Preparation

19 2 0
                                    

Brina terpana melihat bagian luar rumah Sadam. Rumah itu terlihat megah dan mewah meskipun baru dilihat hanya dari pintu gerbangnya. Saat masuk, Brina semakin kehilangan kata-katanya. Halaman yang begitu luas dan pintu utama yang begitu tinggi.

"Masuklah, nanti aku nyusul." Sadam mempersilakan Brina dan adik-adiknya masuk ke rumah terlebih dulu.

Brina melangkahkan kakinya masuk ke rumah Sadam. Dirinya langsung disambut pelukan hangat dari mama Sadam. Brina terkejut karena bukan hanya papa mama Sadam saja yang menunggu, kakek neneknya juga ada di sana.

"Cantiknya calon istri cucuku. Seleranya sangat bagus. Sangat-sangat cocok dengan cucuku yang sedikit eksperimemtal." Puji nenek Sadam ketika melihat Brina lebih dekat. Tentu, pujian itu dilontarkan setelah melihat warna rambut Brina yang masih menampakkan warna peek a boo.

"Oma, jangan menyindir soal rambutku. Kami berdua memang menyukainya." Sadam mengerucutkan bibirnya ketika mendengar hal tersebut.

"Ayo masuk, kita bicarakan hal penting  di dalam." Ajak nenek Sadam yang lain.

Ruang tamu rumah Sadam sangatlah megah dengan furnitur nuansa putih tulang. Aksen kayu asli membuat ruang itu terlihat estetik. Ruangan itu terasa begitu hangat karena menjadi tempat berkumpulnya dua keluarga.

"Indoor party, hanya keluarga dan kerabat. Pesta terpisah untuk rekanan. Bagaimana?" Tanya mama Sadam. "Kami benar-benar mempertimbangkan segala hal untuk ini. Kami, tidak mau hal buruk terjadi pada siapapun terutama calon pengantin."

"Aku sudah menghubungi beberapa pihak, aku masih mencari gedung yang cocok. Untuk baju pengantin ..." Sadam sedikit ragu.

"Sebenarnya aku ingin membeli gaunku sendiri ... tapi ... sewa pun tak jadi masalah."

"Ini pestamu. Jangan khawatir. Pilihlah sesuka hatimu, ambil dan bayarlah, simpanlah untuk sebuah kenang-kenangan." Ucap mama Sadam dan Bundanya.

Brina tersenyum. Pendapatnya didengar di keluarga calon suaminya.

"Makan malam sudah siap, kami memastikan tidak ada alergen yang ikut termasak, alat masak dan alat makan terhindar dari kontaminasi alergen. Tidak ada menu boga bahari tentu saja." Pelayan rumah Sadam mempersilakan.

Bunda Brina terkejut karena keluarga calon suaminya lebih tahu alergi putrinya. Ia tertunduk, malu. Bahkan mulai menyalahkan dirinya sendiri karena pernah membuat putrinya sekarat karena alergi.

"Ibun ... bukan salah ibun ... enggak apa-apa, aku maklum karena ibun belum kenal aku lebih dekat kala itu." Brina berusaha menenangkan Indira, bundanya.

Brina dan bundanya berjalan bersama ke ruang makan keluarga Sadam. Brina mempersilakan bundanya duduk terlebih dulu sebelum mendekat pada Sadam yang menunggunya dengan kursi kosong di sebelahnya.

Makan malam kala itu terasa berbeda. Brina kagum dengan sajian yang keluarga Sadam siapkan. Sadam memang terlahir di keluarga kaya raya. Obrolan yang tercetus di tengah makan malam itu begitu menggambarkan keharmonisan keluarga tersebut.

"Mama, Papa, Oma, izinkan aku memperkenalkan keluarga calon istriku, Ibun dan Ayah Brina, Tante Indira dan om Arjuna. Actually, Tante Indira itu ibu sambung Brina. Ibu kandungnya meninggal saat Brina tahun pertama kuliah. Ayah dan Ibu Brina divorced sekitar sepuluh tahun yang lalu. Lalu ayahnya menikah lagi dengan tante Indira.

Brina punya empat adik, Tiga laki-laki dan satu perempuan.  Dua adik sambung Brina, Arbani dan Sehan yang berjarak usia masing-masing enam bulam dan dua tahun dari Brina. Arbani, the long haired one, Sehan, yang pakai anting paku. Adik kandungnya, Soka, yang baru masuk kuliah tahun ini. Umurnya cuma sebulan lebih muda dari Sehan. Yang terakhir, Syakira. Dia satu-satunya adik perempuan dan yang paling kecil juga di keluarga om Arjuna. Dia baru kelas dua Sekolah Dasar." Sadam menjelaskan secara detail keluarga Brina.

Cat LucksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang