WARNING!
CERITA INI MENGADUNG UNSUR KEKERASAN, PELECEHAN, KATA-KATA KASAR, DAN BEBERAPA HAL BURUK YANG TIDAK PANTAS UNTUK DITIRU.
SEMUA TOKOH, RAS, AGAMA, DAN LATAR HANYA FIKTIF BELAKA.
SELAMAT MEMBACA
Bantu koreksi typonya yaaa.
Kasih aku vote dan komennya doong❤️
●●●●
Ruhi memakai masker, setengah bagian tangannya tertutup handsock, Ruhi juga memakai kacamata. Ruhi melangkah pelan di koridor sekolah, setiap ada yang melewatinya Ruhi akan berhenti dan bersikap waspada.
Ruhi menarik handsocknya hingga hampir menutup jemarinya, ia terdiam di depan pintu kelas. Ruhi menarik napas dalam, Ruhi mengangguk samar, ia menggepalkan tangan di sisi tubuhnya lalu mengambil satu langkah masuk ke dalam kelas.
Ruhi menunduk dalam, menghindari tatapan dari teman sekelas."Ruhi ...."
Ruhi menaikkan manik matanya, ia melihat Alin masuk bersama Lina dan Kevin. Ruhi menggulum bibirnya, ia duduk di kursinya mengabaikan panggilan Alin.
Alin menyadari keterdiaman Ruhi, lalu memperhatikan Ruhi. Masker, kacamata dan handsock panjang. Alin mengambil langkah menghampiri Ruhi, ia meraih tangan Ruhi yang berada di bawah kolong meja.
"Aah ...." Ruhi meringis saat Alin menarik tangannya. Alin terdiam cukup lama, ia memandangi Ruhi cukup lama lalu menemukan celah yang tertutupi.
"Apa yang terjadi?"
Alin berlutut di samping Ruhi, air mata mengenang dipelupuk matanya. "Kamu terluka, pesan dari aku juga enggak terbalaskan." Alin menggulum bibirnya, menahan isak tangisnya menyadari bahwa Ruhi menghilang karena tersiksa. "Semua enggak baik-baik aja 'kan?" lanjut Alin.
Ruhi menggeleng, ia menarik tangannya dari Alin. "Semua baik-baik aja." balas Ruhi tentunya berbohong.
"Jangan bohong."
Alin menatap Ruhi, tangannya terangkat hendak membuka masker Ruhi. Namun tangannya menggantung di udara saat mendengar suara guru yang masuk.
"Selamat pagi semuanya, silakan duduk di kursi kalian."
Alin kembali ke mejanya bersama Lina dengan perasaan cemas saat baru mengetahui bahwa Ruhi tersiksa seorang diri, sedangkan dirinya hidup dengan nyaman di rumah Mbah Putri.
Kevin menatap Ruhi sebelum duduk dikursinya. Kevin menipiskan bibirnya, ia menggeleng samar lalu berdecak. Kemudian Kevin memutar tubuhnya kebelakang, ia menatap Ruhi yang menunduk dalam kemudian Kevin menarik napas dalam.
Kevin tentu saja tidak tahu apa yang terjadi kepada Ruhi, akan tetapi melihat Ruhi yang sangat tertutup membuatnya sadar bahwa ada yang benar terlebih absennya Ruhi membuat Kevin menduga-duga.
Ruhi mengeluarkan buku catatan, ia mendesis pelan saat lengannya yang terluka bergesekan dengan lukanya. Namun, sebisa mungkin Ruhi menahannya hingga mata pelajaran berakhir dan berganti dengan jam istirahat.
"Ruhi ayo ke kantin." Alin duduk di samping Ruhi, ada dua buku yang diletakkan di depan Ruhi.
Ruhi menggigit bibirnya, ia menggeleng. "Aku mau dikelas aja." balas Ruhi, jelas menolak ajakan Alin.
Alin terdiam lalu mengangguk. "Aku beli buku ini khusus untuk kamu." kata Alin sambil menepuk bukunya.
Ruhi mengangguk, "Terima kasih. Emm ... kamu baik-baik aja?" tanya Ruhi tanpa menoleh sedikitpun menatap Alin.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUHI: Luka dan Trauma
Teen FictionTetap hidup atau mati. Keduanya bukan pilihan yang sulit, Ruhi hanya perlu memilih salah satunya. Memilih hidup artinya Ruhi akan menepati janjinya. Sementara jika memilih mati, maka Ruhi akan mengingkar janjinya dan mengaku kalah dari luka dan trau...