ZFD | CH-12

12K 1.4K 132
                                    

Saat matahari meninggi, kegiatan gotong royong baru saja selesai dilaksanakan. Kini, para warga tengah duduk ditrotoar sembari menikmati es teh dan beberapa makanan.

Yang katanya tadi mau membantu, nyatanya hanya bermain saja. Siapa lagi? Zai pastinya.

Zai terus didalam angkong, mengikuti kemanapun angkong itu berjalan dan tidak mau turun kecuali saat membuang dan mengisi sampah. Tak memperdulikan kalau yang mendorong itu Julian.

"Yihii~"

Selesai membuang sampah terakhir, Zai kembali menaiki angkong yang akan didorong Julian kearah bapak-bapak lain yang tengah mengistirahatkan tubuh mereka.

Sebelum ikut duduk, Julian mengangkat Zai untuk turun.

"Zai nggak mau turun," Protes Zairo begitu kakinya menapaki trotoar.

Julian mengusap keringat didahi Zai. "Tapi udah selesai."

"Tapi Zai mau naik itu lagi," Menunjuk angkong.

"Zai," Alvan memanggil. Menepuk pahanya agar Zai duduk disana.

"Nggak mau ayah! Zai mau naik itu."

Julian melirik kearah Alvan saat mendengar panggilan ayah dari putranya. Kenapa dari tadi ia mendengar Zai memanggil satpamnya ayah?

"Sini ... Ayah punya Ais, emang adek nggak mau?"

Itu lagi. Kenapa memanggil putranya adek? Sepertinya satpamnya itu terlalu mendalami peran.

"Ais?" Kakinya melangkah pelan kearah Alvan.

Namun, baru beberapa langkah tubuh Zai lebih dulu ditarik Ravel hingga anak itu jatuh dipangkuannya.

"Kak Ravel, Zai jadi jatuh."

Terkekeh. "Iya tau. Katanya mau Ais, minum punya Abang aja," Mendekatkan cup es teh miliknya ke mulut Zai.

"Tapi ayah... "

"Sama aja isinya, rasanya juga sama."

Setelah melihat anggukan dari Alvan, Zai baru mau menyeruput es teh milik Ravel. Begitu merasakan segar dan manis yang memanjakan mulutnya, Zai langsung merebut cup itu dari Ravel. Lalu meminumnya hingga tandas.

"Seger ... Zai mau lagi."

Ravel menerima uluran cup kosong dari Zai dan menaruhnya. Ravel mengambil risol dan memberikannya pada Zai.

"Mau es teh," Mulutnya menolah, tapi Zai tetap menerima risol uluran dari Ravel dan menggigitnya.

Berhenti memberontak. "Ini apa?"

"Enak kaaan."

"Itu risol," Sahut Raven sembari menarik hidung Zairo. "Dimakan."

Zai menatap Raven. "Kak Ravel ada dua," Mendongak menatap Ravel.

"Aku bukan Ravel."

"Hantunya kak Ravel?"

"Aku Raven."

"Kembar? Temen Zai juga ada yang kembar. Awal-awal Zai susah banget bedainnya, tapi sekarang Zai udah hebat. Udah bisa bedain mana kakaknya, mana adeknya."

"Kalo aku kakaknya, Ravel adek."

Zai menggelengkan kepalanya ribut. Beranjak dari pangkuan Ravel, menghampiri Alvan dan mendudukkan dirinya dipangkuan Alvan.

"Mau sama ayah aja. Zai pusing kalo disana."

Warga yang menyaksikan interaksi kakak beradik itu pun tertawa kecil.

Fendi--salah satu warga yang duduk disamping Julian pun menyenggol lengan Julian.

"Seneng ya, pak. Kalo anak-anak akur mah."

Zai and the final destiny [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang