"Loh, Pak! Kok nggak berhenti?" Arawinda menoleh panik ke arah halte bus. Tempat biasa dia turun dari mobil Nares jika sedang menumpang.
Nares malah menoleh sejenak ke arah Arawinda dengan tatapan santai. "Nggak papa. Panas sekali di luar."
Arawinda menundukkan kepala saat mobil yang Nares kendarai mulai masuk ke area kampus.
"Pak, ini nggak salah?" tanya gadis berkacamata itu dengan tatapan bingung, juga takut, dan panik. Kehidupan kampusnya bisa kacau jika fans garis keras Nares menangkap basah dirinya turun dari mobil dosen idola.
"Memangnya kenapa?" Nares tidak memerhatikan tingkah gadis di sampingnya karena sedang memarkirkan mobil.
"Pak, saya masih mau hidup tenang di kampus loh." Arawinda tidak hanya menundukkan kepala. Akan tetapi gadis itu kini masuk ke kolong dashboard saat beberapa mahasiswi terlihat mengamati mobil Nares.
Melihat hal aneh itu Nares tidak bisa menahan tawa gelinya untuk muncul. "Kamu itu ngapain?"
"Pak, di luar itu banyak fans garis keras Bapak!" Arawinda merasa beruntung memiliki tubuh mungil jadi bisa menyembunyikan diri saat ini. Namun pertanyaannya, bagaimana cara untuk bisa keluar dari mobil ini?
Nares awalnya hanya mengerutkan kening. Namun langsung tertawa geli saat memahami kalimat Arawinda.
"Fans garis keras? Kamu itu ada-ada saja. Udah cepet turun!" Nares lebih dulu turun dari mobil. Sementara Arawinda masih bertahan di posisinya.
"Cepetan turun!" Nares sudah berdiri di depan pintu mobil bagian penumpang dan membuka pintunya.
"Pak …." Arawinda yang tidak siap mendapatkan banyak musuh sungguh menyesal karena nebeng mobil Nares hari ini.
"Turun, Arawinda." Kali ini Nares menarik pelan tangan Ara. Gadis itu mau tidak mau beranjak dari tempat persembunyiannya. Persis seperti maling yang baru saja tertangkap oleh warga. Arawinda langsung menutup wajahnya dengan ransel. Lalu tanpa menoleh ke kanan kiri gadis itu berlari meninggalkan Nares yang kembali tertawa geli.
*
"Ra, lo ada hubungan apa sama Pak Nares?" Pertanyaan seperti itu sudah Arawinda dapatkan sejak beberapa menit yang lalu dari orang yang berbeda.
"Hubungan apa maksudnya? Nggak ada." Ara menjawab tanpa mau melihat ke arah si penanya. Pura-pura sibuk dengan benda pipih di tangan.
"Tapi tadi pada liat kamu turun dari mobil beliau." Suara lain menyahut. Kini Ada lima gadis yang mengelilingi Arawinda. Tatapan yang mereka lesatkan berbeda-beda. Ada tatapan iri, meremehkan, penasaran. Itu kenapa Arawinda memilih untuk tidak membalas satupun tatapan yang melesat untuknya.
"Tadi nggak sengaja ketemu di jalan. Karena Pak Nares baik hati dan nggak sombong, beliau ngasih gue tumpangan." Kali ini Arawinda mendongak untuk meyakinkan jika perkataannya adalah benar.
"Yakin lo?"
"Yakin seratus persen!" jawab Arawinda tegas. Juga kesal karena harus menanggung kecurigaan seperti ini. Kenapa harus dia yang diinterogasi seperti ini? Seolah-olah baru saja melakukan kejahatan.
"Asal kalian tahu aja, Pak Nares itu udah punya pacar. Cantik banget! Jadi nggak usah pada ngarep!" Arawinda berharap jika informasi yang baru saja dibagikan bisa membuatnya terlepas dari gangguan.
"Yang bener?"
Arawinda hanya menganggukkan kepala. Tidak tahu siapa yang bertanya karena ada pesan masuk di ponselnya. Ternyata dari Nares. Kebetulan sekali laki-laki itu baru saja memposting status foto Nadira di aplikasi pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Pak Dosen
RomanceNares menolak saat eyang menunjuk Arawinda sebagai gadis yang akan menjadi jodohnya. Ara jauh dari kriteria wanita idaman bagi Nares yang memiliki kriteria tinggi dalam memilih calon istri. Lagipula Ara adalah mahasiswa yang sering membuat ulah di k...