Pre-Exhi

10 3 0
                                    

Brina begitu kagum dengan bangunan yang berdiri kokoh di depannya. Bangunan itu sudah siap untuk dijadikan studio kebutuhan pameran. Sadam benar-benar mempersiapkan tempat ini untuknya. Bangunan yang luas dengan beberapa lorong dan halaman yang cukup lebar.

Brina menyusuri ruangan yang ada di dalam tempat itu. Ia mulai menentukan letak-letak karyanya di dalam sana nanti. Beberapa yang harus dibuat langsung juga mulai ia rencanakan. Lukisan yang sudah dibawa pun langsung dipasang dengan ditutup kain.

"Sayang, stand kopi gratisnya di bagian luar, kan?" Sadam memastikan sembari merakit meja yang akan dipakai untuk stand yang dimaksud.

"Iya, kak." Brina menjawab sembari melangkah keluar dari bangunan kafe itu.

Brina merasa kalau sinar matahari hari ini begitu silau. Ia spontan menutup matanya dengan telapak tangannya dan berjalan sedikit limbung. Sadam yang menyadari Brina yang hampir jatuh pun spontan menangkap tubuh Brina. Ia memapahnya ke gazebo yang terpasang permanen di salah satu sudut ruang terbuka calon kafe itu.

"Kamu enggak apa-apa kan?" Sadam begitu khawatir.

Brina menggeleng pelan. Ia mengatakan pandangannya agak kabur setelah merasa silau tadi. Tangannya menggenggam erat Sadam dan tak membiarkannya pergi.

"Ngerasa pusing?" tanya Sadam.

"Dikit, tapi enggak apa-apa." Brina berusaha kuat. "Aku izin nginep di sini buat masang semua lukisanku dan nyelesaiin yang emang harus dikerjain dadakan, boleh?"

"Suruh Soka atau salah satu dari Sehan dan Arbani nemenin kamu." Sadam mendikte.

"Iya, pasti. Aku juga butuh mereka soalnya." Brina menjawab.

***

Soka, Sehan, dan Arbani sibuk memasang puluhan lukisan dan beberapa patung kecil yang Brina buat. Brina hanya terduduk diam karena merasa tak enak badan. Sesekali ia mendikte adik-adiknya itu jika ada yang kurang sesuai.

Selesai memasang, Sehan yang pertama kali menghampiri Brina untuk menanyakan keadaannya.

"Kakak enggak apa-apa?" Tanya Sehan terdengar khawatir.

"Enggak apa-apa. Udah lanjutin, sana. Maaf kakak cuma nyuruh-nyuruh dulu." Brina menjawab dengan nada lemas.

Sehan dan Brina dikejutkan dengan suara khas berdebam pintu mobil. Rupanya Edgar dan Suthan datang berkunjung. Edgar dan Suthan tentu memasang wajah bingung karena ada orang yang menurut mereka asing. Mereka memberi semangat pada Brina yang sebentar lagi menyelesaikan tugas akhirnya.

"Udah siap banget nih? Keren ... bau kopi di mana-mana. Seger," komentar Suthan setelah memberi gestur menghirup udara.

Edgar menyenggol bahu Brina dan menunjuk Sehan yang duduk bersimpuh di dekat mereka. Memberi kode menanyakan siapakah sosok itu karena sangat asing baginya.

"Oh, itu adik aku. Dari ibu baru. Ada satu lagi, dia masih sibuk sama Soka." Brina dengan santai menjawab.

"Nama kamu siapa?" Suthan yang bertanya.

"S-Sehan, kak." Sehan tergagap.

"Salam kenal ya, Han? Aku baru tahu kalau Brina punya adik laki-laki lain. Brina enggak pernah cerita." Edgar mengajak Sehan berjabat tangan.

Arbani dan Soka baru saja selesai dengan display ruang utama. Mereka mencari keberadaan Brina dan Sehan yang sedari tadi bertahan di ruang depan. Mereka bingung karena tiba-tiba ada kawan kakaknya yang datang.

Mata Arbani langsung tertuju pada Suthan yang menjulang tinggi. Mata mereka sempat bertemu dan membuatnya sempat takut dan bersembunyi di balik tubuh Soka.

Cat LucksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang