Isakan lirih masih terdengar dari mulut Zai. Dengan sabar Yuni terus mengusapi kepala anak hebat itu seraya melontarkan kalimat penenang.
"Kenapa Zai sedih? Tadi kan Abang cuma mau main sama Zai."
"Zai takut."
"Takut kenapa? Abang pernah jahatin Zai?"
Menggeleng lemah. "Takut sosisnya diambil."
Langsung saja kekehan terdengar dari kubu Yuni. "Aneh-aneh aja. Padahal tadi Abang mau suapin Zai, loh."
"Zai nggak mau disuapin, Zai bisa sendiri."
"Berarti nggak jadi nih, disuapin ibu?"
"Jadi," Jawab Zai cepat. "Kalo ibu Zai mau."
"Yaudah, sini, duduk sendiri. Kalo dipangku ibu susah suapin kamu."
Zai langsung turun dari pangkuan Yuni dan mendudukkan dirinya disamping. Mereka berada diteras rumah Zai yang indah.
"Ak... "
Menerima suapan. "Bu, Zai boleh nggak?"
"Boleh apa?"
"Boleh nggak kalo Zai dipanggil adek sama ibu? Zai pengen kayak Gasta, Bu."
Gerakan tangan Yuni terhenti. Wanita itu langsung menoleh kesamping menatap tuan kecilnya yang tengah tersenyum lugu kearahnya. "Zai mau dipanggil adek?"
Menyengir sembari mengangguk.
"Boleh, ibu panggil adek ya, mulai sekarang."
"Iya."
"Ak dulu, baru ibu panggil kamu adek."
Zai langsung menerima suapan nasi dari Yuni.
Tertawa kecil. "Adek, adek Zai?"
"Ih, ibu ... Zai jadi malu."
"Gapapa. Ibu juga lebih suka manggil adek."
Sembari mengunyah, Zai mengangkat wajahnya. Menatap keatas. "Bapak adek kapan pulang ya, Bu?"
"Kenapa tanya gitu? Adek kangen bapak, ya?"
"Enggak kangen. Kan, adek belum pernah liat wajah bapak kayak apa ... Ganteng kayak Om Julian nggak ya?"
Yuni kembali memasukkan nasi kedalam mulut Zai, wanita itu tersenyum. "Bapaknya adek ganteng banget, kayak adek."
"Ibu pernah liat bapak?" Tanyanya semangat. "Bilangin sama bapak dong, jangan cari uang terus. Adek gapapa kalo nggak punya uang, yang penting adek bisa bobok sama bapak. Nanti adek mau ajakin bapak jalan-jalan naik angkot."
"Nanti kalo ketemu ibu bilangin. Sekarang makanannya diabisin dulu, katanya temennya mau kesini."
"Ibu tau?"
Mengangguk. "Kata pak Alvan tadi."
***
Yuni berjalan mendekati Julian yang tengah mengaduk kopinya. Kebetulan sekali bertemu didapur.
"Pak."
Julian membalikkan badannya, menyeruput kopi. "Bi? Kenapa?"
"Tadi ada yang dek Zai omongin sama saya."
Julian masih diam, menunggu kelanjutan.
Sebelum melanjutkan, Yuni menarik nafas lebih dulu. "Katanya, kalo saya ketemu bapaknya dek Zai ... Saya disuruh ngomong kalo bapak jangan cari uang terus, katanya Zai gapapa kalo nggak punya uang, yang penting Zai bisa tidur sama bapak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Zai and the final destiny [Completed]
RandomZai, laki-laki kecil pemilik jiwa kuat untuk tetap bertahan. Jika anak balita memukul saudarinya, apa yang akan dilakukan? Menyalahkan balita yang memukul, atau membela yang dipukul? Haha, sama saja. Zai itu anak kuat, anak hebat dan mandiri. Apa it...