08. Nyanyian Indah Di Malam Hari

37 2 0
                                    


WARNING!

CERITA INI MENGADUNG UNSUR KEKERASAN, PELECEHAN, KATA-KATA KASAR, DAN BEBERAPA HAL BURUK YANG TIDAK PANTAS UNTUK DITIRU.

SEMUA TOKOH, RAS, AGAMA, DAN LATAR HANYA FIKTIF BELAKA.

SELAMAT MEMBACA.


Bantu aku koreksi typonya yaaa.

Kalian ketemu cerita ini kapan?

●●●●

Alin datang ke kelas Ruhi saat jam istirahat, senyuman terkembang diwajahnya melihat Ruhi berada di kelas. Dengan hati senang Alin menghampiri—membawa empat bungkus roti.

"Ruhi." Alin memanggil, Alin berjalan dan duduk di kursi di sebelah Ruhi. "Aku boleh gabung, kan?" tanya Alin pada Cendana, Kevin dan Manggala. Tentu Alin mengenal Manggala karena Alin bersosialisasi dengan baik di sekolah.

Cendana memberikan anggukan, "Boleh, kamu 'kan kembaran Ruhi, aku harap kita juga bisa berteman." ujar Cendana dengan senyuman diwajahnya.

Kevin mengangguk saja, ia sibuk mengerjakan soal yang diberikan guru lesnya.

Manggala yang duduk di tengah-tengah bersuara. "Kalian mirip sekali." ungkap Manggala, lalu melihat Ruhi yang hanya diam saja.

"Iyaa, tapi aku bisa bedain yang mana Ruhi dan Alin." seru Cendana. Lalu menunjuk perbedaan seragam yang dipakai Ruhi dan Alin. "Alin enggak pakai jilbab sedangkan Ruhi pakai." sambung Cendana.

Manggala mengangguk, membenarkan perbedaan keduanya. Alin terlihat ceria dibandingkan dengan Ruhi yang memiliki sisi misterius membuat Manggala ingin menggali segala sisi dalam diri Ruhi.

"Wah, gelang baru lagi?" Alin menyingkap lengan seragam Ruhi, ada plester bergambar bunga-bunga juga yang menempel di perban Ruhi.

Ruhi menarik tangannya dari Alin. Ia kemudian menatap Alin. "Enggak main sama teman kamu?" tanya Ruhi, mencoba mengalihkan pertanyaan Alin dan mendapatkan balasan gelangan kepala dari Alin.

Alin membuka bungkus roti, lalu meraih tangan Ruhi dan mengenggamkan roti itu ke tangan kembarannya. "Di makan, aku beli banyak." kata Alin. Alin membuka bungkus roti lainnya membelah masing-masing menjadi dua bagian dan membaginya kepada Kevin, Cendana dan Manggala.

Manggala menggigit kecil roti yang diberikan Alin, sudut bibirnya berkedut karena Manggala menemukan cara baru untuk semakin dekat dengan Ruhi. Pagi tadi saat mereka bertemu di koridor sekolah Ruhi tidak lagi menghindar, meskipun masih ada jarang ketara.

Cendana menipiskan bibir melihat perban dilengan Ruhi, bersih tidak kotor seperti sebelum-sebelumnya. Dan itu jelas membuat perasaan Cendala lega dan tidak terlalu mengkhawatirkan lagi. Namun, bila di hari selanjutnya Ruhi tidak mengganti perbannya maka Cendana yang akan melakukannya.

Sebagai anak tunggal Cendana kerap merasakan kesepian, ia memang mempunyai banyak teman akan tetapi tidak ada yang benar-benar tulus. Sampai peristiwa satu tahun silam lalu membuat Cendana ingin lebih dekat dengan Ruhi.

"Aku pengen ke pantai terus main kembang api tapi enggak bisa kalo pergi malam." ungkap Cendana.

Bagi Cendana hanya Ruhi yang benar-benar tulus, maka dari itu Cendana selalu berusaha dekat dengan Ruhi. Cendana tahu, Ruhi memang sengaja menjauh dari semua orang karena ketakutannya.

"Ada yang main kembang api sorean gitu." imbuh Alin, ia menghabiskan rotinya.

Ketakutan dan trauma yang  disembunyikan dibalik jaket biru yang selalu dipakai dan handsock yang menutupi segala luka. Ruhi takut atas penghakiman manusia, tatapan yang melihatnya dengan jijik karena menjadi korban pelecehan dan percobaan pemerkosaan. Namun, Cendana tidak menganggap Ruhi sebagai orang yang harus dijauhi. Justru, Cendana harus mendekat.

RUHI: Luka dan TraumaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang