Arawinda membolak-balik lembaran buku catatan di tangannya. Ada beberapa tulisan yang memudar karena basah. Buku bersampul hitam itu adalah milik Nares. Benda yang siang tadi menjadi korban kecerobohan Ara, dan berakhir dengan dirinya yang dihukum.
Sebenarnya hukuman ini termasuk ringan. Apalagi jika mengingat yang dia rusak tidak hanya buku ini. Ada mobil yang body-nya penyok, juga ponsel yang untungnya masih menyala. Jika dua benda itu yang harus Ara perbaiki. Tidak tahu apakah kini tabungannya akan cukup.
Andai saja Ara tidak memiliki banyak kegiatan. Mungkin dia bisa menyelesaikan hukumannya dalam satu hari. Akan tetapi, dengan padatnya jadwal untuk mencari cuan tambahan, waktu Ara sungguh sangat minim.
"Kak Ara, yang ini aku nggak paham." Fokus Ara segera teralih. Meletakkan buku yang sejak tadi dipegang, gadis berwajah oval itu langsung beringsut mendekati murid les privatnya.
Setiap hari Senin sampai Kamis Ara memang memberikan les privat matematika pada dua anak SD dengan jadwal bergantian. Hasilnya lumayan untuk menambah membayar uang semester. Di hari lain Ara akan melakukan pekerjaan sampingan lainnya. Apa pun akan dilakukan gadis itu untuk mendapatkan uang.
"Ini gampang kok. Bentar, Kakak tulisin rumusnya." Ara segera menjelaskan dengan baik materi yang anak di sampingnya tidak mengerti.
Sejauh ini, cara mengajarnya disukai anak-anak. Dan para orang tua puas karena berkat les privat dari Arawinda, nilai anak mereka naik. Itu kenapa setiap kali murid lesnya berhenti untuk memakai jasanya, tidak lama kemudian akan ada murid baru.
Ara selesai memberikan les privat sebelum magrib. Akibat sepeda motornya yang harus menginap di bengkel, kini Ara terpaksa menggunakan angkutan umum. Entah kapan kendaraan roda duanya itu akan selesai diperbaiki karena montir bengkel mengatakan akan memeriksa dulu baru nanti mengabarinya. Berharap saja tidak akan lama, dan juga uang yang dibayarnya tidak banyak.
Arawinda pergi ke minimarket karena angkutan umum tujuan ke rumahnya belum terlihat. Tenggorokannya sudah kering, dan perutnya juga keroncongan. Sejak siang Ara belum mengisi perutnya dengan apapun.
"Iya, bentar lagi Nares pulang."
Suara berat nan familier itu membuat kepala Ara langsung menoleh ke arah samping. Tangannya yang sudah terulur untuk mengambil air mineral dingin di depannya urung. Gadis itu menjulurkan lehernya lebih panjang untuk mengenali laki-laki di sampingnya.
Kemeja abu-abu, celana bahan, sepatu pantofel. Semuanya masih serapi siang tadi terakhir kali mereka bertemu. Ara teringat hukuman yang Nares beri. Kira-kira, kalau dia meminta keringanan apakah laki-laki ini akan memberi?
"Nares tutup dulu, Yang."
Sedikit mengendap, gadis itu menghampiri Nares, lalu berseru, "Pak!"
"Astagfirullah!" ujar Nares terkejut. Ara meringis saat laki-laki itu memberikan ekspresi seperti baru saja bertemu dengan hantu.
"Ih, Bapak, udah kayak ngeliat setan aja."
Nares tampak berdecak kesal. "Penampilan kamu ini udah kayak kuntilanak memang," ujarnya asal.
Ara tentu saja menganga tidak percaya dikatai seperti kuntilanak. "Mana ada Mbak Kunti pakai jaket kuning?"
Nares hanya menggelengkan kepalanya, lalu melangkah ke arah kasir.
Arawinda pun bergegas mengikuti. Tidak lupa terlebih dulu menyambar air mineral dingin botolan. "Pak, boleh minta keringanan hukuman nggak?"
"Nggak ada, itu saja sudah termasuk ringan," jawab Nares sembari menghentikan langkah saat antrian menguar di depan kasir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Pak Dosen
RomanceNares menolak saat eyang menunjuk Arawinda sebagai gadis yang akan menjadi jodohnya. Ara jauh dari kriteria wanita idaman bagi Nares yang memiliki kriteria tinggi dalam memilih calon istri. Lagipula Ara adalah mahasiswa yang sering membuat ulah di k...