ZFD | CH-19

12.7K 1.7K 142
                                    

Zai menoleh kebelakang saat merasakan punggungnya basah. Disana, berjarak satu meter Zai berjongkok ada Gasta yang berdiri sambil terkikik. Gasta juga membawa pistol air sepertinya.

Alvan juga sedang tidak ada ditempat, pria itu mengambil cemilan didapur.

Memegang punggungnya yang basah, lantas Zai berdiri. "Punggung Zai jadi basah."

"Ayo kak Zai, main sama aku."

"Nggak mau, Gasta nakal. Zai nggak mau main sama orang nakal."

"Aku nggak nakal!" Teriaknya. "Aku kan cuma mau ngajakin main."

"Tapi jangan semprot-semprot baju Zai juga, Zai nggak suka dinakalin."

"Tapi aku suka nakalin kak Zai."

Zai membalik badannya, lalu berjongkok seperti tadi. "Zai nggak mau main sama kamu," Melanjutkan lagi kegiatannya menyemprot rumput.

"Kak Zai aku aduin sama Abang Karlo, biar dimarahin. Abang Karo sayang banget sama aku, aku punya banyak Abang, kak Zai nggak punya."

"Zai punya ayah, bapak, sama ibu."

Tak mau kalah, Gasta kembali membalas. "Aku punya Mommy, Daddy, Abang Karlo, Abang, Ravel, Abang Raven. Oma, opa, kakek, nenek, pokoknya aku punya banyak!"

Zai tak membalas. Lebih memilih memainkan mainannya daripada meladeni Gasta.

Karena jengkel tak mendapat respon dari Zai, Gasta berjalan mendekati Zai dan bergabung berjongkok didepan Zai.

Namanya juga Gasta. Anak itu mengusili Zai, menyemprot kasar hingga ke kaki Zai juga.

Lama kelamaan Zai merasa marah karena diganggu, Zai mendorong pelan tubuh Gasta hingga anak itu jatuh kebelakang.

"Zai nggak suka sama anak nakal," Ucapnya.

"Aku nggak nakal!" Gasta membalas mendorong Zai. Jika Gasta hanya jatuh terduduk, Zai sampai terlentang. Mengingat perbedaan tubuh keduanya yang berbeda.

Gasta langsung beranjak dan menduduki perut Zai. Jelas Zai langsung menangis karena tak bisa bernafas. Meski Gasta lebih muda darinya, tubuh gempal Gasta tak bisa diragukan.

Gasta memukul wajah Zai menggunakan kepalan tangannya, sekuat tenaga. Zai semakin kencang menangis dibuatnya.

Zai sudah mencoba mendorong tubuh Gasta, tapi tak bisa. Tak ada pergerakan dari Gasta. Tenaga Zai seperti sapuan angin yang menerpa tubuh Gasta.

Perlahan hidung Zai mengeluarkan darah.

Kepalan tangan gempal itu juga masih terus menerpa wajah Zai.

Saat ada suara motor terjatuh pun tak menghentikan pergerakan Gasta.

Karlo, pemuda itu langsung menjatuhkan motornya begitu saja saat melihat kedua adiknya. Bahkan Karlo tak sempat mematikan mesin motornya.

Gerbang tak terkunci, setelah membukakan gerbang untuk Julian tadi, mungkin Alvan lupa menguncinya lagi.

"ADEK," Karlo berteriak panik. Ia langsung mengangkat tubuh Gasta dari perut Zai dan memindahkannya diatas rumput.

Karlo langsung mengangkat tubuh Zai kegendongannya. Karlo melepas helm yang dipakainya dan membuangnya asal.

"Hei, tenang, dek," Karlo membersihkan darah disekitar hidung Zai. Zai menangis kencang hingga nafasnya tersengal-sengal.

Sedangkan Gasta, ia merasa tak terima. Gasta langsung berdiri dan kembali memukul punggung Zai.

"Abang, nggak boleh."

Zai and the final destiny [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang