Bab 20. Berdamai

64 7 0
                                    

"Jadi pendekatan Bapak ke cewek itu cuman sebatas ngirim pesan WA?" Ara menatap Nares dengan pandangan tidak percaya. Ternyata Nares memiliki banyak kepribadian yang masih mampu membuatnya tercengang. 

Pembahasan siang tadi masih berlanjut sampai malam tiba. Namun tempatnya berbeda. Tidak lagi di kafe, melainkan di teras rumah Nares. Keduanya kini tengah duduk berdampingan sembari menikmati mie ayam serta jus mangga yang Nares pesan online. Pemandangan yang mampu membuat salah satu penghuni rumah salah paham. Siapa lagi jika bukan Eyang Widya. 

"Keburu diserobot orang kali, Pak, kalau kayak gitu caranya." Arawinda menggelengkan kepalanya. Lalu menoleh ke belakang saat merasa ada seseorang yang memerhatikan mereka. 

Nares ikut menoleh ke tempat sama, lalu laki-laki itu berdecak pelan. "Eyang, paling lagi salah paham," ujarnya, menjawab kebingungan yang kini Arawinda rasakan. 

Arawinda yang paham hanya mengangguk pelan. Lalu kembali pada topik pembicaraan. "Bapak sudah lama, suka sama Nadira ini?" 

Nares mengangguk dengan senyuman penuh kekaguman. Membuat Arawinda jadi penasaran seperti apa sosok Nadira ini. 

"Boleh liat nggak, Pak, kayak apa orangnya?" Arawinda menggeser sedikit tubuh saat Nares menjawab dengan anggukan, dan segera membuka galeri di ponselnya. Foto seorang gadis dengan rambut ombre terpampang cantik di layar benda kotak itu. 

"Cantik banget, Pak," puji Arawinda tulus. Foto gadis bernama Nadira itu memang sangat cantik. Terlihat sekali jika sosoknya sangat berkelas. 

"Kalau dilihat langsung lebih cantik." Nares mengusap wajah Nadira di foto yang masih terpampang. 

Arawinda mau tidak mau menatap wajah Nares yang menunjukkan kekaguman penuh. "Kejar dong, Pak! Sebelum kecantol orang lain."

"Itu dia." Nares menggaruk kepalanya, lalu menatap ke arah Arawinda. "Kamu beneran mau bantu saya?" 

Arawinda mengangguk mantap. Meski tidak memiliki banyak pengalaman percintaan, tetapi dia rasa bukan hal sulit untuk menjadi mak comblang. 

"Kalau sampai beneran bisa bikin saya jadian sama dia. Saya bakalan kabulin satu permintaan kamu," ujar Nares sungguh-sungguh. 

"Beneran?" 

Nares mengangguk tanpa ragu. 

"Oke, kalau gitu saya bantuin." Arawinda mulai berpikir apa yang harus dilakukan Nares pertama kali. 

Nares yang melihat Arawinda berpikir, menatap gadis itu dari samping. Jika diperhatikan dengan seksama, gadis ini sebenarnya cukup manis. Arawinda memiliki wajah yang tidak membosankan saat dipandang. 

"Bapak pernah ngasih dia hadiah?" Arawinda terlalu cepat menoleh sehingga Nares tidak sempat menarik pandangannya. 

"Emm, belum pernah," jawab laki-laki itu sembari berdehem untuk menutupi kegugupan yang muncul. 

Arawinda sempat bingung melihat tingkah aneh yang Nares tunjukkan. Namun gadis itu memilih untuk tidak peduli. 

"Bapak ini payah," katanya. 

"Habisnya saya bingung mau kasih kado apa." Nares selalu merasa takut jika Nadira tidak akan menyukai apa yang diberikannya. 

"Bapak memangnya nggak nyari tahu apa yang dia suka?" 

"Udah," jawab Nares sembari membuka catatan kecil yang dia buat di ponsel. Tentang hal-hal yang Nadira suka.

Arawinda segera membaca apa saja barang yang Nadira sukai. "Padahal ini hal-hal umum loh, Pak. Mudah dicari."

Jodoh Untuk Pak Dosen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang