Serius

32 4 0
                                    

"Strawberry latte with extra caramel sauce atas nama kak Edgar." Brina berteriak ketika pesanan pelanggan kafenya sudah siap. 

Laki-laki jangkung menghampiri meja pesananan dan mengambil cup yang menuh dengan minuman berwarna putih-merah-pink itu. Wajah laki-laki itu sedikit terkejut ketika matanya dengan Brina saling berpandangan. Laki-laki itu tersenyum dan membuka percakapan.

"Sabrina? Kamu kerja di sini? Ingat aku kan? Edgar SMA Neo?" 

"Edgar Müller?" Brina memastikan. 

"HAHAHA, Itu nama punggung klub basketku." Laki-laki itu tertawa.

"Siapa yang tak ingat dengan anak laki-laki pendiam yang sekalinya bertingkah selalu membuat satu sekolah tertawa," ucap Brina. "Untuk apa kamu ke sini?" 

"Kamu lupa kalau Sadam dekat denganku? Anyway ... Sadam sering bicarain kamu ke aku sama Suthan."

"Kak Sadam bicara apa aja soal aku?" Brina penasaran.

"Enggak banyak, tapi yang paling kuingat itu Sadam cerita kalau kafe ini awal berkembang pesat gara-gara kamu. Dari caranya cerita ... Sadam suka sama kamu," jelas Edgar.

Brina mengobrol sebentar dengan Edgar meskipun tersekat di meja pesanan. Brina bertanya apakah Suthan juga ada bersama Edgar dan dengan jelas Suthan melambaikan tangannya dari meja kafe di bagian outdoor. Brina menanyakan apakah Suthan sudah memesan ke Edgar dan tak lama menu pesanan Suthan juga selesai dibuat. 

"Aku aja, udah, lanjut kerja dulu. Lain waktu kita ngobrol lagi." Edgar membawa pesanan Suthan.

Brina agak kaget karena baru sadar Sadam memperhatikannya. Ia menunduk malu. Ia kembali ke tempat meracik kopi untuk membereskan bekas peracikan pesanan milik pelanggan-pelanggan sebelumnya. Ia mengalihkan perhatiannya dengan mengecek ulang stok makanan ringan pendamping dan juga roti serta donat pendamping minuman. Dengan segera ia mengambil stok baru donat karamel clear glaze yang biasa disajikan jika memesan kopi non gula. 

"Edgar ngomong apa aja sama kamu?" Sadam tiba-tiba bertanya saat Brina fokus menata stok baru donat.

"Tentang hubungan aku dan kafe ini, yang udah jadi rahasia umum, sih. Udah itu aja." Brina menjawabnya dengan santai.

"Dia enggak ngomongin soal aku, kan?" Sadam berusaha menelisik.

Brina berdiri tegak karena telah selesai menata stok makanan baru. Ia menggeleng di hadapan Sadam untuk sebisa mungkin meyakinkannya. Ia tersenyum.

"Shift kamu selesai, kalau kamu mau lanjutin kerjain TA kamu silakan, free kopi dan snack, ambil aja apa yang kamu mau. Aku saranin di ujung yang situ aja, ada colokan buat charge ponsel atau laptop kamu." Sadam menunjuk kursi kosong.

"Makasih, kak."

"Kalau ada yang bilang aku suka sama kamu, mereka bener." Sadam agak lirih berbicara.

Brina yang sayup-sayup mendengarnya tersenyum tipis. Ia bergegas merapikan barang-barangnya dan mengganti pakaiannya dengan pakaian biasa. Ia sudah menyimpan kopi favoritnya di pendingin dan mengambil satu donat clear glaze. Sesuai saran, Brina duduk di sudut kafe dan menancapkan charger ponselnya karena baterai yang menipis. Brina mulai fokus mengerjakan TA-nya tak hentinya tersenyum karena mengetahui fakta itu. 

***

"Lo ngomong yang macem-macem ya pasti sama Brina?" Sadam menatap tajam lawan bicaranya, Edgar.

"Santai bro, tapi faktanya emang begitu, kan?" Edgar berusaha santai menanggapi Sadam yang agak meninggi.

"Dari jaman SMA juga udah pada tau kali kalo lo naksir tu anak. Makanya gampang banget lo nerima dia waktu mau kerja di sini." Suthan menimpali. 

"Eh, emang lo mau hubungan yang kayak apa sih sama Sabrina?" Edgar penasaran. Ia menggigit butter croissant pesanannya.

Cat LucksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang