"Baru jam sembilan, kan, ini? Kenapa berasanya udah kayak tengah hari?"
Arawinda hanya mendengkus pelan mendengar gerutuan teman satu kelas yang menjadi kelompoknya kali ini.
"Berapa jam lagi, sih, Ra?" Pertanyaan sama yang sudah Ara jawab berkali-kali, nyaris bosan.
Arawinda yang sedang menghitung uang hasil penjualan kaos untuk acara bazar kampus melihat jam di ponsel.
"Sekarang jam sembilan, acara bazarnya sampai jam sebelas. Coba lo hitung kira-kira masih berapa jam lagi?" Arawinda menjawab sembari melirik kesal Sherly, teman satu kelompok yang rasanya tidak melakukan apa pun selain mengeluh.
Ada tujuh orang dalam satu kelompok. Masing-masing sudah dibagi tugas. Di kelompok Arawinda, ada tiga gadis dan empat pemuda. Para gadis mendapat tugas menjaga stand bazar, sementara empat pemuda lainnya bertugas untuk mempromosikan dagangan mereka.
"Lumayan banget lakunya, Ra!" ujar Wita, satu teman yang duduk di sisi lain Arawinda. Berbeda dengan Sherly yang terus mengeluh sejak tadi, Wita lebih terlihat semangat.
Arawinda yang mendengar perkataan itu ikut tersenyum bangga. Ide produk yang dijual kali ini tercetus darinya. Kaos dengan sablon kata-kata plesetan merek sedang ramai di media sosial. Itu kenapa daripada menjual makanan, Arawinda lebih memilih untuk menjual barang yang lebih tahan lama. Misal tidak habis, tidak akan basi. Bisa tetap dijual diluar tugas manajemen keuangan dan marketing ini.
"Nih, pada minum dulu!" teriak Rafa sembari membagikan minuman kekinian berlogo yang buka di seberang kampus.
"Dermawan banget lo, Raf? Ada acara apa?" Pertanyaan dengan nada cibiran itu meluncur dari bibir Sherly. Sementara Arawinda dan Wita memilih untuk meminum minuman yang didapat tanpa banyak berkomentar.
"Dari Pak Nares!" Jawaban yang Rafa beri nyaris membuat Arawinda tersedak. Beruntung gadis itu langsung bisa mengendalikan degup jantungnya yang langsung berulah. Kenapa selalu seperti ini setiap mendengar nama itu?
"Pak Nares! Terima kasih minumannya!" Teriakan kali ini berasal dari Sherly. Dengan gaya centilnya, gadis itu melambai ke arah Nares yang sedang berdiri di stand lain.
Arawinda segera menoleh ke tempat Nares berada. Laki-laki itu melempar senyum padanya, yang hanya dibalas Ara dengan anggukan pelan.
"Ih, dia itu nglempar senyum ke gue, kan?" Sherly malah yang terlihat heboh.
Terdengar decakan dari Wita mendengar kegeeran teman kelompoknya yang memang terkenal centil itu. "Apa sih, lu, Sher? Jelas-jelas Pak Nares ngelempar senyum buat Ara."
Kali ini Arawinda benar-benar tersedak. Melirik Sherly dan Wita bergantian. Ada cibiran halus dari arah kanan, dan senyum penuh godaan dari arah kiri.
"Gue lihat yang kemarin Pak Nares ngasih lo air mineral." Bisikan Wita kembali membuat Arawinda tersedak. Gadis itu malah terkikik geli melihat hidung kecil Arawinda tampak memerah.
"Kapan? Salah liat kali lu!" Arawinda mencoba menjaga ekspresinya agar tidak terlihat salah tingkah.
"Pas lu turun dari mobil doi di halte depan. Gue juga liat." Wita kembali terkikik geli melihat Arawinda yang terkejut.
"Kalian, ada hubungan?" tanya Wita dengan wajah penasaran.
"Nggak ada, itu kebetulan ketemu di jalan doang." Arawinda menyibukkan diri dengan catatan kecil di depannya. Setelah acara bazar selesai mereka harus membuat laporan untuk acara ini.
Sherly yang tidak diajak dalam obrolan menggeser kursinya mendekat ke arah Arawinda. "Pada ngomongin apa, sih? Bisik-bisik gitu."
Wita sudah siap membuka mulut, tetapi langsung mengatupkannya saat mata Arawinda menyiratkan untuk tidak mengatakan apa pun. Sherly ini biang gosip, jangan sampai beredar rumor tidak jelas antara dia dan Nares.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Pak Dosen
RomanceNares menolak saat eyang menunjuk Arawinda sebagai gadis yang akan menjadi jodohnya. Ara jauh dari kriteria wanita idaman bagi Nares yang memiliki kriteria tinggi dalam memilih calon istri. Lagipula Ara adalah mahasiswa yang sering membuat ulah di k...