Brina merasakan hari ini cukup sial baginya. Terlambat masuk ke kelas terakhir karena tertidur di perpustakaan adalah hal yang cukup memalukan. Karena terburu-buru saat pulang ia juga harus berjalan kaki ke rumah sebab ia sempat terlewat satu halte. Hari sudah cukup gelap dan ia baru saja tiba di rumah.
"Kakak ke mana aja? Kok baru pulang?" tanya Soka, adiknya.
"Enggak tahu deh, kakak capek banget. Hari ini kakak rasanya sial banget, Sok. Kamu ngapain di luar?" Brina melihat Soka yang masih celingukan.
"Pas ganti baju sepulang sekolah tadi tuh aku denger suara kucing. Dua kayaknya soalnya saut-sautan terus. Aku lagi nyari sumber suaranya di mana. Kak bantuin yuk." Soka sendiri berbicara sembari mencari cari suara kucing yang sayup-sayup masih terdengar.
Brina mencari kucing yang dimaksud adiknya itu di tempat tempat yang agak sempit. Brina sempat terkejut saat tahu suara kucing-kucing tadi semakin keras di sekitar pembuangan sampah. Brina akhirnya menemukan kucing-kucing yang dimaksud adiknya tadi di sebuah kantung plastik yang terbuka. Kondisi kedua kucing itu begitu kelaparan. Brina pun mengeluarkan kedua kucing itu dan memberinya makanan basah yang ia selalu bawa di dalam tasnya.
"Mereka kenapa dibuang ya? Mereka kelihatan kerawat banget lho." Soka berkomentar saat salah satu kucing ada yang mendusal padanya.
Brina sedikit memperhatikan kedua kucing yang masih dengan lahap memakan wet food pemberiannya itu. Salah satu kucing itu memiliki ear tip dan yang lainnya berkalung dengan gantungan bintang. Kucing-kucing itu seperti sempat punya pemilik, tetapi dibuang karena suatu hal.
"Kalian pasti dibuang pemilik kalian sebelumnya karena saudara kalian terlalu banyak ya? Kalau kalian tinggal di rumahku, kalian mau?" Brina berusaha mengajak bicara kedua kucing itu. Tangannya dijilat oleh kucing berkalung bintang dan matanya menampakkan pupil yang bulat sempurna dan besar.
"Ah, okay. Kalian mau tinggal? Soka, cari kardus yang bersih untuk alas tidur mereka. Besok kakak akan mencari uang untuk membelikan mereka tempat yang lebih layak." Brina memerintahkannya.
Soka menemukan sebuah kardus yang cukup besar namun cukup pendek. Brina mencari alas berupa kain-kain bekas sebelum memasukkan kedua kucing itu ke dalam kardus yang dibawa oleh adiknya. Adiknya begitu senang ketika melihat kedua kucing itu akhirnya bisa ia bawa masuk. Ia tampak begitu gemas dengan tingkah dua kucing yang masih bersuara kecil itu.
Brina dan Soka akhirnya memasuki rumah mereka dan bermain bersama dengan kucing-kucing lucu itu. Keduanya begitu aktif berlarian di ruang depan rumah dan membuat Soka tak hentinya tertawa gemas. Soka memang sangat menyukai hewan-hewan menggemaskan apalagi kucing.
"Kakak, kucing ini kayaknya bakal mirip sama kakak deh, aku panggil dia Bani, boleh?" Soka menunjuk kucing dengan kalung bintang.
Brina agak terkejut, tetapi ia juga setuju. Ia memberikan nama pada kucing hitam yang lainnya dengan sebutan Hani, sebab ia semanis madu. Kedua kucing itu tampak senang dengan nama panggilan mereka. Keduanya bergantian mengusal pada Brina dan Soka. Soka mengambil mangkuk kecil dan mengisinya dengan air mineral. Ia meletakkan mangkuk kecil itu di dekat dua kucing itu yang langsung berebut untuk minum.
"Astaga, gantian sayang. nanti tumpah." Brina seakan memperingatkan anak-anak.
Soka mengingatkan kakaknya untuk membersihkan diri sebab dirinya yang baru saja pulang dari berkegiatan. Brina menepuk jidatnya. Ia segera bergegas mandi dan membereskan barang-barang yang tadi dibawanya.
"Kakak udah makan?" tanya Soka yang terdengar begitu khawatir.
"Itu di meja ada ayam goreng kesukaan kamu. Kamu makan duluan aja sana. Kakak masih bisa nanti." Brina merebahkan tubuhnya ke sofa karena terlalu lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cat Lucks
FantasyKucing hitam membawa sial? Itu hanya Mitos. Kedatangan kucing hitam di kehidupan Brina dan adiknya mengubah semuanya menjadi lebih berwarna. Banyak kejutan yang dua kucing itu hadirkan di tengah sunyinya rumah kecil itu. Menghadirkan banyak cinta da...