Saat istirahat, Zai langsung mengambil Tupperware didalam tasnya. Beralih mengambil kotak kosong dan memasukkannya kedalam tas. Dagangan Zai habis hari ini. Zai sempat menyisakan dua untuk ia makan sendiri.
Aqil juga melakukan hal yang sama, mengeluarkan kotak makannya. Meski begitu, Aqil masih tetap membeli jajanan kantin, ia hanya menemani Zai membawa bekal.
"Kamu bawa apa?" Tanya Aqil sembari membuka tutup Tupperware miliknya.
"Zai bawa nasi."
"Ya iya, bawa nasi. Aku juga bawa nasi. Maksudnya, kamu bawa lauk apa?"
Mengangkat kedua bahunya. "Nasi aja."
"Terus, kamu makannya pake apa? Emang enak kalo nasi aja?"
"Enggak nasi aja, kok. Zai tadi udah misahin bakwan buat dimakan sendiri."
"Mama bawain telur goreng campur sosis, kamu mau nggak? Kita bisa kongsi."
Menggeleng. "Nggak mau, hari ini Zai lagi mau makan pake bakwan aja."
"Kalo mau ambil aja, mama bawain banyak kok."
Zai hanya mengangguk. Ia mulai menyuapkan satu sendok nasi kedalam mulutnya. Kunyahannya memelan saat merasa nasi didalam mulutnya terasa aneh.
Zai menahan muntah karena perpaduan rasa bakwan buatannya dan nasi yang ia rendam tadi. Zai memakannya dengan cepat agar ia tak mengeluarkan nasi itu lagi.
"Makanan Zai kayak makanan bebek punya tetanggaku, deh."
Mendengar kalimat itu, Zai langsung mengangkat wajahnya. Bukannya marah, Zai malah menyengir lebar kearah teman sekelasnya itu. "Berarti Zai lucu dong, kayak bebek?"
Evin--temen sekelas Zai itu turut tertawa mendengar balasan Zai. "Iya, Zai emang lucu. Dimakan lagi, Zai. Biar cepet gede."
Zai mengangguk semangat dan melanjutkan makannya lahap. Menutupi bahwa nyatanya ia ingin sekali mengeluarkan kembali makanan yang ditelannya.
Evin bukanlah pembully, ia hanya bercanda namun terkadang tidak memikirkan bagaimana perasaan orang yang ia ajak bercanda. Evin, Aqil, Zai, mereka berteman baik kok.
"Evin nggak makan?"
Menggeleng. "Aku udah jajan tadi."
"Jajan nggak ajak-ajak," Rajuk Aqil.
"Kayak orang tamak deh, itu bekelnya dimakan dulu. Kalo makan pelan aja kenapa sih?"
Zai tertawa mendengar Omelan Evin yang ditujukan pada Aqil. Karena Zai sudah menghabiskan makanannya, ia langsung memasukkan Tupperware kedalam tas. Lalu duduk tenang dengan tangan yang dilipat diatas meja.
"Udah?"
Mengangguk dengan cengiran lebarnya.
"Main bola yuk?"
***
Kedua kaki kecil Zairo terus berlari menggiring bola. Suara tawa Zai terdengar memenuhi lapangan, anak itu bahagia karena bisa mengerjai Evin dan juga Aqil.
Bukan gawang lagi tujuan Zai, melainkan membuat kedua sahabatnya kualahan karena mengerjanya. Badan Zai itu kecil, jangan heran kalau lincah melebihi Evan dan Aqil.
Evan berhenti. Membiarkan Zai dan Aqil masih berlarian merebutkan bola. "Zai, kamu ngerjain kita, ya?"
"Eva aja yang payah," Kata Zai dengan tawa lebarnya.
"Eva, Eva, kamu mau aku ketekin?"
Zai tidak merespon, anak itu terus menjauhkan bola dari jangkauan Aqil. "Kejar Zai, Aqil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Zai and the final destiny [Completed]
RandomZai, laki-laki kecil pemilik jiwa kuat untuk tetap bertahan. Jika anak balita memukul saudarinya, apa yang akan dilakukan? Menyalahkan balita yang memukul, atau membela yang dipukul? Haha, sama saja. Zai itu anak kuat, anak hebat dan mandiri. Apa it...