Brina berdandan untuk menutupi wajahnya yang memang sedikit pucat hari ini. Ia akan membuka pamerannya sendiri. Brina juga sudah membuat karya yang memang dibuat dadakan. Beberapa wajah yang dikenalnya pun sudah menunggu pembukaan pameran tersebut.
Sadam dengan setia mendampingi Brina ketika bersiap membuka pameran. Ia juga mengontrol apa yang harus Arbani dan Sehan lakukan selama pameran yang akan dibuka sekitar 16 jam itu.
"Sayang, kalau kamu ngerasa enggak enak, kamu bisa langsung pamit dulu. Kamu kelihatan banget enggak sehat lho ..." bisik Sadam.
"Aku yakin aku bisa kok." Kata Brina yakin.
Pintu galeri pameran dibuka tanda pameran secara resmi dimulai. Satu persatu tamu memasuki ruang pameran dan melihat-lihat karya Brina. Ada satu titik khusus yang akan disinggahi maksimal lima orang dalam satu sesi. Brina memutar sebuah video singkat makna dan filosofi gabungan keseluruhan karya yang ia pamerkan. Pengisi suaranya tak lain dirinya sendiri.
Beberapa lukisan dan patung yang memang punya arti khusus juga Brina sediakan penjelasan audionya. Kebanyakan pengisi suaranya adalah dirinya sendiri ataupun Soka. Ada tiga lukisan yang diisi suara oleh Arbani dan Sehan. Lukisan tentang diri mereka dalam bentuk kucing.
Dua adik laki-laki Brina yang itu pun kini sibuk menjadi barista dadakan. Menyajikan kopi untuk masing-masing tamu. Keduanya memakai pakaian serba hitam, apron putih dan bando telinga kucing. Arbani dan Sehan menikmati kesibukan mereka tanpa mengeluh sedikitpun.
"Brina, ke mana kucing yang kau ceritakan di lukisanmu itu?" Tanya salah satu teman yang menjadi pengunjung pameran.
Brina tentu kelabakan saat akan menjawab. Kucing-kucing itu adalah Arbani dan Sehan. Tentu, tak mungkin ia menceritakan apa yang ia alami ke sembarang orang. Terlebih jika diceritakan secara detail, hal itu terasa begitu khayal. Brina hanya tersenyum sebagai jawaban awal.
"Kakak! lihat siapa yang datang." Soka menunjuk dua kucing yang entah datang dari mana.
Dua kucing itu memiliki perawakan yang sangat mirip dengan Hani dan Bani. Satu kucing berbulu panjang nan lebat dan satu kucing lagi yang memiliki tanda telinga dipotong serta berbulu pendek. Kucing-kucing itu juga memiliki perangai yang serupa dengan Hani dan Bani. Brina dengan begitu senangnya menghampiri dua kucing itu. Ia mengelus dua kucing penurut itu.
Sehan dan Arbani juga melihat keberadaan kucing tersebut di dekat Brina dan Soka. Keduanya meraba leher mereka sendiri untuk mencari sesuatu. Kalung nama yang diberikan oleh Brina. Keduanya memberikan kalung itu pada Brina.
"Sekarang, nama kalian, Hani dan Bani. Nanti, kalian pulang bersama denganku, ya?" Brina bermonolog.
"Kakak, istirahatlah. Wajah kakak mulai kembali terlihat pucat." Arbani memberingatkan.
"Nanti, aku belum selesai menyapa teman-temanku."
***
Menjelang sore, pengunjung masih silih berganti berdatangan. Tak hanya teman, tetapi beberapa guru dan Dosen yang sangat Brina kenali juga datang. Kebanyakan dari mereka datang karena penasaran dengan tema pameran yang Brina usung. Semuanya yang berkaitan dan sebagian yang berbahan dasar kopi lah daya tariknya.
Brina masih menyapa beberapa tamu yang ia kenal. Sesekali ia mengajak mereka mengobrol singkat membahas pamerannya kali ini. Brina begitu senang karena ia mendapat respon yanv begitu positif sejauh ini.
Menu kopi yang disajikan Arbani dan Sehan beralih ke sajian hangat. Angin dingin mulai membelai indera peraba. Brina sebenarnya ingin mencicipi kopi racikan adik-adiknya itu, sayangnya Brina benar-benar dicegah oleh Sadam. Brina lalu melanjutkan mengobrol dengan teman-teman yang masih berada di sana. Sebagian juga mulai berpamitan untuk pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cat Lucks
FantasyKucing hitam membawa sial? Itu hanya Mitos. Kedatangan kucing hitam di kehidupan Brina dan adiknya mengubah semuanya menjadi lebih berwarna. Banyak kejutan yang dua kucing itu hadirkan di tengah sunyinya rumah kecil itu. Menghadirkan banyak cinta da...