Sialan. Nares sebenarnya bukan tipe orang yang senang mengumpat jika situasinya tidak terlalu menyebalkan. Sambil terbatuk-batuk karena asap knalpot hitam yang mengepul ke arahnya, laki-laki itu masuk ke mobil. Andai saja tidak sedang dikejar waktu, Nares tidak akan membiarkan gadis itu kabur. Sekarang Nares benar-benar dalam kondisi darurat waktu karena harus mengganti pakaiannya terlebih dulu.
Beruntung laki-laki yang selalu menomorsatukan penampilan itu selalu membawa pakaian cadangan di dalam mobil. Nares segera melajukan kembali mobilnya setelah mengganti kemeja biru laut dengan warna abu-abu. Celana bahannya juga sudah diganti. Sial sekali karena tadi dia tidak sempat mencatat nomor kendaraan gadis menyebalkan itu.
Nares tiba di kampus setengah jam sebelum kelas pertamanya dimulai. Beberapa mahasiswi tampak tersenyum menyapanya. Nares balas dengan senyuman yang menurutnya biasa saja. Akan tetapi para gadis muda itu malah berteriak tertahan, seolah-olah baru saja bertemu dengan artis idola. Nares yang sudah sering mendapati respon semacam itu, hanya tersenyum tipis sembari menggelengkan kepalanya.
Langkah Nares terhenti saat di kejauhan sana terlihat siluet gadis yang sepertinya tidak asing. Dan saat mengingat gadis itu adalah yang menabraknya tadi, Nares berniat mendekati.
"Pak Nares!" Langkah Nares kembali terhenti, ternyata rekan dosen yang memanggilnya.
"Selamat pagi Pak Ridwan." Nares menyapa dosen senior itu sembari menoleh ke arah gadis tadi, tetapi sosoknya sudah menghilang.
"Pak Nares mau ke ruangan dosen?" Nares mengangguk lalu segera melangkah beriringan dengan Pak Ridwan. Dalam hati masih memikirkan gadis tadi. Jadi dia mahasiswi di kampus ini? Jika benar begitu, mereka akan bertemu secara tidak sengaja nanti.
*
"Selamat pagi!" sapa Nares saat memasuki kelas pertamanya. Tidak lupa, menebar senyum yang sering dikatakan menawan oleh banyak orang. Dalam kondisi diam pun, laki-laki dengan belahan rambut sebelah kiri itu terlihat seperti sedang tersenyum. Nares memang memiliki garis wajah yang menunjukkan keramahan.
Sambutan salam terdengar dari semua mahasiswa. Beberapa mahasiswi tampak saling berbisik dan terus melempar senyum ke arah Nares.
"Mungkin perkenalan singkat saja dari saya. Perkenalkan nama saya Nareswara Pradipta, dosen mata kuliah keuangan baru kalian. Boleh panggil Pak Nares, Pak Dipta, suka-suka kalian saja. Asalkan jangan panggil sayang karena saya sudah ada yang punya." Nares mengakhiri perkenalan yang diselipi humor itu dengan senyuman. Tak pelak kalimat terakhirnya memancing tawa untuk menguar.
Nares pun segera memulai kelas dengan gaya santainya. Sesekali penjabaran yang dilakukannya diselipi humor. Dia ingin dikenal sebagai dosen yang asyik saat mengajar, bukan dosen killer yang ditakuti. Dia ingin mahasiswa yang mengikuti kelasnya bisa menikmati waktu belajar dengan baik. Bukankah saat dalam kondisi menyenangkan otak juga akan lebih mudah mencerna materi?
"Oke, silakan kalau ada yang mau bertanya." Nares duduk di tepi meja sembari mengedar pandang dan mempersilakan salah satu mahasiswa untuk mengajukan pertanyaan. Namun konsentrasinya harus terganggu oleh satu mahasiswa yang kini duduk di bangku tengah nomor dua dari belakang.
"Itu saja, Pak!"
Beruntung Nares tipe orang yang bisa membagi konsentrasinya ke dua arah. Pertanyaan dari mahasiswanya tadi bisa dia tangkap dengan baik dan juga bisa Nares jawab dengan lancar. Namun mata hitam laki-laki itu sesekali mengarah ke tempat yang sama. Di bangku itu, entah mengapa sejak tadi penghuninya selalu menyembunyikan wajah.
Kelas pertama akhirnya usai. Nares keluar kelas terlebih dulu. Berpura-pura menelpon, dengan mata sipitnya laki-laki itu terus mengawasi satu persatu mahasiswa yang keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Pak Dosen
RomanceNares menolak saat eyang menunjuk Arawinda sebagai gadis yang akan menjadi jodohnya. Ara jauh dari kriteria wanita idaman bagi Nares yang memiliki kriteria tinggi dalam memilih calon istri. Lagipula Ara adalah mahasiswa yang sering membuat ulah di k...