam prosotan bergantian dengan Alin. Keduanya tertawa bersama, menjerit-jerit dan berakhir tidur di atas tanah. Rintik hujan berjatuhan namun tidak membuat keduanya berlarian untuk berteduh.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUHI: Luka dan Trauma
Teen FictionTetap hidup atau mati. Keduanya bukan pilihan yang sulit, Ruhi hanya perlu memilih salah satunya. Memilih hidup artinya Ruhi akan menepati janjinya. Sementara jika memilih mati, maka Ruhi akan mengingkar janjinya dan mengaku kalah dari luka dan trau...