ZFD | CH-13

12.1K 1.4K 123
                                    

"Om tuan udah ketemu bapak Zai lagi?" Tanya Zai senang. "Kata bapak pulangnya kapan, om?"

"Sebentar lagi."

"Beneran?" Melihat keterdiaman Julian, Zai kembali bersuara. "Om bohongin Zai, ya?"

Julian mengusap kepala Zai. "Saya pergi dulu, anak saya udah nungguin dirumah. Jangan lupa beli makanan yang banyak biar nggak kurus kayak gini."

"Om mau kemana?"

"Jalan-jalan sama Gasta. Saya pamit," Julian pergi setelahnya. Benar-benar pergi, meninggalkan Zai yang lagi-lagi ditemani kesunyian.

"Jalan-jalan?" Zai tersenyum lebar. "Zai juga mau."

***

"Ayah, adek mau jalan-jalan."

Dahi Alvan sontak berkerut usai mendengar permintaan Zai. Tiba-tiba? Dan tidak seperti biasanya Zai meminta jalan-jalan. Biasanya juga Zai akan anteng bermain sepeda dihalaman luas kediaman Gustiwana.

Alvan menyamakan dirinya dengan Zai. "Mau apa?"

"Jalan-jalan. Zai mau kayak Gasta juga."

Zai terlihat ingin menyamakan diri dengan Gasta, entah dari gaya hidup, maupun orang-orang disekitarnya.

"Emang adek mau jalan-jalan kemana? Kan ayah lagi kerja."

"Mau kayak Gasta, ayah."

Alvan merasa seperti ayah kandung Zai yang tidak bisa memenuhi keinginan sang anak. Pria itu benar-benar sedih layaknya seorang ayah.

"Jalan-jalan naik motor mau? Ayah beliin minuman coklat diwarung."

"Mau mauuu."

"Adek tunggu disini, ayah mau ambil motor sebentar. Jagain gerbangnya yang bener," Guraunya.

"Siap! Yeeey ... Jalan-jalan kayak Gasta."

***

Sepanjang perjalanan, senyuman Zai tidak pernah luntur barang sedetik pun. Anak itu merasa senang karena diajak naik motor.

Kalau menurut Zai, ini jalan-jalan seperti Gasta.

"Ayah, anginnya seger," Rambut tebalnya terbawa angin. Zai berteriak kegirangan.

Mendengar itu, Alvan menambah sedikit laju motornya. Membuat Zai semakin berteriak kencang.

"Seru ayah, adek seneng."

Alvan tersenyum menanggapi. Meski terlahir dari keluarga berada, ternyata kebahagiaan seorang Zairo sesederhana ini. Sangat.

***

Karena Alvan masih sadar diri jika ia hanya pekerja dikediaman Gustiwana, Alvan benar-benar hanya mengajak Zai kewarung depan untuk membeli minuman coklat dan beberapa ciki saja. Dan langsung pulang setelahnya, sebelum Julian kembali.

Zai duduk lesehan didepan pos Alvan, dipangkuannya sudah ada satu plastik kecil berisi satu minuman dan tiga ciki.

Yang pasti Alvan yang membayar.

Zai mengambil minuman coklat itu, lalu menusuknya. Menyedot perlahan, dan ternyata rasanya memang enak.

Kedua mata bulatnya menatap ujung kaki yang bergerak kecil.

Zai and the final destiny [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang