Bab 11. Sifat lain Nares

72 8 0
                                    

Bibir tipis itu tersungging puas saat teriakan melengking seorang gadis terdengar. Tidak perlu mencari tahu apa alasannya karena semua ini adalah ulahnya. Mungkin akan terdengar kekanakan, tetapi Nares sungguh tidak peduli. Apapun akan dilakukannya agar Arawinda bisa pergi dari rumah ini. 

Nares dengan sengaja mencari tahu apa saja hal yang ditakuti oleh Arawinda. Hewan melata adalah satu hal yang gadis itu takuti. Dan dengan sengaja, Nares meletakkan ular mainan di atas pintu kamar yang gadis itu tempati.

Nares sungguh kesal pada eyang karena memperlakukan gadis itu dengan sangat istimewa. Bahkan kamar yang Arawinda tempati adalah kamar utama. Dan yang lebih menyebalkan, letaknya berada persis di samping kamarnya. 

"Res!" Ketukan--ralat, bukan ketukan, tetapi gedoran di pintu terdengar bersamaan dengan suara eyang yang memanggil namanya. 

"Nares!" 

Nares sengaja pura-pura tidak mendengar. Baru saat panggilan ketiga kalinya terdengar, laki-laki itu berjalan keluar. Memasang wajah ngantuk, tidak lupa mengacak rambut yang biasa rapi. 

"Nareswara!"

"Apa, sih, Yang?" tanya laki-laki itu sembari membuka pintu, pura-pura menguap. Berharap eyang percaya jika dia baru saja bangun tidur. 

"Ngaku!"

"Ngaku apaan?" Nares mengernyit bingung, lalu melangkah malas ke arah kasur untuk kembali merebahkan tubuh. Namun eyang tidak membiarkan, menarik tangannya agar berdiri. 

"Kamu yang ngerjain Ara?" Eyang Widya memicingkan mata, menyelidik wajah sang cucu. Heran karena tingkah Nares kali ini sungguh kekanakan. 

"Umur kamu itu sudah berapa Nares … masih pantes melakukan hal seperti itu?" Eyang Widya menggeleng tidak mengerti.

"Eyang ini ngomong apa, sih? Nares nggak paham." Jangan sampai aktingnya ketahuan. 

Eyang Widya memutuskan untuk pergi. Ada aura panik yang wanita itu tunjukkan. Nares yang melihat itu semua jadi penasaran. Apakah dia memang keterlaluan? Namun, bukankah bagus kalau keterlaluan? Siapa tahu Arawinda akan langsung minta pulang. 

*

Sementara di kamar sebelah Arawinda sedang berusaha meredam keterkejutannya. Meneguk air putih yang baru saja diambilkan oleh Eyang Widya. Sempat mendengar wanita itu memarahi Nares, sepertinya eyang juga curiga jika semua ini adalah ulah laki-laki itu. Karena memang jika bukan Nares, siapa lagi di rumah ini yang tidak menyukai keberadaannya? Ara cukup terkejut karena Nares yang terlihat begitu berwibawa di kampus, bisa melakukan hal kekanakan seperti ini. 

"Gimana Cah Ayu, sudah lebih baik?" tanya eyang dengan sorot khawatir. Arawinda segera membalas dengan anggukan. 

"Tadi Ara cuman kaget aja," katanya, lalu kembali berkata, "Maaf, ya, Yang. Ara jadi bikin heboh."

"Harusnya Eyang yang minta maaf. Karena ndak bisa jaga kamu dengan baik. Kamu ndak kapok, kan?" Eyang Widya sungguh takut Arawinda akan meminta pulang setelah kejadian ini. 

Arawinda langsung menunjukkan senyuman, lalu menggeleng. Dia memang takut pada hewan melata seperti ular. Dan ular mainan tadi berhasil memancing ketakutannya. Namun hanya dengan itu, mana mungkin dia akan menyerah? 

"Nggak akan Eyang. Ara akan tetap tinggal dan lanjutin pekerjaan Ara." 

Eyang Widya tersenyum lega mendengar jawaban tersebut. "Syukurlah. Zaman sekarang sulit nyaring orang yang bisa dipercaya. Apalagi Eyang butuh orang yang bisa membuat nyaman dan aman biar kecemasan berlebih yang Eyang rasakan bisa berkurang."

Arawinda menggenggam jemari Eyang Widya. "Eyang tenang saja, Ara bukan orang yang gampang menyerah. Dan Ara bakalan lakukan pekerjaan Ara dengan baik."

Eyang Widya mengangguk, lalu tersenyum. Meski kali ini Ara mau tinggal di rumahnya karena uang, tetapi lama kelamaan gadis ini pasti bisa tinggal selamanya karena alasan lain. 

Jodoh Untuk Pak Dosen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang