"Empuk om," Seru Zai begitu pantatnya mendarat dikursi mobil milik Julian. Mobil yang selama ini ia idam-idamkan. Badannya sampai bergerak heboh.
Julian dapat melihat senyuman senang terukir dibibir sang putra.
Wajar saja, Julian tidak pernah mengajak Zai pergi menggunakan mobil saat sudah besar ini.
Begitu mobilnya mulai berjalan, decakan kagum kembali terdengar dari mulut Zai.
"Wiiih, keren banget."
"Duduk anteng, Zai."
Mendengar perintah dari Julian, Zai langsung menyandarkan tubuhnya pada kursi mobil. Kakinya terjulur kedepan karena tingginya kursi tak sesuai dengan kakinya.
"Om keren banget bisa buat mobilnya jalan."
Menarik sudut bibirnya. Zai terus mengoceh tentang apapun yang ia lihat.
"Om, om kok bisa tau jalanan sih. Nggak takut kesasar?"
Melirik putranya sekilas. "Enggak."
"Kalo Zai takut nggak bisa pulang lagi. Makanya Zai dirumah aja."
"Emang kalo pergi kamu mau kemana?"
"Emm ... Kerumah om papi, kalo nggak kerumah bapak Fadil."
"Bapak kamu banyak."
"Iya dong," Katanya bangga. "Ada bapak Zai, bapak Fadil, ayah Alvan, om papi, terus ... Coba nanti Zai cari papa lagi."
Julian menoleh cepat kearah Zai. "Cari dimana? Kamu kira ayah itu dagangan?"
"Om, om tau dimana bapak Zai nggak?"
Sesaat nafas Julian tertahan. Bagaimana ia menjawab jika saja 'bapak' yang dimaksud Zai adalah dirinya sendiri.
"Kerja, kan?"
"Kerja dimana? Zai mau tau."
"Buat apa kamu tau, mau nyusul?"
"Iya," Sambil mengangguk cepat. "Dimana om?"
"Hm?"
"Zai kan dari tadi tanya, bapak Zai dinegaranya apa?"
Berfikir sejenak. "Di ... Negaranya jauh, nak."
"Kalo naik bis, bisa nggak?"
Terkekeh, melirik Zai sekilas. "Mana bisa. Yang namanya keluar negri itu harus pake pesawat."
"Pesawat yang dilangit itu?" Zai langsung menggeser tubuhnya dan menatap langit.
"Iya."
"Wah ... Rasanya naik pesawat gimana ya, om?"
"Kayak dilangit," Balas Julian asal. Kedua mata tajamnya terus menatap jalanan, sebisa mungkin Julian membalas pertanyaan random sang putra.
***
Melenceng dari permintaan Zai saat dirumah, kini, sebuah mainan pistol air sudah digenggaman Zai.
Zai lebih memilih pistol air daripada mobil remot seperti milik Gasta.
Jika saja Julian tidak menggandeng tangan Zai, mungkin saja anak itu sudah terjatuh karena tak memperhatikan jalanan. Fokus matanya terus tertuju pada mainan yang dilapisi plastik.
"Mau beli jajan dulu?" Tanya Julian begitu sampai disamping mobilnya yang terparkir.
Zai mendongak menatap Julian, lalu mengedarkan pandangannya kesekeliling.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zai and the final destiny [Completed]
RandomZai, laki-laki kecil pemilik jiwa kuat untuk tetap bertahan. Jika anak balita memukul saudarinya, apa yang akan dilakukan? Menyalahkan balita yang memukul, atau membela yang dipukul? Haha, sama saja. Zai itu anak kuat, anak hebat dan mandiri. Apa it...