Arawinda harus kembali memasukkan sepeda motornya ke bengkel karena menjadi korban balas dendam salah sasaran.
Sesampainya di parkiran kampus tadi, dia mendapati seorang pemuda tengah dimarahi oleh security. Setelah diinterogasi, ternyata pemuda tersebut ingin mengerjai teman yang membuat masalah dengannya. Namun salah mengenali sepeda motor.
Entah itu alasan yang sebenarnya atau bohongan. Arawinda memilih untuk menyerahkan kasus tersebut pada pihak kampus. Yang penting dia sudah mendapat kompensasi uang untuk membetulkan bagian rusak di motornya.
Selepas magrib Ara baru sampai di rumah karena hari ini ada jadwal memberikan les privat. Kebetulan sekali ada Nares yang sedang duduk di teras depan sembari merokok. Meski tidak menyukai asap rokok, Arawinda tetap mendekati laki-laki itu untuk mengkonfirmasi sesuatu. Ini masih berhubungan dengan kejadian di parkiran kampus tadi.
"Saya mau nanya boleh?" tanya Arawinda sembari berdiri agak jauh dari Nares agar tidak terlalu terpapar asap rokok.
"Memang ada undang-undang dilarang bertanya di rumah ini?" Nares balik bertanya tanpa menatap wajah Arawinda. Seperti tengah menikmati sekali kegiatan yang tengah dilakukan.
"Bapak yang nyuruh cowok tadi?" Kecurigaan Arawinda tentu bukan tanpa alasan. Tadi dia sempat melihat mobil Nares keluar saat keributan di parkiran sepeda motor terjadi. Tidak mungkin jika laki-laki ini tidak tahu apa-apa.
Nares menunjukkan kernyitan bingung. Entah hanya akting, atau memang tidak paham dengan pembahasan yang sedang gadis di depannya bangun.
"Tadi ada yang isengin sepeda motor saya. Kata orang bengkel bagian remnya yang dirusak." Arawinda mengatakan hal tersebut sembari menelisik wajah Nares. Ekspresi terkejut sempat tertangkap matanya muncul di wajah laki-laki itu, tetapi hanya sebentar. Selanjutnya ekspresi datar tidak peduli yang mendominasi.
"Terus urusannya sama saya apa?" Nares mematikan rokoknya yang belum habis ke dalam asbak.
"Menurut saya Bapak ada hubungannya sama hal ini," tuduh Ara langsung. Bertambah yakin jika semua ini ulah Nares.
"Kamu nuduh saya?"
"Iya!" jawab Ara jujur.
"Kamu…." Nares terlihat menghela napas untuk menekan emosi yang muncul. Jangan sampai eyang yang sedang berada di dalam mendengar keributan mereka. Karena sudah tidak perlu ditanyakan lagi siapa yang akan disalahkan dalam hal ini.
"Jangan asal nuduh. Walaupun saya nggak suka sama kamu. Saya nggak akan sekejam itu juga sampai mau mencelakai kamu." Nares mendengkus malas, lalu memilih bangkit dari kursi teras.
Arawinda sempat terdiam sebelum akhirnya mengejar langkah Nares. "Bapak yakin nggak lagi bohong?"
"Terserah kamu mau percaya atau enggak," jawab Nares tanpa mau memelankan langkah.
Arawinda pun menghentikan niat untuk mengejar Nares saat dilihatnya Eyang Widya keluar dari kamar. Tidak mau wanita baik ini tahu tentang apa yang terjadi hari ini. Nanti malah Nares yang terus dimarahi. Meski mencurigai laki-laki itu, tetapi Ara tidak mau memanfaatkan kebaikan Eyang Widya untuk menindas Nares.
"Baru pulang kamu, Ra?" Eyang Widya tersenyum, lalu melongok ke arah tangga di mana Nares sedang meniti anak tangga untuk naik ke lantai atas.
"Iya, Yang." Arawinda ikut melongok ke tempat mata Eyang Widya mengarah, lalu mencium punggung tangan wanita itu.
"Di kampus, Nares nggak cari masalah, kan, sama kamu?" tanya Eyang Widya.
"Enggak, memang kenapa, Yang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Pak Dosen
RomanceNares menolak saat eyang menunjuk Arawinda sebagai gadis yang akan menjadi jodohnya. Ara jauh dari kriteria wanita idaman bagi Nares yang memiliki kriteria tinggi dalam memilih calon istri. Lagipula Ara adalah mahasiswa yang sering membuat ulah di k...