Bab 26. Tidak ada yang sempurna

95 9 2
                                    

Nadira : Hari ini ngajar sampai jam berapa?

Pesan seperti itu sudah Nares dapatkan selama hampir satu minggu. Atau lebih tepatnya, semenjak dirinya dan Nadira resmi menjadi sepasang kekasih. 

Terkadang, Nares masih merasa ini adalah mimpi. Pasalnya saat nekad menyatakan cinta pada Nadira malam itu, Nares masih berpikir jika dirinya akan ditolak. Atau paling tidak, Nadira akan meminta waktu untuk berpikir. Tidak menyangka jika wanita itu akan langsung menerimanya. 

Nares akui ada rasa bahagia yang meletup. Namun, entah mengapa ada satu sisi hatinya yang merasa hambar. Nares sendiri bingung kenapa bisa seperti itu. Apalagi saat ada satu dari sifat Nadira yang selama ini tidak terlihat, mendadak terpampang nyata.

Nadira : Sore ini aku ada undangan untuk acara fashion show. Aku cuman jadi tamu, tapi harus dateng buat nambah pengalaman. Kamu antar, ya?"

Nares baru akan membalas pesan tersebut saat panggilan dari Nadira masuk. Inilah yang Nares maksud. Nadira ternyata bukan tipe penyabar. Di balik sikap lemah lembut yang selama ini wanita itu tunjukkan, Nadira adalah sosok yang sedikit egois.

"Kok nggak dijawab?" Ada nada kesal di balik suara lembut dari seberang.

Nares tersenyum, mencoba bersabar. Nyatanya memang tidak ada manusia sempurna di dunia ini. Dialah yang terlalu munafik dengan menganggap Nadira adalah sosok sempurna. Mungkin itu salah satu alasan yang membuat hatinya sedikit kecewa saat tahu ada sisi buruk yang Nadira miliki. 

"Maaf, aku habis mandi," jawab Nares sembari mengusap rambut setengah basahnya dengan handuk. 

"Sore ini–"

"Kamu harus dateng, nggak ada alasan nggak bisa. Soalnya ada Marco juga," potong Nadira cepat dengan nada tidak mau dibantah. Marco yang wanita itu sebutkan adalah mantan kekasihnya.

"Tapi sore ini aku beneran nggak bisa." Nares membuka buku agenda, di mana jadwalnya sudah tersusun rapi di sana. Sore ini dia ada acara di kampus. Tentu saja tidak bisa untuk izin.

"Aku ada acara di–"

"Kamu nggak sadar sudah berapa kali nolak pergi sama aku selama satu minggu ini?" Nadira terdengar sangat kesal. Nares ingin memaklumi, tetapi tidak bisakah Nadira juga memaklumi kesibukannya?

"Maaf, tapi aku sudah janji, kan, bakalan pergi sama kamu akhir minggu ini?"

Tidak ada sahutan, sepertinya Nadira benar-benar marah. "Sayang," ujar Nares masih sedikit kaku. 

Terdengar helaan napas, kekesalan Nadira biasanya akan berkurang setelah mendengar panggilan tersebut. 

"Memang ada acara apalagi, sih, di kampus kamu?" Meski terdengar masih kesal, setidaknya suara Nadira sudah terdengar kembali melembut.

Nares pun menjelaskan acara seperti apa yang akan diikutinya. 

"Oke, kalau memang penting kamu bisa dateng." Nares sudah ingin tersenyum, tetapi urung karena ternyata kalimat itu belum selesai. "Tapi bisa, kan, pergi di tengah acara. Yang penting kamu udah nunjukin diri? Pokoknya kamu harus temenin aku kalau nggak mau aku marah."

Panggilan terputus begitu saja setelahnya. Nares yang melihat itu semua hanya bisa menghela napas. Ini baru satu minggu, bagaimana dengan hari-hari selanjutnya? Kenapa Nares sudah mulai lelah dan merasa keputusannya untuk menjadikan Nadira kekasih adalah sebuah kesalahan?

*

Nares turun ke lantai bawah setelah berpenampilan rapi. Namun hari ini wajahnya terlihat lesu, semua masih berhubungan dengan kemauan tidak terbantahkan Nadira. 

Jodoh Untuk Pak Dosen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang